Bendera Parpol

Posted by Jammes 7/20/2008 0 comments
Pesan short massage service (SMS) soal bendera parpol itu saya kirim tanggal 28 Maret 2008 pukul 14.50 WIB. Jawaban wali kota singkat saja. Gagasan bagus, terima kasih. Kini sampai sembilan bulan ke depan, wajah kota akan bertabur bendera parpol.

Isi SMS itu begini: Yth Pak Walikota, saya usul Pemko menyediakan tempat pemasangan bendera partai, LSM dan OKP di tempat tertentu. Tiang dan lubangnya disediakan Pemko, termasuk membantu memasang dan membongkarnya. Waktu pemasangan dibatasi 3-5 hari dan parpol tinggal memberikan bendera. Selain kota lebih rapi, ini akan menjadi terobosan baru Anda, terima kasih.

Usul tersebut dilatari oleh kebiasaan parpol dan ormas memasang bendera sebagai atribut di jalan-jalan protokol. Yang terjadi, antar parpol berlomba-lomba agar benderanya kelihatan lebih banyak, lebih tinggi dan lebih menarik pandangan mata.
Masalahnya, bendera parpol (apapun parpolnya) bukannya menambah semarak, malah mengganggu pemandangan. Misalnya, tiangnya tidak sama tinggi. Malah, ada yang tiangnya copot dan tumbang ke jalan. Ini tentu mengganggu penguna jalan.
Nah, jika wali kota menganggap usul sederhana ini penting, tinggal mengumpulkan semua parpol, OKP dan LSM lalu bikin kesepakatan bersama. Isinya, ya pengaturan soal pemasangan bendera parpol itu. Lubang dan tiang bendera disediakan Pemko.
Tentu saja jarak dan tinggi tiangnya sudah diatur. Parpol tinggal menyerahkan bendera ke Satpol PP yang membantu memasang. Kalau perlu, diberikan biaya pemasangan yang terjangkau. Pada saat masa tayang bendera habis, juga dibantu mencabut bendera tersebut.
Tujuannya, kota lebih rapi dan indah dengan kibaran bendera warna warni. Pengguna jalan pun aman dari kejatuhan tiang bendera. Kesepakatan antara Pemko dan parpol itu, dipublikasikan secara luas agar warga tahu.
Sejak bulan Juli 2008 hingga Maret 2009 nanti, selama sembilan bulan, kita akan terbiasa melihat bendera parpol berkibar-kibar. Jumlahnya ada 34 parpol atau 34 jenis bendera pula.
Seberapa menarik pemasangan bendera ini di mata warga yang menjadi sasaran kampanye parpol? Survei Barometer agaknya bisa menjadi perhatian parpol. Ternyata, hanya 44,8 persen yang menyebutkan pemasangan bendera parpol menarik dan 55,2 menganggap tidak menarik.
Kampanye untuk menarik calon pemilih seperti pengerahan massa, konvoi dan pawai kendaraan malah dianggap tidak menarik. Jika kampanye merusak keindahan kota, mengganggu aktivitas warga, bisa jadi bukan simpati yang didapat malah berbalik menjadi tidak suka dan antipati.
Saya tidak kecewa usul saya menata bendera parpol tidak dilaksanakan wali kota. Sebab, dengan jumlah partai sebanyak 34 itu, tentu makin banyak pula lubang dan tiang bendera yang harus disediakan. ***

Pak Rida

Posted by Jammes 7/16/2008 0 comments

Tanggal 17 Juli adalah hari kelahiran Rida K Liamsi, bos saya. Sudah dua belas tahun saya bekerja dengannya sebagai wartawan. Ia menjadi sumur inspirasi dan mata air kebijaksanaan yang tak pernah kering. Di usianya yang ke 65 tahun, Pak Rida tetap energik dan dinamis. Tulisan ini saya posting sebagai kado ulang tahun buat Pak Rida.

