Sewindu Pernikahanku

Posted by Jammes 3/31/2008 0 comments
Hari Rabu, 26 Maret 2008 tepat sewindu atau delapan tahun saya menikahi gadis Palembang bernama Yenni Astuti, yang kini telah memberi saya sepasang putra-putri yang ganteng dan cantik. Kami merayakannya dengan sangat sederhana, berdua saja.
Saat malam tiba, menunggu si kecil tidur, saya pergi berdua menuju kawasan Jodoh. Di Jodoh saya bertemu jodoh, delapan tahun lalu. Ini seperti berkah, karena saat itu saya sudah 33 tahun dan mulai gelisah dan sering ditanya ibu saya, kapan saya menikah. Begini kisahnya.

Malam itu, selesai kerja saya mau pergi ke rumah kos adik saya, di perumahan Jodoh Permai. Saya mengajak Yos, naik motor ke sana. Rencananya, kami mau makan. Adik saya ini, terkenal pintar masak. Di rumah itu, kami ''menemukan'' dua wanita cantik. Satu namanya Fitri, dan satunya Yenni.
Karena sama-sama jomblo, saya dan Yos langsung tertarik pada kedua wanita yang bekerja sebagai beauty promotor kosmetik Mirabella itu. Singkat cerita, jadilah kami dua pasangan. Yos dengan Fitri, saya dengan Yenni. Namun entah mengapa, Yos dan Fitri hanya bertahan tiga bulan.
Agar bisa pacaran, saya menyuruh wartawan cepat-cepat bikin berita. Maklum, saat itu saya koordinator liputan. Jadi, kalau kerja cepat selesai, bisa cepat-cepat menemui pujaan hati saya. Kami pacaran naik motor butut saya, GL Pro keluaran tahun 90-an. Suara knalpotnya brmm..brmm.
Kalau ada duit lebih, saya mengajak Yeni makan malam di restoran Batam Kuring, di jalan Borobudur yang menanjak menuju ke Bukit Senyum. Masakannya Sunda, dan restoran itu dipenuhi bunga-bunga dan taman.
Seminggu pacaran, saya mengajaknya menikah. Saya kaget melihat Yenni menangis berurai air mata. Setelah kami menikah, ia mengaku terharu...
Saat melamar Yeni, saya langsung mengajak ibu saya ikut serta. Ibu saya ''sembunyikan'' di hotel, lalu saya datang sendiri ke rumah Yenni di Lorong Putra, Palembang. Saat ditanya, mana keluarganya, saya terpaksa berbohong kepada calon mertua. Saya bilang, nanti saya jemput ke Batam, padahal ibu saya sudah di Palembang. Keesokan harinya, saya bawa ibu saya ketemu calon besannya. Perundingan berjalan lancar. Hari dan tanggal pernikahan pun ditetapkan.
Kami menikah di Palembang. Acaranya cukup meriah. Hanya saja, selain beberapa keluarga yang saya boyong ke Palembang, tak satupun tamu saya kenal. Dua hari kemudian, kami berbulan madu ke Thailand. Ini kado dari seorang sahabat saya, Ny Maria Muna Englo, seorang pengusaha Tionghoa yang suda menganggap saya seperti adiknya.
Begitulah. Merayakan ulang tahun perkawinan, saya mengajak istri saya makan di restoran Batam Kuring dan ngobrol mengingat masa lalu. Setelah itu, kami datang ke rumah kosnya dulu. Bertemu dengan pemilik rumah yang kini sudah ditinggal suaminya yang warga Singapura itu. Anak semata wayangnya, sama persis hari kelahirannya dengan anak tertua saya.
Saya tidak hanya ingin bercerita soal perkawinan dan kebahagiaan kami. Betapa sulitnya mencari jodoh yang tepat di Batam. Sebab, selain sama-sama pendatang, lelaki sulit percaya, apakah wanita di dekatnya orang baik-baik dan berasal dari keturunan baik-baik pula. Apalagi perempuan, juga sulit percaya apakah lelaki yang mendekatinya, bukan suami orang, punya pekerjaan tetap dan dari keluarga baik-baik.
