Seputar Off the Record

Posted by Jammes 4/30/2008 0 comments
William L. Rivers dan Cleve Mathews dalam “Etika Media Massa dan Kecenderungan untuk Melanggarnya”, menekankan perlunya pemahaman wartawan mengenai etika dalam liputan. Kode etik media massa di antaranya, memberikan beberapa jenis keterangan yang mesti diperhatikan wartawan dan sumber – sumbernya.

KETERANGAN ON THE RECORD. Semua pernyataan boleh langsung dikutip dengan menyertakan nama serta predikat si sumber. Kecuai ada kesepakatan lain, semua komentar dianggap boleh dikutip. Oeh sebab itu, pastikan batasan mana keterangan – keterangan dengan kategori ini. Jangan sampai sudah wawancara berjam –jam ehh ujung – ujungnya sis umber bilang “ tapi ini off the record yaa.. “ keterangan yang didapat dari wawancara jadi melorot nilainya.
KETERANGAN ON BACKGROUND. Biasanya disebut “background” saja. Semua pernyataan boleh dikutip langsung, pakai tanda petik, tapi tanpa menyebutkan nama si sumber. Contohnya, “ya, memang ada polisi yang diperiksa berkait pemukulan tahanan itu”. Ujar sumber di Kepolisian. Jenis penyebutan yang digunakan si sumber harus dinegosiasikan terlebih dahulu. Apakah boleh kita menyebutkan kesatuannya? Atau hanya di Mapoltabes saja? Atau hanya menyebut petugas polisi saja? .
Yang harus diingat bahwa makin kabur identitas si sumber, makin ringan juga kredibilitas laporan si wartawan. Seorang perwira di Mapoltabes lebih kabur ketimbang seorang Perwira di Satreskrim Mapoltabes.
KETERANGAN ON DEEP BACKGROUND. Kategori ini jarang dimengerti terutama oleh nara sumber. Semua pernyataan sumber boleh digunakan akan tetapi tidak dalam kutipan langsung. Reporter menggunakan keterangan itu tanpa menyebutkan sumbernya. Hati – hati dengan kategori ini, sebab si sumber (apalagi yang sudah berpengalaman dengan media) sering memanfaatkan status ini untuk mengapungkan umpan tapi tidak mau bertanggung jawab. Apalagi kalau sampai kita terjebak di manfaatkan si sumber tersebut.
KETERANGAN OFF THE RECORD. Informasi yang diberikan secara off the record hanya diberikan kepada reporter dan tidak boleh disebar luaskan dengan cara apapun.
Informasi tersebut juga tidak boleh dialihkan kepada nara sumber lain dengan harapan informasi tersebut bisa dikutip. Secara umum harus diketahui terlebih dahulu bahwa rencana penyampaian informasi secara off the record harus disepakati terlebih dahulu oleh reporter.
Resiko menyetujui informasi off the record adalah si wartawan terikat untuk tidak menggunakan informasi tersebut (termasuk kemungkinan bahwa informasi itu diperoleh dalam bentuk yang lain dari nara sumber lain, tapi bisa menimbulkan kesan bahwa si wartawan tidak menghormati kesepakatannya dengan sumber pertama. Keterangan off the record baru berharga kalau ada pihak lain yang mengeluarkannya dan kita boleh mengutipnya dengan nama lengkap.
Jadi kalau dapat keterangan yang off the record, kita segera mencari sumber lain yang mau bicara. Apa yang dilakukan wartawan POSMETRO ketika memberitakan penangkapan kapal nelayan Thailand adalah contoh yang bagus. Kapal ditangkap hari Selasa, wartawan berkonfirmasi hari rabu, Angkatan Laut yang menahan kapal itu membenarkan tetapi tidak mau memberikan keterangan (sama saja dengan off the record kan.. ?) dan berjanji mengadakan jumpa pers pada hari Jumat. Akhirnya POSMESTRO memberitakan juga dengan keterangan yang jauh lebih bagus yang didapat dari Dinas Kelautan.

Lag--lagi Soal Wawancara

Posted by Jammes 0 comments
Berita paling istimewa dihasilkan dari kerja keras reporter. Informasi berharga dan eksklusif – hanya kita yang dapat orang lain tidak – menghasilkan berita nomor satu. Sebuah berita yang tampak jerih payah reporter untuk mendapatkanny. Tak ada cara lain untuk mendapatkan itu kecuali wawancara langsung, menemui langsung si sumber berita.
Dalilnya adalah makin penting sumber makin berharga informasi dari dirinya, tetapi juga biasanya makin sulit di temui. Sudah bertemu pun masih perlu tehnik wawancara khusus untuk menggali dan membongkar informasi sebanyak – banyaknya dari si sumber tadi.