Saat mulai bekerja, saya baru tahu siapa bos saya. Seorang lelaki bertubuh tinggi dan kebapakan dan tak banyak bicara. Tapi, ia seorang pekerja keras. Orang-orang dan saya memanggilnya Pak Rida. Belakangan, saya baru tahu, nama aslinya Ismail Kadir. Pertama kali saya bicara dengan Pak Rida, saat saya gelisah dengan pekerjaan sebagai wartawan.
Baru dua minggu bekerja, saya ditugaskan di Perawang, sekitar 60 km dari kota Pekanbaru. Tiap hari, saya bolak-balik ke sana. Kawasan itu hanya sebuah desa, namanya Desa Tualang. Tapi, penduduknya lebih 15.000 karena desa itu lokasi PT Indah Kiat Pulp and Paper. Awalnya, sulit sekali menembus perusahaan itu. Saya hanya bisa wawancara dengan Kepala Desa dan Pembantu Camat. Lalu, soal pencemaran lingkungan, dan berbagai masalah sosial di sana. Merasa banyak tulisan saya berbau kritik, saya didekati oleh humas perusahaan itu. Pernah juga saya berdebat dengan dua orang yang saya kira pegawai humas. Ternyata, dia adalah Njau Kwit Mien, dirut perusahaan itu. Saya merasa, mereka mencoba mendekati dan mempengaruhi saya.
Pernah saya ditraktir makan, atau diberi uang ongkos pulang. Inilah yang membuat saya gelisah. Untuk mengatasi kegalauan hati saya, saya menemui Pak Rida. Saya ceritakan semua yang saya alami. ''Kenapa orang-orang itu begitu memperhatikan saya, kenapa tidak perusahaan saja yang memperhatikan saya?,''tanya saya kepada Pak Rida. Pak Rida menatap saya. ''Kau ini, sama seperti ketika pertama kali aku jadi wartawan. Tapi, kalau orang mau berteman, kan tidak apa-apa,'' jawab Pak Rida.
Empat bulan kemudian, saya pindah tugas ke Bukittinggi. Tak lama, mendadak saya mau dipindahkan lagi ke Batam. Sadar tugas wartawan siap dimana saja, saya pun pamit dengan rekan-rekan wartawan di kota wisata itu. Saya ke Pekanbaru, mengurus kepindahan dan minta tiket ke Batam.
Saat saya di kantor, Pak Rida datang. Melihat saya membawa barang, ia bertanya,'' Mau kemana kau?,'' katanya. ''Kan mau ke Batam, Pak,'' jawab saya. Saya kira, Pak Rida tahu saya bakal pindah ke Batam. Tanpa saya sangka, Pak Rida bilang,'' Kau balik lagilah ke Bukittinggi dan jadi Kepala Perwakilan di sana.''
Saya kaget. Apalagi, saya baru 8 bulan jadi wartawan. Spontan, saya bertanya,'' Apa tak buru-buru mengambil keputusan, Pak,'' kata saya.Perintah sekaligus pesan Pak Rida. ''Kau coba sajalah. Dulu aku juga tak tahu apa-apa soal koran,'' katanya, memberi semangat. Saya terdiam dan tetap tak habis pikir. Akhirnya, saya kembali dan
menjadi kepala perwakilan Riau Pos di Sumatera Barat. Perwakilan ini menjadi cikal bakal Padang Ekspres. Tiga perwakilan lainnya adalah Batam, Tanjungpinang dan Dumai.
Saya setahun menjadi Kepala Perwakilan. Lalu, saya mendapat kesempatan mengikuti pendidikan dan lokakarya redaktur di Jawa Pos Surabaya. Begitu selesai, selembar surat tugas baru sudah menanti. Pindah tugas ke Batam.
Pengalaman paling berkesan bersama Pak Rida adalah ketika saya diajak meliput ke kampung halamannya di Desa Bakung, Dabo Singkep selama empat hari. Mungkin saya satu-satunya karyawannya yang pernah ke sana. ''Baru dua wartawan yang pernah ke kampungku, kau dan Taufik Ikram Jamil,'' katanya. Taufik adalah mantan wartawan Kompas.
Perjalanan ke Dabo melewati Tanjungpinang. Saat di perjalanan, saya banyak bertanya pada Pak Rida. Misalnya, kenapa ia mengganti namanya. ''Aku ini dulu kan guru. Jadi, terpaksa memakai nama pena,'' katanya. Nama yang pernah digunakannya Iskandar Leo dan Rida K Liamsi.
Yang membuat saya heran, ternyata Pak Rida sudah 26 tahun tidak pulang ke tanah kelahirannya.Ia bercerita, saat masih remaja, ia seorang pemain sepakbola. Posisinya kiper, lantaran tubuhnya memang tinggi. Kami tiba di pelabuhan Jagoh, setelah menempuh perjalanan selama 1,5 jam. Lalu, saya dan Pak Rida naik bus dari Kuala Raya menuju desa Pengambil, ke rumah saudaranya dan menginap di sana.
Desa itu memang cocok dengan namanya, Pengambil. Apa saja hasil bumi diambil.
Sejak PT Timah angkat kaki,Pulau Dabo Singkep seperti diobrak-abrik. Tanah berlubang bekas galian timah yang disebut warga setempat kolong. Pasirnya diambil dan dijual ke Singapura. Hutannya dibabat.
Nah, warga desa Pengambil, termasuk saudara perempuan Pak Rida, protes keras pada perusahaan penggali pasir di desa itu. Pasalnya, ikan menjauh dari pesisir pantai lantaran bekas cucian pasir dialirkan ke laut.
Dengan nada putus asa, saudara Pak Rida mengadu. ''Bang, bilanglah pada Pak Gubernur,''katanya. Apa jawaban Pak Rida. Saya tidak yakin Pak Rida bicara begitu lantaran dekat saya. ''Aku kan bukan orang berpengaruh juga,'' katanya. Sebuah sikap rendah hati yang luar biasa. Tak terbayangkan bagi saya, kampung halaman sendiri ekologinya rusak begitu parah.
Keesokan hari, dari Pengambil kami naik sampan pancung menuju Desa Bakung, selama satu jam lebih. Desa yang indah itu, berbentuk teluk. Sebuah batu cadas besar, mencuat dari dasar laut, menjelang masuk ke mulut teluk. Pancung itu sampai terangkat karena pusaran air dan gelombang. Kamera saya sembunyikan dibawah kolong perahu, takut terkena air.
Saya dan Pak Rida berkeliling sebentar. Desa Bakung siang itu agak sepi karena banyak warga sedang melaut. Saking lamanya tak pulang kampung, kalau tidak Pak Rida yang lupa dengan orang kampungnya, orang yang lupa dengannya. Ia dipanggil Pak Mail disana.
Kami bertemu dengan mantan murid Pak Rida. Siang itu, bertiga kami salat di mesjid kecil. Setelah itu, Pak Rida ziarah ke makam ayahnya. Pak Rida menemui sahabat karibnya, seorang warga Tionghoa. Saat ia masih kecil, ia pernah ikut kapal ke Jambi membawa arang, lalu kembali ke Bakung membawa beras. Desa Bakung juga banyak diproduksi kapal-kapal kayu.
Melewati sebuah jembatan kayu, tempat bermain Pak Rida waktu kecil, kami menuju rumah seorang seorang kakek tua tempat ia biasa bermain. Mata Pak Rida berbinar-binar, mengingat masa kecilnya. Ia bercerita, betapa ia sangat gugup ketika seorang camat yang datang ke sekolahnya menyuruhnya tampil ke depan kelas.
Sorenya, kami kembali ke Dabo dan menginap di rumah seorang keponakannya. Di Pulau paling ujung Kepulauan Riau itu, saya menemukan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Berlalunya masa kejayaan timah, membuat warga di Pulau itu terhenyak. Dulu, anak-anak warga yang bekerja di PT Timah, naik pesawat dan kuliah gratis. Kini bandaranya ditutup. Sebuah bank juga ditutup. Kalau biasanya, Puskesmas naik status jadi rumah sakit, yang terjadi di Dabo sebaliknya. Rumah sakit yang pernah punya alat pacu jantung itu, turun kelas menjadi Puskesmas. Cukup banyak warga Dabosingkep yang akhirnya pergi ke Tanjungpinang dan Batam.
Malam terakhir di Dabo, kami menginap di sebuah hotel kecil. Pak Rida menyuruh saya memeriksa kamarnya. ''Bagus tak? Inilah hotel terbaik di Dabo,''katanya, tersenyum. Paginya, kami sarapan makan nasi dagang. Nasi yang dibungkus daun dengan lauk ikan teri, sambal dan telor. Nikmat sekali.
Kendati usianya sudah tidak muda lagi, fisik Pak Rida tergolong tangguh. Terbang ke berbagai kota, mengontrol anak-anak perusahaan. Kalau rapat, Pak Rida bisa berbicara berjam-jam, sementara kami yang muda-muda, kadang terkantuk-kantuk kecapekan.
Pak Rida juga orang yang berpikiran maju. Kepada para pimpinan perusahaan saat berkunjung ke Genting Highland dan Thailand, ia mengatakan, menyaksikan negara lain, akan menambah wawasan kita. Selain banyak belajar dari Pak Rida, baik secara langsung maupun diam-diam, saya terkesan dengan sikapnya yang bijaksana. Pak Rida orang yang punya pertimbangan matang, dan kadang mengejutkan.