Kalau sudah berpacaran pun, melangkah ke jenjang pernikahan, juga bukan perkara mudah. Kalau mereka sama-sama berasal dari daerah yang sama, mungkin tidak terlalu sulit. Tapi, kalau yang satu dari Sumatera sedangkan yang lain dari Kalimantan? Wah, repot juga mencari waktu dan memikirkan biayanya untuk saling berkenalan dengan calon mertua.
Lalu, bagaimana? Saya punya tips bagi Anda untuk mengenal lebih jauh pasangan Anda.
Pertama, kenali sifatnya. Ada orang yang pendiam, periang, tertutup atau terbuka. Orang cantik dan ganteng juga sifat. Namanya sifat genetik. Nah, Anda pasti tahu, lebih suka yang sifatnya seperti apa.
Kedua, latar belakang keluarga. Nah, ini yang agak sulit, apalagi kalau keluarganya nun jauh di kampung sana. Bagaimana orang dibesarkan dalam sebuah keluarga, akan sangat berpengaruh pada karakternya. Misalnya, anak seorang guru, tentu berbeda dengan anak seorang tentara yang sering membawa disiplin militer ke rumahnya. Contoh lain, anak kecil yang diajak bertamu ke rumah orang lain, saat mengambil kue dengan tangan kiri, ibunya bilang,'' eh, ambil dengan tangan bagus!'' Sehingga, sampai mati sang anak menganggap tangan kanan itu tangan bagus.
Ketiga, teman sepermainan. Dalam istilah sosiologi, ini namanya peer group atau kelompok pengaruh. Seseorang yang berteman dengan penjual parfum, ia akan kecipratan wanginya. Sebaliknya, seseorang yang berteman dengan pencuri, minimal ia akan terseret sebagai saksi di pengadilan.
Keempat, latar belakang pendidikan. Memang, soal wawasan, pengetahuan akan ditentukan oleh latar belakang pendidikan sesorang. Tentu, berbeda wawasan dan cara berpikir seorang sarjana dengan orang yang tamat SD misalnya. Namun, tidak jarang, seseorang yang hanya tamat SMA tapi cara berpikir dan kecerdasannya melebihi seorang sarjana.
Dan yang kelima, usianya. Makin tua usianya, mestinya sesorang makin matang dan dewasa. Tapi, dalam beberapa kasus, ada juga orang yang usianya sudah tua, tapi masih kekanak-kanakan. Nah, setidaknya, lima faktor inilah yang harus menjadi perhatian agar kita bisa mengenal seseorang lebih dekat dan lebih akurat.
Celakanya, di Batam memang banyak kasus perceraian dan perselingkuhan serta kekerasan rumah tangga yang membuat orang berpikir dua kali untuk menikah. Saat saya masih lajang, saya mengalami ''tekanan'' untuk segera menikah. Apalagi, dari empat saudara, hanya saya yang belum berkeluarga. Saya tak bisa bayangkan, tekanan yang dihadapi para wanita, ketika usia sudah hampir kepala tiga, belum juga menikah.
Kalau cowok sih, masih mendingan. Sebab, ia bisa mengejar wanita idamannya, seperti yang dimauinya. Nah, kalau wanita menyukai seorang pria? Tentu ia tidak mau dianggap murahan dan mentel sehingga mengejar-ngejar pria. Artinya, wanita ''dipaksa'' menunggu'' sang pangeran datang ke haribaannya.
Saya ingin mengatakan, ternyata tidak hanya wanita yang menghadapi ''tekanan'' terlambat menikah. Bisa berupa tekanan psikis (kok aku belum laku-laku ya?) tekanan biologis (awas, melahirkan di atas usia 30-an bahaya lho, padahal peralatan medis makin canggih) atau tekanan sosiologis dari sanak keluarga (apa lagi yang ditunggu, kapan mau menikah? dsb).
Sejak lama, saya merasa, membuka biro konsultasi keluarga atau membuka biro jodoh bisa jadi bisnis menggiurkan di Batam. Bayangkan, dalam setahun lebih 500 orang yang bercerai. Entah karena pengaruh sinetron dan ulah para artis, atau bisa jadi karena wanita makin berani menggugat hak-haknya. Apalagi, di sekitar kita, masih banyak yang melajang. Mungkin mereka perlu bantuan. ***

0 comments:

Post a Comment