Leslie Rubinkowski, asisten professor di Sekolah Jurnalisme Perley Isaac Reed di Universitas West Virginia menyebutkan dari wawancara langsung tidak hanya di dapatkan informasi, tetapi juga bisa didapatkan bahan untuk membuat berita jadi “hidup” dan “bersuara”. Reporter bisa memilih kutipan terbaik, menggambarkan situasi saat wawancara dan ekspresi si sumber ketika memberi jawaban. Rubinkowski punya 12 petunjuk untuk sebuah wawancara yang efektif.
1.Jangan Terlambat. Pastikan kita punya waktu leluasa untuk wawancara itu. Pertimbangkan kemacetan lalu lintas, waktu untuk parkir atau apa saja yang bisa bikin kita terlambat. Prinsipnya : lebih baik datang lebih awal beberapa menit dan menunggu dari pada terlambat.
2. Berpakaian yang Pantas. Pantas, artinya cocok dengan tempat kita wawancara dan dengan sumber yang hendak kita temui. Kita yang perlu dia, jadi kitalah yang menyesuaikan diri. Tidak perlu bersolek berlebihan. Yang disarankan adalah pas dan kita tidak terasa hadir sebagai orang asing dan aneh di tempat kita mewawancarai sumber. Soalnya, ketika kita mengeluarkan buku notes dan mulai bertanya ini itu, maka itu saja sudah tampak aneh di mata orang lain, jadi kurangilah keanehan itu.
Jika kita mewawancarai seorang pengusaha di rumahnya, pilihlah pakaian yang pantas untuk situasi itu. Kapan kita boleh pakai celana jins saja? Tentu saja kalau situasinya bisa kita atur tidak terlalu formal. Dan pakailah selalu sepatu yang nyaman, siapa tahu lari–lari dan siapa tahu pula kita harus berdiri lama untuk wawancara itu.
3.Seperti Percakapan. Buatlah wawancara itu seperti sebuah percakapan. Tetapi jaga jangan sampai ngalor-ngidul. Kita yang mengendalikan percapakan itu supaya teratur, sesuai dengan informasi yang hendak kita kumpulkan dari si sumber. Siapkan daftar pertanyaan, tetapi jangan terlalu terpaku pada daftar pertanyaan itu. Kalau sumber kita menyebutkan sesuatu yang kontroversial, galilah informasi itu, lupakan sejenak daftar pertanyaan kita.
4. Skenario Pertanyaan. Susunlah skenario pertanyaan kita, bila informasi yang kita kejar sensitif bagi si sumber. Giring ke arah sana, jangan langsung menodong, karena biasanya si sumber akan menutup dirinya sama sekali bila merasa di pojokkan.
5.Minta Izin Merekam. Sebelum wawancara perlu disepakati dengan sumber, apakah kita akan merekam percakapan itu, kalau perlu jawaban YA dari si sumber terekam juga. Untuk berjaga, bila kelak si sumber mungkin akan mempermasalahkan hasil wawancaranya. Keluarkanlah buku notes setelah kita berada di tempat wawancara. Jangan menentengnya sepanjang jalan, simpan saja di dalam tas. Ajak dulu sumber kita sedikit berbasa-basi. Pokoknya buatlah sumber kita merasa nyaman dengan kehadiran kita dan dengan wawancara tersebut. Tunjukkan kepada sumber bahwa kita tertarik dengan apa yang dia sampaikan, bukan hanya sekedar mencatat kutipan – kutipan dari omongannya.
Catatlah atau jauh lebih baik rekamlah. Kalau kita merekam tetap saja kita harus mencatatnya sebagai back up. Terutama butir-butir penting yang menjadi informasi kunci. Pastikan perekam kita berfungsi baik, kasetnya tidak putus atau kusut dan baterai tidak soak. Bila kita siap, maka sumber merasa yakin tidak berbicara dengan orang yang salah.
Kalau kita mencatat, dan si sumber berbicara secara cepat, jangan segan untuk memintanya mengulangi kalimatnya. Mintalah dengan sopan tentunya.
Yang tak kurang penting adalah menyimpan kaset rekaman dan catatan hasil wawancara. Beri label dan catat tanggal serta nama sumbernya, agar mudah dicari lagi. Tidak ada yang lebih bikin frustasi dari pada kita harus berkejaran dengan deadline dan kita kebingungan mencari mana kaset dan catatan wawancara kita tadi.