Kalau bertemu saya, ia selalu membaca buku baru atau sebuah novel. Sikap bijak itu, mungkin lantaran latar belakangnya seorang guru. Ia selalu yakin, orang kalau belajar, lama-lama pasti pintar. Ibarat pedang,kalau diasah akan tajam juga. Saat seorang karyawan yang mengadopsi anak meminta cuti cukup lama, saya bingung. Sebab, ia bukan cuti melahirkan dan kalau saya beri cuti, itu melanggar peraturan.
Pesan Pak Rida membuat saya teguh mengambil keputusan. ''Ia sudah menikah sepuluh tahun dan tidak punya anak. Berarti, ia tidak pernah mengambil cuti yang tiga bulan itu. Berikan saja cuti, demi kemanusiaan,'' katanya kepada saya.
Kalau Pak Rida ke Batam, saya suka menemaninya. Biasanya, diajak makan seafood kesukaannya. Kalau orang lain takut kolesterol, Pak Rida cuek saja. ''Makan sajalah, tak usah dipikirkan,''katanya.
Kadang saya menganggapnya tidak sebagai bos, tetapi sebagai guru dan orang tua. Bagi saya, Pak Rida tempat bertanya, kalau saya ragu dalam mengambil keputusan, termasuk masalah-masalah dalam perusahaan.
Ada yang membuat saya juga heran. Biasanya, kalau ada teman-teman yang diberi kepercayaan menjabat, Pak Rida akan memanggil dan bicara empat mata. Tapi, saya tidak mengerti, saya tidak pernah seperti itu. Memberi kepercayaan begitu besar seperti menjadi pemimpin perusahaan, mendadak dan tanpa pembicaraan sebelumnya. Satu hal yang ingin saya lakukan, saya akan menjaga kepercayaan itu. ***

Bang Mawi

Posted by Jammes 7/14/2008 0 comments

Kendati usianya jauh lebih tua, saya memanggilnya abang. Ia seorang seniman yang piawai soal cetak mencetak koran. Belakangan, ia juga mengurus gedung. Penikmat kopi dan perokok berat itu nyaris kalah melawan serangan jantung.