6.Jawabn adalah Cerita. Ajukan pertanyaan yang hanya bisa dijawab dengan cerita. Orang yang mau bercerita kepada kita menunjukkan dua hal : pertama, dia percaya kepada kita. Kedua, kita bisa merespon cerita itu dan menunjukkan bahwa kita tertarik, apalagi kalau kita baru bertemu dengan si sumber kita.
7.Menjadi Saksi Mata. Amati suasana dan kea-daan tempat wawancara, tidak hanya terfokus pada ucapan si sumber. Sedapat mungkin pilihlah tempat wawancara dimana si sumber tadi melakukan sesuatu, atau disana akan terjadi sesuatu. Kita bisa menjadi penyaksi dari suasana dan itu bisa ditambahkan untuk membuat berita kita jadi lebih dramatis.
8.Bijaksanalah. Kita tahu kapan harus diam saja, mendengarkan saja, tidak mengajukan tanya, dengarkan dengan cukup hati-hati, sehingga kita bisa tahu kalau sumber kita diam karena sedang mengingat kembali atau mengumpulkan kembali ingatannya sebelum berbicara lagi. Jangan merasa bahwa kita harus mengisi setiap jeda dengan percakapan.
9.Wawancara di Jalanan. Kalau kita wawancara dengan orang jalanan, tampillah bersahabat, berbicara ringkas dan jangan tunjukkan kita takut, gentar atau segan. Tampillah sewajarnya, anda harus professional kan? Jadi berbaurlah dengan mereka. Keluarkan kemampuan acting kita. Caranya : Dekati seseorang di antara mereka. Kenalkan siapa kita dan apa yang sedang kita lakukan. Mintalah izin untuk mengajukan pertanyaan. Tentu saja dengan gaya bocara mereka, dengan sopan santun ala jalanan. Tanya nama dan dari mana mereka. Lagi, bertanyalah dengan ringkas dan cari kemungkinan untuk melanjutkan pertanyaan lain. Tunda mengajukan pertanyaan yang sulit hingga wawancara mendekati akhir. Cek lagi nama mereka, julukan atau nama gelar yang mereka dapatkan dikehidupan jalanan. Untuk cek lagi ejaannya, dan ucapkan terima kasih.
Ingat orang yang bersedia diwawancari sudah memudahkan kerja kita, tidak peduli apakan yang kita dapat dari dia menarik atau kurang begitu penting. Kalau informasi mereka diterbitkan beritahu mereka nama Koran kita, kapan kemungkinan terbitnya dan beritahu lagi nama anda. Tak peduli sekasar apapun mereka tetaplah sabar. Tetaplah yakinkan bahwa kita sedang kerja. Ingatkan sumber kita kenapa kita ada disana, kalau mungkin ulang pertanyaan. Kalau situasi tidak mengenakkan, jangan memaksa, tinggalkan saja. Dan jangan jadikan urusan pribadi, jangan dendam karena tidak ada gunanya.
10.Jangan Pura-pura Tahu. Bersikaplah bahwa kita tahu apa yang sedang kita lakukan, Karena apabila kita ragu si sumber akan memanfaatkan keraguan kita itu. Hati-hati. Tetapi bukan berarti kita berpura – pura tahu segalanya. Jadi jangan takut untuk bilang tidak me-ngerti dan meminta sumber untuk memberi penjelasan lebih. Cara bertanya yang paling baik untuk itu adalah …… “ Jadi tadi anda bilang bla… bla… “ atau “saya simpulkan dari penjelasan anda tadi bla… bla… “ Lemparkan lagi ke dia, kalau tidak sesuai pasti dia akan menjelaskan lagi.
11.Kalau Sudah Tahu Buat Apa Wawancara? Harapkanlah selalu akan mendapatkan kejutan. Jangan bikin wawancara dengan orang yang akan memberikan penjelasan yang sudah kita tahu. Jangan biarkan perasaan kita atau bias sikap kita menyelewengkan arah pertanyaan saat wawancara dan berita yang kita sedang tulis.
12.Bayangkan Kalau Kita Yang Ditanya. Tunjukkan simpati kepada sumber kita. Dan terakhir Tanya diri kita sendiri : bagaimana seandainya kita yang jadi sumber, dan sumber kita jadi reporter yang menanyai kita? Kita ingin diperlakukan seperti apa? Ini pertanyaan yang sangat jarang kita kita pikirkan dan renungkan.

Wawancara Jempolan

Posted by Jammes 0 comments
Setelah menguasai jurus – jurus wawancara, kita sudah dapat turun ke gelanggang reportase. Jurnalis yang handal akan menambah kemampuannya dengan 12 jurus tambahan lagi dari Jim Hall, praktisi jurnalis di Amerika yang lebih dari 26 tahun menjadi reporter, editor dan guru para jurnalis muda.

Inilah sarannya:
1.Pusatkan perhatian pada apa yang dikatakan sumber, bukan pada APA YANG HENDAK KITA TANYAKAN BERIKUTNYA. Pertanyaan kita berikutnya akan sangat baik apabila kita ajukan setelah kita menyimak sumber menjawab pertanyaan kita sebelumnya. Karena itu dengarkanlah dengan cermat dan kritis. Yakinkan bahwa kita mengerti apa yang dikatakan sumber kita. Kalau tidak mengerti, jangan ragu untuk memintanya mengulangi lagi sedikit penjelasannya. Simaklah juga APA YANG DIA SAMPAIKAN TIDAK LEWAT UCAPAN LANGSUNG. Apakah dia sedang menghindari topik pertanyaan kita ?
2. Jangan sekali – kali memotong pembicaraan sumber kita. Jangan mengajukan pertanyaan yang kepanjangan. Jangan kita berbicara terlalu banyak. Jangan mengajukan pertanyaan yang menantang di awal perbincangan. Kita bertemu sumber untuk mendengar opininya, bukan menawarkan oponi kepada mereka.
3.Kendalikan gerak tubuh dan emosi kita. Kalau sumber merasa pendapatnya tidak kita terima, maka habislah wawncara itu. Apabila sumber kita mengajak melihat – lihat rumahnya, kantornya, pabriknya,kebunya , dll, terima saja. Dengan catatan, apabila kita masih punya waktu, catat apa saja yang bisa kita amati dan kita juga bisa terus mengajukan pertanyaan sambil jalan.
4.Mulailah dengan pertanyaan yang mudah. Mungkin pertanyaan yang menyangkut pribadi si sumber kita. Mulailah dengan anekdot kalau itu relevan. “wawancara sangat mirip dengan percakapan biasa. Akan tetapi kita harus memandu percakapan tersebut. Kita harus mengetahui apa yang ingin kita dapatkan dari sumber dan kita harus dapatkan itu”. kata Anthoni DeCurtis, jurnalis yang pernah jadi editor di Majalah Rolling Stone.
5.Kalau sumber kita berbelok ke pembicaraan yang tidak terduga sebelumnya. Ikuti saja dahulu. Jangan paksa dengan topik kita. Tetapi ingatlah selalu bahwa kita harus mengumpulkan data yang sudah direncanakan sebelum wawancara itu. Rata – rata satu jam wawancara sudah cukup lama. Maka pada saatnya, tegaslah tapi sopan, bawa kembali percakapan itu ke jalur wawancara kita. Siaplah, karena biasanya ada saja hal menarik yang kita dapatkan pada saat kita hendak mengakhiri wawancara.
6.Akurasi adalah segalanya dalam berita kita. Karena itu, yakinkan bahwa kutipan kita akurat. Kalau kita tidak yakin, buatlah paraphrase, uraian dari ucapan sumber dengan kata – kata sendiri. Tanyakan ejaan dari kata – kata yang rumit yang diucapkan sumber. Buat kesimpulan pendek dari pokok pikiran yang diucapkan sumber kita, kalau ada waktu.
7.Tanyakan itu kembali secara ringkas dan dapatkan jawaban. “ ya, tepat seperti itu! ” dari si sumber tadi.
8.Beritahu sumber kita, bahwa kita mungkin akan menelepon dia kembali untuk mengecek fakta-fakta yang dia berikan. Ingat hanya fakta bukan ucapan dia. Teleponlah, apabila memang ada yang hendak dicek ulang, pada saat kita hampir menyelesaikan tulisan hasil wawancara tadi. Jangan sebelum kita menuliskan atau pada saat hendak menuliskannya. Kita akan tambah bingung nanti, Karena si sumber (apalagi yang belum terbiasa bicara dengan pers) biasanya tak tentram dengan apa yang sudah disampaaikan kepada kita.
9.Kapan harus merekam wawancara ? bila ada waktu untuk mentranskip dan berita kita memerlukan kelengkapan urutan – urutan pertanyaannya. Biasanya rekaman sangat berperan kalau kita membuat tulisan dalam bentuk tanya jawab atau profil tokoh. Rekaman juga dipertimbangkan kalau si tokoh punya gaya bicara yang agak tidak umum. Perlu juga merekam kalau topik yang sedang kita gali bisa menjadi kontroversi. Tetapi pertimbangkan juga kelancaran wawancara. Ada sumber yang tidak betah kalau melihat alat perekam. Untuk kasus seperti ini, sebaiknya hindari saja rekaman dan gunakan keahlian kita mencatat.
10.Asumsi dari setiap wawancara adalah semua pernyataan si sumber kita ON THE RECORD. Kecuali kalau secara langsung pada beberapa bagian dari wawancara itu sisumber meminta OFF THE RECORD. Tapi sebelum kita setujui itu, cobalah untuk meyakinkan sumber kita. Yakinkan bahwa dia tak perlu takut kalau pernyataan yang dia minta OFF THE RECORD tadi tidak membahayakan dia apalagi kalau bagian itu menarik. Tetapi jangan berbohong, kalau kita bilang tidak berbahaya, itu harus benar – benar aman.
11.Kutipan langsung dari sumber kita, penting untuk berita kita. Dengan kutipan langsung pembaca seolah – olah mendengar langsung apa yang dikatakan oleh sumber. Kutipan juga meyakinkan pembaca bahwa kita hanya melaporkan secara obyektif. Tetapi ingat kutipan harus 100% akurat. Kalau ragu, tidak usai memakai tanpa kutip, uraikan saja. Mengubah kalimat dalam kutipan di bolehkan sejauh dengan pertimbangan tata bahasa.
12.Pastikan bahwa kutipan langsung memang menarik dan penting untuk di tulis dalam bentuk itu. Pastikan kutipan langsung tidak sekedar mengulangi apa yang sudah di uraikan sebelum atau sesudahnya. Buat apa hanya mengulang – ngulang saja.
13.Pastikan bahwa apa yang di ketahui oleh sumber kita seluruhnya diberiktahukan kepada kitadan kita mendapatkan pembenaran dari dia untuk memberitakan itu. Ada memang bagian dari wawancara yang disampaikan oleh sumber ke kita tetapi dia keberatan kalau kita beritakan. Itu namanya informasi Latar Belakang. Kalau kita sepakati itu, maka hormatilah kesepakatan itu. Ada lagi informasi yang kita tahu bahwa sumber kita tahu, tetapi dia tidak mau menyampaikannya ke kita dalam wawancara itu.


Persiapan Wawancara

Posted by Jammes 0 comments
Ada tiga cara mengumpulkan informasi untuk berita yang hendak kita tulis – riset, pengamatan dan wawancara. Dari tiga hal itu, wawancara adalah hal yang pa-ling penting. Wawancara bisa dilakukan dengan ber-temu langsung, dengan telepon dan sekarang sudah lazim wawancara lewat e-mail alias surat elektronik. Wawancara bisa dilakukan dalam beberapa kali per-temuan, atau hanya beberapa menit dengan beberapa pertanyaan, misalnya ketika kita meminta pendapat Menteri yang hendak bersiap berangkat di bandara.