Namanya Darmawi Kahar. Namun, ia sering memakai nama Armawi KH sebagai nama samaran. Kami biasa menyapanya dengan sebutan Bang Mawi. Saya mengangapnya tidak saja sebagai orang tua, juga teman bicara dan berbagi cerita.
Kadang-kadang, ia bercerita soal masa lalunya. Ia pernah menjadi pegawai negeri, lalu memutuskan berhenti. Ia juga pernah punya mesin offset sehingga ia sangat memahami teknologi mesin cetak.
Kadang-kadang, ia mengungkapkan keresahan dan kegalauannya soal berbagai masalah. Tapi, tak ada nada keluh kesah. Hanya sekedar cerita, sambil menyeruput kopi hitam kegemarannya.
Di saat lain, saya yang menjadikan Bang Mawi tempat berdialog, bertanya dan bercerita. Meski ia sering menasehati, namun tak ada kesan menggurui. Kalau sarannya diterima oke, kalau tidak ya sudah.
Saya makin akrab setelah Bang Mawi ditugaskan ke Batam. Dari atas gedung, kadang saya melihat Bang Mawi mondar-mandir, dari percetakan ke gedung Graha Pena. Ia memang menjadi direktur utama kedua perusahaan itu.
Pernah saya bertanya, kenapa Bang Mawi mondar mandir dan sendirian. ''Ya mau kemana lagi. Di Batam ini, kaulah teman aku,''katanya. Saat gedung graha pena sedang tahap finishing, saya dan Bang Mawi naik ke lantai sepuluh. Nafasnya ngos-ngosan. Wajahnya membiru. Saya sempat khawatir. Tapi Bang Mawi bilang, tidak apa-apa.
Sejak Graha Pena Batam masih kosong, Bang Mawi yang menata ruangannya. Cita rasa seninya yang tinggi, digabung dengan kemampuan desain dengan komputer, sehingga ruangan di gedung paling megah di Kepulauan Riau itu, tertata apik.
Tidak banyak yang tahu kemampuan Bang Mawi soal desain ini. Pak Rida pernah bilang kepada saya, mestinya bagian lay-out atau desain iklan, bertanya kepada Bang Mawi. Soalnya, kalau tak ditanya, Bang Mawi juga enggan mengajari. ''Bak kata orang Melayu, Mawi ini tidak mau seperti hidung tak mancung, pipi disorong-sorong.''
Di saat lain, Bang Mawi berlama-lama di ruangannya yang terus berpindah-pindah. Sebab, kalau ruangan yang ditata disewa tenant, ia mengalah dan pindah ke ruangan lain. Ia juga suka melukis. Kanvas dan cat minyak di ruangannya menjadi tempat ia mencurahkan idenya.
Bang Mawi juga suka bunga dan tanaman. Ia yang memilih tanaman di pekarangan di gedung Graha Pena. Suatu hari, ia tertarik melihat sebatang pohon yang berbunga merah, tanpa daun sama sekali. Kami berhenti dan meminta beberapa dahannya untuk dibibitkan.
Soal makan, Bang Mawi tak banyak pantang. Setelah saya ajak makan di rumah makan Padang di Seraya, ia merasa cocok dan kembali lagi datang ke sana menikmati makanan itu. Pemilik rumah makan itu kemudian ditawari berjualan di kantin percetakannya.
Sejak lama saya khawatir dengan kesehatan Bang Mawi. Namun, ia orang yang optimis. Kalau tertawa, bahunya terguncang-guncang. Saat ngobrol, kadang-kadang Bang Mawi menekan dan memijit dadanya. Beberapa kali, ia pergi ke Melaka Malaysia memeriksakan kesehatannya.
Atau sesekali ia memegang tengkuknya. Bang Mawi memang menderita darah tinggi dan sejak lama mengonsumsi obat darah tinggi tensi plas. Kadar gula darahnya juga di atas normal. Namun, saat dicek, paru-parunya bersih. Padahal, ia perokok berat dan suka rokok merek Marlboro.
''Dokter di Melaka juga heran. Mungkin karena merokok dan banyak dahak, sehingga paru-paru aku bersih,'' kata Bang Mawi membuat analisa sendiri sambil tertawa-tawa.
beberapa bulan lalu, keluhannya ginjal yang kata dokter sudah rusak separuh. Bang Mawi pergi lagi ke Melaka. Kebetulan, saya juga berlibur ke Afamosa, Melaka. Kami sempat saling telepon, tapi tak bertemu. Beberapa minggu kemudian, Bang Mawi balik lagi ke Melaka. Kabarnya, ginjalnya mulai membaik.
Sejak itu, Bang Mawi mengurangi minum kopi. Ia memilih minum teh tanpa gula. Tapi, asap rokoknya tetap mengepul. Saya masih sempat mengajak Bang Mawi terapi Ceragem di Puri Legenda dan ngobrol sampai malam tentang berbagai masalah.
Saya terkejut mendengar kabar Bang Mawi masuk rumah sakit kena serangan jantung. Untunglah Mang Mawi yang sudah sering keluar masuk rumah sakit tidak panik dan kehilangan akal. Ia masih sempat menelepon dan minta diantar ke rumah sakit. Saya baru bisa bertemu setelah Bang Mawi tiga hari dirawat. ''Aduh, kacau. Kena jantung aku,'' kata Bang Mawi, seperti biasa, tanpa beban dengan nada datar.
Ia mengajak saya ngobrol. Padahal, malam itu sudah hampir jam 12 malam. Saya katakan, Bang Mawi harus beristirahat. Setahu saya, ada tiga faktor resiko penyakit jantung. Merokok, kolesterol dan stres. Apalagi, sebulan belakangan kesibukan Bang Mawi bertambah dan makin sering terbang ke luar kota. Terakhir, ia mengurus percetakan buku murah.
Sehari setelah bertemu, besoknya ada miscall dari Bang Mawi. Saya telepon balik, tak diangkat. Saya dengar, Bang Mawi dibawa ke Johor untuk mengobati jantungnya. Saya hanya bisa berdoa, semoga Bang Mawi lekas sembuh. ***