Apapun bentuknya, hasil wawancara itu menjadi informasi penting dalam berita kita.
Berikut petunjuk praktis wawancara yang baik :
1. Jangan bertanya kepada Dian Sastrowardoyo, An-da berperan sebagai apa dalam film Ada Apa Dengan Cinta? Dijamin, dia akan pergi sebelum men-jawab apa – apa. Masih mendingan kalau cuma pergi. Kalau dimaki – maki, “Lo jadi wartawan goblok banget sih..!” rasanya bukan salah Dian. Artinya sebelum wawancara siapkan diri dengan informasi mendasar tentang orang yang hendak kita wawancara. Jangan menjadi keledai bodoh di depan sumber.
2. Persiapan membuat kita percaya diri dan bisa mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang baik. Itu bisa mengirimkan sinyal kepada sumber kita bahwa dia tidak bicara kepada reporter yang salah. Bacalah apa saja yang sempat dan ada tersedia. Tanyalah siapa saja yang tau tentang sumber kita itu. Sumber kita akan jadi tidak pelit bicara kalau kita tahu apa hobinya, prestasinya dan apa saja hal kecil yang membanggakan dia. “Rempah dan bumbu dasar untuk sebuah wawancara yang hebat adalah pengetahuan tentang sang sumber. Itulah yang membuat keakraban sang reporter dengan si orang yang di wawancarai,” kata Tom Rosentiel, Pengarang buku Sembilan Elemen Jurnalisme bersama Bill Kovach.
3.Apa tema wawancara kita? Dari tema itu kemudian kita berangkat menyusun daftar pertanyaan. Mungkin kita akan bilang, “Ah, nanti kan bisa keluar pertanyaan yang spontan.” Memang, tetapi ingat cara terbaik un-tuk memancing pertanyaan spontan adalah dengan mempersiapkannya terlebih dahulu. Dengan bekal pertanyaan hebat dalam daftar yang kita pegang, kita bisa santai saat berhadapan dengan sumber. Sebab kita yakin kita tidak akan lupa pertanyaan penting untuk berita kita yang bakal kelewatan.
4. Susun kalimat pertanyaan kita dengan kalimat yang netral. Jangan bertanya, “anda kan TIDAK PERNAH setuju dengan pemberantasan korupsi dengan hukuman mati?” lebih baik bertanya, “Bisa URAIKAN kenapa anda mengusulkan korupsi diberantas sistematis dan tahap demi tahap?” umumnya wanita berumur tidka nyaman mengungkapkan berapa usianya sebenarnya. Jangan tanyakan itu langsung. Lebih baik kalau kita bertanya dengan pertanyaan terbuka. Misalnya, kalau kita tahu Nia Daniati mengeluarkan album pertamanya tahun 1982, kita bisa tanyakan umur berapa waktu itu dia. Kalau dia menjawab, kita tinggal menambahkan selisih tahun dengan usia saat itu.
5.Pilih pakaian yang pantas. Bertemu seorang wali kota tentu beda tuntutannya atas penampilan kita dibandingkan kalau kita harus mewawancarai anak jalanan. Pokoknya ikuti saja kepatutan – kepatutan berpakaian. Wawancara dengan penggali pasir di pinggir sungai tidak harus pakai dasi kan?
6. Ini agak susah. Buatlah suasana wawancara itu tidak seperti wawancara, tetapi lebih sebagai percakapan. Tetapi Anda juga harus tetap menjaga percakapan itu terstruktur sesuai dengan informasi yang ingin anda dapatkan. Jangan larut terbawa percakapan yang tidak ada nilai informasinya.
7. Tunggulah sebentar sebelum mengeluarkan pena dan notes. Buat suasananya enak dan dilihatlah kesiapan sis umber. Ini menentukan jalannya wawancara selanjutnya.
8. Tataplah mata si sumber dan tunjukkan kita menyimak jawabannya, tesenyumlah karena senyum adalah pelumasnya kata – kata. Senyum membuat kita dan si sumber kita santai.
9. Ketika sumber kita bicara, mengangguklah atau ge-rakkanlah bahasa tubuh lainnya untuk menunjukkan ki-ta mengerti dan menyimak terus. Duduklah di ujung depan kursi dan jangan bersandar. Condongkan tubuh ke arah sumber.
10. Amati dan catat bahasa tubuh sumber kita, pakai-annya, kondisi fisiknya, karakternya yang khas dan caranya berinteraksi dengan orang – orang disekitar dia. Ini akan membantu kita melukis dengan kata – kata dalam berita kita nanti untuk dinikmati pembaca. Ada banyak hal menarik yang tak terucapkan, anda perlu mendeskripsikannya. Apakah lukisan di dinding kantor atau ruang tamu rumahnya? Dan hal lain yang menarik, amatilah .
11. Catat dengan tulisan yang pasti bisa kita baca lagi.
12.Matikan telepon genggam atau pasang sinyal getaran saja. Suara telepon akan sangat mengganggu kelancaran wawancara. Yakinkan bahwa saat itu yang paling penting bagi anda saat itu adalah bicara dengan sis umber. Lupakan saja telepon masuk, meski-pun dari presiden.