Media dan Kekuasaan

Posted by Jammes 7/06/2008 0 comments
KEKUASAAN selalu menarik dibicarakan. Sebab, orang selalu ingin berkuasa. Kekuasaan-- seperti halnya politik--digambarkan sebagai Dewa Janus dalam pemikiran Yunani kuno. Ia digambarkan sebagai seorang yang berkepala dua, menatap ke kiri dan ke kanan. Gambaran kekuasaan dan politik adalah personifikasi sifat dasar manusia. Ada benci dan ada cinta. Ada konflik, ada kerja sama. Ada rindu dan ada dendam, dan seterusnya.


Kekuasaan itu sesungguhnya jahat, tetapi dibutuhkan (power is devil but necessary) Sekecil apapun kekuasaan itu, kekuasaan cenderung disalahgunakan (power tend coorupt) sehingga, agar kekuasaan tidak disalahgunakan mutlak diperlukan pengawasan.
Mengawasi kekuasaan bukan hanya sekedar hak, tapi juga kewajiban. Barang siapa yang mengetahui telah terjadi kesalahan (kejahatan),dan ia tahu bahwa ia mampu melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya kesalahan (kejahatan) itu, sesungguhnya ia adalah bagian dari kesalahan (kejahatan) itu.
Dalam pemerintahan, terdiri dari tiga komponen yang kerapn disebut trias politika. Yakni, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bila ketiganya bersepakat kolusi, siapakah yang mengawasi ketiga lembaga tersebut? Pers sebagai pilar keempat demokrasi mengawasi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif itu sekaligus.
Pers adalah kekuasaan. Fungsi kontrol atas kekuasaan yang dijalankan pers melalui perannya melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan. Tetapi, karena pers juga adalah kekuasaan, maka pers juga wajib dikontrol agar pers tidak anarkis.
Peran pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia,serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Pers bebas nemberitakan. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Adalah hak persS memberitakan informasi berupa fakta yang dianggapnya pantas, patut dan layak secara jurnalistik dengan kata-kata di satu sisi, tetapi juga adalah hak bahkan kewajiban bagi yang diberitaka pers secara tidak profesional untuk menjawabnya dengan sanggahan atau tanggapan berupa fakta-fakta dalam bentuk kata-kata, di sisi yang bersamaan pers wajib melayani jawaban itu, sebab jika tidak Perusahaan Pers dipidana denda paling banyak Rp500 juta.
Pers profesional antara lain, yang jujur melayani Hak Jawab pembacanya yang Ikhlas melakoni Hak Koreksi pembacanya yang satria melakukan koreksi dan meminta maaf atas kesalahan pemberitaan yang dilakukannya
Sebab, tidak ada pemberitaan pers yang mutlak benar, yang ada adalah usaha yang tanpa henti dari pers untuk menaikkan dan atau mempertahankan derajat kebenaran pemberitaannya.
Informasi layak berita adalah, hanya informasi yang mempunyai nilai bagi peri kehidupan manusia yang dicari, yang diperoleh yang dimiliki yang disimpan, yang diolah dan yang disampaikan secara etis yang pantas yang patut dan yang layak diberitakan oleh pers.
Bagaimana mengukurnya? Tentang hanya informasi yang mempunyai nilai bagi peri kehidupan manusia gunakan UU Pers. Tentang yang dicari, yang diperoleh yang dimiliki yang disimpan yang diolah dan yang disampaikan secara etis, gunakan Kode Etik Jurnalistik.
Kalau saya harus memutuskan, apakah kita harus memiliki pemerintah tanpa surat kabar, atau memiliki surat kabar tanpa pemerintah, saya tidak ragu akan memilih yang kedua (Thomas Jefferson)
Pemerintah dibentuk sebagai produk demokrasi untuk mensejahterakan rakyat, yang dapat saja menyalahgunakan kekuasaannya dan karena itu harus dikontrol produk demokrasi lain, yakni parlemen. Namun, keduanya bisa saja tidak harmonis dan dapat merugikan rakyat, karena itu keduanya harus dikontrol oleh alat demokrasi lain yang bernama: Pers. (Walter Lipman)

Sinergi & Interaksi Pers dengan Pemerintah Daerah

Posted by Jammes 7/05/2008 0 comments
Pemerintah dibentuk sebagai produk demokrasi untuk mensejah-terakan rakyat, yang dapat saja menyalahgunakan kekuasaannya dan karena itu harus dikontrol produk demokrasi lain, yakni parlemen. Namun, keduanya bisa saja tidak harmonis dan dapat merugikan rakyat, karena itu keduanya harus dikontrol oleh alat demokrasi lain yang bernama: Pers.
Walter Lipman)