Apa Mengapa Wawancara

Posted by Jammes 0 comments
Kita tidak menulis dengan kata tetapi dengan informasi. Kata adalah simbol informasi dan tanpa informasi yang menarik kita tidak akan mampu menemukan kata – kata yang akan memikat pembaca.Menggali informasi yang menarik dan akurat, reportase suasana, detil konkret, opini para tokoh yang terlibat, fakta – fakta, dokumen sejarah, angka statistik adalah tugas reportase yang paling fundamental. Mereka bertugas mengumpulkan batu fondasi yang kokoh bagi sebuah tulisan.


Menggali informasi di lapangan bisa dikelompokan sebagai berikut: (1) Merekam suasana, laporan pandangan mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan perasaan.
(2) Wawancara, menggali opini seseorang atau menyerap background masalah dari pakar maupun tokoh kunci dalam suatu peristiwa atau suatu masalah.
(3) Riset, mengumpulkan data – data pendukung berupa bagan/gambar, dokumen resmi, angka statistik, kliping koran/majalah atau dokumen – dokumen sejarah.
Sebuah tulisan yang bisa memuaskan hasrat pemba-ca akan kelengkapan dan kejelasan umumnya di ba-ngun dari melalui ketiga kegiatan itu sekaligus (hasil dari seluruh penggalian itu disebut reportase). Bagai-manapun, wawancara adalah cara penggalian bahan yang paling penting.Berikut ini seluk beluk tentang wawancara, terutama untuk pemula.
Mengapa Wawancara ?

Wartawan mewawancarai orang – orang untuk meng-gali opini dan informasi factual tentang suatu peristiwa atau suatu masalah. Wawancara merupakan jalan pintas untuk memperoleh informasi. Sebab wartawan tidak selalu bisa memperoleh semua berita secara langsung sekalipun peristiwanya terjadi disekitarnya.
Disinilah perlunya dia melakukan rekonstruksi peristiwa ataupun masalah melalui saksi mata atau mereka yang terlibat. Dan karena wartawan juga bukan pakar, sering-kali dia perlu mewawancarai seseorang yang mempu-nyai pengetahuan dan minat terhadap sesuatu masalah secara mendalam.

Janji Wawancara
Umumnya wartawan membuat perjanjian terlebih dahulu untuk suatu wawancara. Wartawan menjelaskan jati diri-nya, media apa yang diwakili dan tujuan dari wawancara tersebut. Dengan begitu, sumber bisa mempersiapkan informasi yang diminta.
Wartawan lebih suka mewawancarai orang – orang penting, seperti direktur perusahaan atau petinggi biro-krasi, ketimbang bawahannya; sekretaris, asisten atau humas. Wartawan ingin selalu mewawancarai orang per-tama yang tahu persis tentang masalah, atau dengan pakar yang bisa dengan cepat menjawab semua per-tanyaan. Sebab, pembaca lebih memberi respek pada jawaban yang diperoleh dari sumber top atau tokoh yang terdekat dengan cerita.
Wawancara mendalam biasanya memerlukan setidak-nya satu atau bahkan dua sampai tiga jam. Wartawan biasanya menawarkan diri untuk mendatangi rumah atau kantor sumber. Sebab, jika sumber berada pada ling-kungan yang akrab terlebih di ruang pribadi yang tanpa gangguan dia akan merasa lebih sreg sehingga bisa menjawab dengan bebas.

Pertanyaan Cerdas
Mempersiapkan pertanyaan bagus adalah langkah terpenting dalam suatu wawancara. Sumber jarang memberikan informasi yang benar – benar baru kalau tidak ada dorongan, mereka juga tidak terlalu berminat mendiskusikan isu atau malu untuk berbicara jujur pada wartawan yang belum dikenalnya. Jadi wartawan mesti berupaya dengan berbagai cara agar sumber tergerak untuk bicara.
Dalam mempersiapkan sebuah wawancara mendalam, wartawan harus cukup waktu untuk memperoleh semua keterangan tentang sumber dan tentu saja masalah yang akan didiskusikan. Wartawan harus siap untuk menanya-kan pertanyaan yang tepat, cerdas dan dapat mengerti pertanyaan sumber.
Jika persiapan matang, wartawan tidak akan mem-boroskan waktu untuk menanyakan hal-hal yang tidak penting yang sudah dipublikasikan luas. Pertanyaan ko-nyol bisa membosankan dan mematikan minat sumber untuk bicara. Sebaliknya, jika wartawan mengetahui isu secara baik, sumber juga akan lebih percaya sehingga akan lebih bebas bicara. Tak banyak sumber yang mau diwawancarai oleh wartawa yang bodoh, salah – salah si wartawan justru diusirnya.
Dengan persiapan yang matang, wartawan akan lebih tangkas mengajukan pertanyaan follow-up. Terjadilah ping-pong yang lebih lancar, hidup dan spontan.
Wartawan yang kurang persiapan sering kehilangan informasi baru yang menarik dan penting. Mereka sa-ngat tergantung pada penjelasan sumber dan mungkin tidak bisa mendeteksi bias yang ditimbulkan sum-bernya. Wartawan tidak tahu apa yang mesti ditanya-kannya atau apa yang baru, penting dan kontroversial.
Kadang sumber akan mencari keuntungan dari keto-lolan si wartawan. Sumber menolak memberi jawaban masalah yang kompleks karena takut sipenanya tidak akan mengerti. Atau sumber akan mencoba meng-gunakan itu sebagai alat untuk melindungi diri dari ke-salahan yang dilakukan. Dengan mempersiapkan diri secara baik, wartawan akan lebih gampang menge-tahui kalau sumbernya enggan menyinggung topik yang dibicarakan atau hanya memberikan jawaban sepihak dari suatu masalah yang kontroversial.
Pewawancara yang baik akan menyusun daftar perta-nyaan berdasar urutan logis agar sumber bisa menja-wab secara berurutan pula berdasar jawaban perta-nyaan sebelumnya. ( Pada saat wawancara, wartawan bisa mengecek pertanyaan mana belum terjawab).
Pada saat kita mempersiapkan wawancara, tanyakan pada diri kita sendiri, apakah mungkin pembaca juga akan menanyakan pertanyaan serupa ? Disamping itu mana fakta – fakta yang baru, penting dan manakah yang kiranya paling disukai dan banyak diminati pembaca pada umumnya?