Pemerintah merupakan produk demokrasi yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Tugasnya melindungi, melayani dan mensejahterakan rakyatnya. Pers sebagai alat demokrasi dan hidup bersama rakyat, seperti halnya pemerintah, juga mengabdi kepada rakyat karena rakyatlah pemilik kedaulatan. Pemerintah dan pers harus bersinergi demi rakyat.
Pers dituntut harus mampu memberdayakan pemerintah dan rakyat sesuai hukum dan etika pers. Pemerintah dan pers harus sama-sama profesional melaksanakan pengabdian kepada bangsa dan negara.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme menyebutkan, jurnalisme hadir untuk membangun kewargaan (citizenship). Jurnalisme ada untuk memenuhi hak-hak warga negara. Jurnalisme ada untuk demokrasi.


PERUBAHAN PARADIGMA
Secara historis, hubungan pers dan pemerintah mengalami perbedaan paradigma. Pada era orde lama dan orde baru, pemerintah mengontrol dan mengendalikan pers, menerapkan UU Pokok Pers No 11/1966 dan bisa mencabut SIUPP dan Dewan Pers tidak independen.
Pada era reformasi, pers yang mengontrol pemerintah dan pemerintah tidak berwenang mengintervensi pers. Penerbitan pers tidak memerlukan izin, dan Dewan Pers independen. Kemerdekaan pers dikukuhkan dalam UU Pers No 40/1999.
Refomasi juga membawa perubahan dalam pemerintahan. Dari sentralisasi ke desentralisasi dan berkembangnya demokratisasi serta otonomi daerah. Perubahan ini merupakan amanat konstitusi, runtuh-nya kekuasaan otoriter dan lahirnya sistem multi partai politik dan me-nguatnya penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Mari kita lihat perubahan yang terjadi dalam pemerintahan dan pers sejak reformasi. Dari tahun 1999 hingga 2004, perkembangan otonomi daerah telah melahirkan tujuh (7) provinsi baru, 114 kabupaten baru dan 27 kota baru. Satu di antara tujuh provinsi itu adalah Kepulauan Riau.
Sampai saat ini, pemerintah pusat dan DPR RI masih memproses kemungkinan lahirnya 21 provinsi baru, 85 kabupaten dan 7 kota baru. Konsekuensinya, pemekaran daerah ini melahirkan elit pemimpin daerah yang baru, yang dipilih melalui pemilihan langsung. Baik sebagai eksekutif maupun legislatif.
Sejak reformasi, pers juga tumbuh sangat pesat. Lihatlah angka ini. Pada tahun 1997 hanya ada 289 perusahaan media. Pada tahun 1999 melonjak menjadi 1.687 perusahaan media. Namun pada tahun 2005 tinggal 829 perusahaan media (surat kabar harian, tabloid, surat kabar mingguan, majalah dan buletin).
Penelitian Serikat Penerbit Suratkabar tahun 2006, dari sebanyak 829 media cetak tersebut, hanya 30 persen yang sehat secara bisnis yang diukur dari sirkulasi dan iklan. Yang tidak sehat indikatornya, gaji minim, tidak cukup modal, perusahaan dan wartawannya tidak berkom-peten.
Tahun 1997 hanya ada 6 stasiun televisi. Tahun 1999 menjadi 11 stasiun televisi dan tahun 2005 menjadi 65 stasiun televisi. Begitu pula radio. Tahun 1997 sebanyak 741, tahun 1999 menjadi 1.111 dan tahun 2005 sebanyak 2000 stasiun radio.
Organisasi wartawan juga bertambah. Dewan Pers menyebutkan, pada tahun 2004 ada 50 organisasi wartawan di Indonesia. Pada tahun 2006, tinggal 27 organisasi wartawan. Pada tanggal 14 Maret 2006 sebanyak 27 organisasi wartawan menyusun standar organisasi warta-wan. Hasil verifikasi Dewan Pers, ternyata hanya tiga organisasi warta-wan yang memenuhi standar, yakni PWI (14.000 anggota) AJI (500 anggota) dan IJTI (600 anggota).

MEDIA LOKAL

Di Kepulauan Riau, perkembangan media massa juga cukup pe-sat. Sebelum tahun 1998, media cetak yang beredar di Kepri adalah media dari Jakarta dan kota lain, seperti Riau Pos (Pekanbaru) Waspada (Medan), Singgalang (Pa-dang) dan Sumatera Ekspres (Palembang).
Era koran lokal dimulai dengan terbitnya Sijori Pos 10 Agustus 1998. Setelah itu, berturut-turut terbit Batam Pos, Lantang, Sijori Mandiri, Posmetro Batam, Batam News, Tribun Batam dan Media Kepri. Belasan koran mingguan dan majalah juga terbit di Batam, Tanjungpinang dan Natuna.
Jika sebelumnya dikenal istilah koran nasional, otonomi daerah juga mendorong tumbuh berkembangnya koran-koran lokal dan berkembang apa yang disebut commmunity newspaper. Koran-koran Ja-karta sering menyebut dirinya koran nasional. Namun, belakangan ko-ran-koran Jakarta mulai menerbitkan koran daerah dan suplemen daerah.
Fakta pers lokal menunjukkan, umumnya koran-koran lokal ini bisa eksis lantaran termasuk dalam jaringan kelompok usaha penerbitan. Contohnya, Jawa Pos Grup kini memiliki 99 media cetak dan 8 televisi lokal dengan total 137 perusahaan. Jawa Pos National Network (JPNN) dan Jejaring Televisi Lokai Indo-nesia untuk televisi. Begitu pula Riau Pos Grup yang berada di bawah payung Jawa Pos Grup, kini terdiri dari 19 perusahaan yang tersebar mulai dari Pekanbaru, Batam, Padang, Medan dan Aceh.
Pers lokal ini menghadapi tantangan cukup berat. Antara lain, tiras atau oplahnya kecil,lambat beradaptasi dengan tren pasar, bingung membidik segmen pasar, SDM dan teknologi lemah dan sebagainya. Akibatnya, lebih banyak pers lokal yang mati dan berhenti terbit daripada yang bertahan hidup.
Pendapatan iklan, sangat tergantung dari belanja pemerintah daerah. Baik iklan ucapan selamat maupun advertorial dari dinas dan instansi pemerintah. Kebanyakan sulit menggarap iklan kolom dan display dari dunia usaha lokal.

PERAN PERS

Sistem desentralisasi dan otonomi daerah menyangkut hak kedaulatan rakyat sehingga daerah berpeluang memanfaatkan segala potensi dan membangun daerahnya demi kesejahteraan rakyat dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.
Seiring dengan itu, konstitusi memerintahkan agar akses informasi harus terbuka dan menghormati kebebasan pers. Pers juga harus meningkatkan perannya mendorong pembangunan di daerahnya.
Bagaimana hubungan dan interaksi pers dengan pemerintah? Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat pernah mengatakan: Kalau saya harus memutuskan, apakah kita harus memiliki pemerintah tanpa surat kabar, atau memiliki surat kabar tanpa pemerintah, saya tidak ragu akan memilih yang kedua.
Walter Lipman, wartawan dan pemikir politik Amerika mengatakan: Pemerintah dibentuk sebagai produk demokrasi untuk mensejahterakan rakyat, yang dapat saja menyalahgunakan kekuasaannya dan karena itu harus dikontrol produk demokrasi lain, yakni parlemen. Namun, keduanya bisa saja tidak harmonis dan dapat merugikan rakyat, karena itu keduanya harus dikontrol oleh alat demokrasi lain yang bernama: Pers.
Peran pers di Indonesia juga mengikuti adagium universal tersebut. Pers mendorong pemerintah menjalankan kekuasaannya dengan benar, menjadi partner pemerintah daerah, memberdayakan masyara-kat, membuka wawasan berpikir publik dan menghargai prestasi pemerintah dan masyarakat.
Sebaliknya, dengan sikap kritisnya, pers juga mengkritik kinerja pemerintah yang buruk dan masyarakat yang melanggar hukum. Pers menjalankan fungsi informasi, pendidikan, kontrol sosial, hiburan dan sebagai lembaga ekonomi.
Tentu saja, sebagai wartawan profesional dalam menjalankan tugasnya, pers harus selalu dibimbing kode etik profesi yang menyang-kut martabat kewartawanan. Dialog antara pemda dan pers, program pelatihan dan pendidikan, akan meningkatkan kadar profesionalisme wartawan, sekaligus mengontrol prilaku pers agar tidak menyimpang dari profesionalisme pers.
Dalam UU Pers No 40/1999 peranan pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk tahu, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong supremasi hukum dan HAM serta menghormati kebhinekaan. Berda-sarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Landasan penyelenggaraan pers adalah sebagai berikut:

1. Mentaati UU Pers No 40/1999
Hak (pasal 4)
a. Kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara.
b. Terhadap pers tidak dikenakan penyensoran, pembreidelan
dan pelarangan penyiaran.
c. Hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
d. Mempunyai hak tolak.


Kewajiban (pasal 5)
a.Menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
b. Pers wajib melayani hak jawab
c. Pers wajib melayani hak koreksi.

2. Mentaati Kode Etik Jurnalistik
1. Independen, akurat, berimbang, tidak beritikad buruk.
2. Menempuh cara-cara yang profesional
3. Menguji informasi, berimbang, tidak mencampurkan fakta dan
opini yang menghakimi, asas praduga tak bersalah.
4. Tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
5. Tidak menyiarkan indentitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6. Tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Memiliki hak tolak
8. Tidak menyiarkan berita prasangka atau diskriminasi.
9. Menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya,
kecuali untuk kepentingan umum.
10. Segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang keliru
dan tidak akurat disertai permohonan maaf.
11. Melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Sedangkan profil wartawan yang memenuhi standar kompetensi profe-sional antara lain:
1. Melakukan kegiatan jurnalistik secara teratur.
2. Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi.
3. Sumber berita yang kredibel, berita cover both side.
4. Menguji dan memverifikasi informasi, cek dan ricek.
5. Imparsial dan independen.
6. Untuk kepentingan umum
7. Wartawannya digaji tidak di bawah UMR.