Melontarkan Amunisi
Pertanyaan adalah amunisi seorang pewawancara. Wartawan umumnya mengajukan pertanyaan penting terlebih dahulu, sehingga apabila kehabisan waktu yang tersisa hanya pertanyaan kurang penting atau pertanyaan paling peka yang mungkin menyebabkan sumber mengakhiri wawancara atau bahkan mengusir si wartawan.
Pertanyaan yang paling baik adalah pertanyaan yang cenderung pendek, singkat dan relevan. Disamping itu juga harus sangat khusus. Pertanyaan umum akan meng-hasilkan jawaban yang umum, generalisasi yang abstrak. Sementara pertanyaan yang khusus akan menda-tangkan jawaban yang khusus, fakta – fakta yang konkret dana detail. Seberapa luas? – dua henktar? Seberapa tinggi? – lima meter? Seberapa mahal – dua milyar dolar?
Sebaliknya reporter menghindari pertanyaan yang ha-nya bisa dijawab oleh sumber dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Reporter lebih mengingingkan tanggapan, ku-tipan yang berjiwa dan detail – detail yang penting dan konsekuensinya harus mengajukan pertanyaan yang mendorong sumber untuk memberi jawaban yang rinci. Reporter mungkin bisa meminta sumber untuk “men-diskripsikan” atau “menjelaskan” yakni dengan mena-nyakan “bagaimana” atau “mengapa” sebuah kejadian itu terjadi.
Jika perlu, reporter juga bisa meminta sumbe runtuk menunjukan dokumen atau angka statistik yang mendukung argumentasinya. Atau meminta sumber menggambarkan suatu bagan atau bahkan mempera-gakan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi.

Mengemudikan Wawancara
Sesudah merencanakan wawancara, reporter dapat datang tepat pada waktunya dengan menggunakan pa-kaian yang pantas. Keterlambatan dan penampilan yang kumuh atau tidak sopan menyebabkan sumber enggan menyediakan cukup waktu, informasi, mempercayai dan menghormatinya.
Reporter bisa memulai wawancara dengan ngobrol – ngobrol ringan untuk menjalin keakraban. Misalnya, tentang susuatu yang menarik secara umum atau me-nanyakan sesuatu hal yang menarik atau menanyakan hal – hal yang khusus di kantor atau di rumah sumber.
Reporter sebaiknya menempatkan sumber dalam hubungan yang lebih akrab sehingga sumber lebih enak menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Hal ini akan menjadi sangat penting manakala sumber tidak biasa menjawab pertanyaan wartawan.
Reporter harus bisa mengontrol wawancara. Mereka harus dapat menentukan mana hal – hal yang penting, sehingga dapat menarik sumber untuk mendiskusikan lebih lanjut. Jika sumber larut pada hal-hal yang bersifat umum saja, reporter harus menariknya dengan meng-ajukan pertanyaan yang khusus. Jika sumber keluar dari jaur topik, reporter dapat mengulangi pertanyaan lagi untuk mengembalikan pembicaraan pada topik semula.
Pewawancara yang baik juga harus menjadi pendengar yang baik. Mereka harus mendengarkan dengan sek-sama untuk meyakinkan bahwa sumber teah menjawab pertanyaan yang diajukan dan untuk meyakinkan bahwa dia telah memahami jawaban yang diberikan.
Reporter perlu meminta kepada sumber untuk mengulangi atau menjelaskan kembali jawaban yang kurang jelas. Jika sumber tidak berhasil memberikan jawaban yang penting, reporter harus mengajukan pertanyaan lanjutan.
Reporter mesti tanggap setiap si sumber mengemu-kakan suatu fakta–fakta baru yang relevan dengan cerita. Reporter mesti mengejarnya untuk mendapatkan detil yang penting kendati itu berada di luar penugasan atau pertanyaan yang telah dipersiapkan.
Reporter tidak perlu berdebat dengan sumber. Dia hanya perlu mendorong sumber untuk menjelaskan pendapatnya selengkap dan sejelas mungkin.
Reporter juga harus terlebih dahulu meneliti profil sumber berita, sehingga dapat mendiskripsikan dengan benar. Misalnya tinggi badan, berat badan, postur tubuh, rambut, suara, parfum yang dipakai, mimik, busana, perhiasan, rumah, mobil, kantor, dan keluarga dari sumber.
Reporter yang baik dapat menganalisa bahasa non-verbal sumbernya dan mengambil keuntungan dari isyarat yang tidak terkatakan itu. Bagaimanapun pola tingkah sumber ketika diwawancarai misalnya gerak kepala mungkin dapat menunjukkan bahwa dia sedang nervous, simpatik, marah, berbohong atau berkata jujur? Reporter yang berpengalaman dapat melihat reaksi fisik sumber terhadap pertanyaan yang susah dijawab dan mempertimbangkan respon ini dalam melanjutkan interview.