KONTROL TERHADAP PERS

Ahli komunikasi politik Steven Chaffe menyebutkan ambivalensi penguasa terhadap pers. Pada dasarnya, penguasa tidak sepenuhnya menyukai peran media karena dalam masyarakat yang demokratis, media berada diluar kendali penguasa politik yang mempertanyakan kepu-tusan dan kebijakan penguasa.
Kendati memiliki kebebasan, bukan berarti pers bisa melanggar hukum. Yang melanggar pasal 5 UU Pers (ayat 1 dan 2) perusahaan pers dipidana denda paling banyak Rp500 juta.
Kontrol terhadap pers secara internal dilakukan oleh wartawan itu sendiri, redaktur dan pemimpin redaksi serta ombudsman media yang bersangkutan. Lembaga ombudsman merupakan ''jaksa internal'' yang bisa memberi rekomendasi tindakan pemecatan terhadap wartawan.
Sedangkan kontrol eksternal dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk media watch, yang memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers (pasal 17). Kontrol juga bisa dilakukan organisasi wartawan dan Dewan Pers.
Wartawan harus paham tentang pentingnya kontrol dan kekuasaan. Salah satu fungsi pers adalah melakukan kontrol sosial atas penyelenggaraan kekuasaan. Tujuannya agar tidak terjadi penyelewe-nangan atas kekuasaan itu. Sebab sekecil apapun kekuasaan itu, selalu terbuka diselewengkan. Tetapi, pers juga adalah kekuasaan. Maka siapakah yang mengontrol si tukang kontrol ? Bukankah tukang kontrol yang tidak dikontrol juga akan anarkis ?
Karena itu, pers juga harus dikontrol. Kontrol dilakukan oleh ma-syarakat. Sarananya adalah dengan menggunakan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Selain itu, kontrol sendiri dapat dilakukan oleh wartawan ketika ia menemukan kesalahan sendiri atas pemberitaan itu, yakni dengan melakukan Kewajiban Koreksi. Wartawan harus memahami hal ini.

PERAN MEDIA DAN HUMAS PEMERINTAH

Media massa mendorong terwujudnya well informed society dan memberi pencerahan, mengontrol dan mengawasi jalannya pemerin-tahan. Tiga peran universal pers adalah, pertama, sebagai watchdog yang memberi peringatan dini pada penyelenggara negara yang me-langgar prinsip clean and good governance, pejabat yang tidak becus, KKN dan melanggar hak asasi manusia.
Kedua, sebagai pasar gagasan terbuka dan wadah dialog dan memberi pencerahan terhadap masyarakatnya dan yang ketiga, seba-gai pilar keempat demokrasi yang menegaskan kedaulatan rakyat.
Kebebasan pers beribu’ demokrasi ‘berbapak’ kebebasan berek-spresi, mengeluarkan pendapat lisan maupun tulisan’’. Kebebasan pers jaminan hukum terpenuhinya hak masyarakat mendapatkan informasi yang benar.
Sulit membayangkan pemberantasan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tanpa adanya kebebasan pers. Sulit menegakkan prinsip-prinsip good governance dan clean government jika kebebasan pers dihambat.
Sulit menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, serta melindungi hak-hak kaum minoritas tanpa kebebasan pers. Kebebasan pers bukan untuk orang pers, tetapi untuk masya-rakat, untuk kelangsungan kehidupan yang bebas pada masyarakat yang demokratis.
Dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, wartawan kerap berkomunikasi dan berinteraksi dengan pejabat hubungan masyarakat (humas) pemerintah. Keberhasilan pemeritah mengomunikasikan kebijakan, program dan strateginya ditentukan oleh keberhasilan memba-ngun persepsi di tengah masyarakat. Membangun persepsi dan imej positif melalui media massa adalah menjadi tugas seorang pejabat humas.
Pejabat humas harus mampu menjadi mata, telinga dan mulut pe-merintah daerah, sekaligus sebagai penasihat kebijakan dan strategi, terutama soal komunikasi politik, program kerja, pencapaian kerja dan janji-janji yang dilontarkan selama pemilu atau Pilkada.
Tugas pejabat humas antara lain membantu kepala daerah mengolah informasi, memberi saran dan mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada publik dan membangun citra dan kredibilitas pemerintahan yang positif.
Selain membangun citra positif lembaganya, tugas humas juga sebagai juru bicara, tangan kanan bos atau atasannya, pro aktif, responsif dan solutif. Seorang pejabat humas juga diharapkan memiliki networking, jujur, rajin membaca dan mampu menulis, tampil menarik (camera face) dan memahami UU Pers dan kode etik jurnalistik.
Namun, tugas tersebut baru bisa efektif apabila kepala daerah se-sering mungkin berbicara kepada publik melalui media dan menga-dakan temu pers secara berkala. Pejabat humas mau tidak mau harus meningkatkan profesionalismenya, bersahabat dengan pers dan memperbanyak pelatihan dan press gathering.

Penulis: * Pemimpin Umum/Perusahaan Harian Pagi Batam Pos
* Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang
Kepulauan Riau


Disampaikan pada acara Peningkatan Kinerja Kehumasan
Pemko Tanjungpinang, Jumat 4 Juli 2008