Sumber yang Sulit
Sebagian besar orang mau bekerja sama dengan reporter dalam sebuah wawancara. Namun, beberapa orang mengambil sikap yang bermusuhan atau menolak untuk berbicara dengan reporter. Tapi alas an yang paling sering mereka tidak percaya dengan wartawan.
Jika reporter berjumpa dengan sumber yang ber-musuhan ini, dia dapat mempelajari mengapa si sumber mempunyai perasaan seperti itu. Pertama-tama reporter dapat menjelaskan kebijaksanaan radaksional Batam Pos yang ingin selalu menulis secara akurat, berimbang dan mengharamkan amplop.
Reporter juga dapat meyakinkan sumber berita bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dengan berita yang akan dipublikasikan akan menguntungkan si sumber atau organisasi yang diwakilinya. Reporter juga bisa berargumentasi bahwa akan nampak jelek jika sumber menolak untuk mengomentari sebuah isu dari sudut pandangnya.
Jika itu tidak wajar juga, reporter yang sudah berpe-ngalaman dapat “memaksa” sumber untuk berkomentar. Yakni, misalnya dengan mengutip kata-kata dari orang lain atau klaim si sumber. Selain itu juga ada alternative lain, reporter bisa menjebak si sumber dengan me-nanyakan hal-hal yang sepele yang sepintas tidak relevan dengan masalah yang sebenarnya sehingga sumber terlena. Sumber akan terpancing untuk menjelaskan detil menurut persisnya. Jika semua jalan gagal, reporter bisa mengatakan pada sumber, bahwa dia bisa menemukan informasi serupa dengan sumber lain.

Mencatat atau Merekam?
Problem yang cukup serius lainnya khususnya bagi pemula adalah pencatatan. Jalan keluar terbaik adalah merekam wawancara (ini juga penting untuk mem-buktikan jika belakangan sumber mengklaim tidak per-nah diwawancara atau tidak mengatakan itu dan itu).
Namun tape recorder sering kali justru mengganjal wa-wancara. Rekaman juga menyulitkan reporter belaka-ngan melakukan transkip dan membuat laporan. Maka, jalan keluar optimal adalah merekam sekaligus menca-tat, ketika membuat laporan, dia bisa mengecek ulang ketelitian dengan memutar kembali rekamannya tanpa harus mendengarkan semua. Hanya sedikit reporter yang bisa menulis steno. Meskipun demukian, ada juga yang beberapa reporter bisa mengembangkan penyingkatan kata dengan caranya sendiri. Reporter dapat belajar untuk menyingkat kata-kata kutipan yang bagus dan coba mengingat pernyataan itu cukup panjang dan menulisnya kata per kata.
Jika pencatatan membuat sumber sungkan, reporter dapat menghentikannya. Reporter juga dapat menunjukkan atau membaca catatannya dihadapan si sumber. Segera stelah wawancara, reporter juga dapat memeriksa catatan ketika segala sesuatunya masih segar diingatan. Semakin lama dia menunda, semakin banyak yang dilupakan dan juga di lalaikannya.

Konferensi Pers

Bagi reporter, konferensi pers kurang bersifat eksklusif dibandingkan wawancara khusus. Orang yang bisa be-kerja sama dengan media, mengetahui lebih mudah me-ngecoh reporter melalui jumpa pers. Mereka dapat me-ngawali konferensi pers dengan pernyataan panjang menghabiskan banyak waktu. Jika setiap reporter tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pertanya-annya, mudah bagi sumber untuk mengelak. Dengan kata lain, konferensi pers sebaiknya dihindari, kecuali jika cukup penting untuk bisa dijadikan background information. Kejar sumber yang relevan setelah konfe-rensi pers usai dan tembak dengan pertanyaan spesifik.

Deskripsi dalam Reportase

Efek ’’Anda hadir disana’’memungkinkan pembaca terlibat dalam berita. Dan ini hanya bisa dicapai lewat diskripsi atau pelukisan. Reporter yang pandai akan me-mudahkan penulis menghidupkan cerita. Secara ringkas, deskripsi adalah ibarat daging yang mengisi rangka cerita.

Dibawah ini ada beberapa saran untuk wartawan :
1. Ingat bahwa anda adalah mata, telinga, hidung pembaca anda.
2. Wawancara subyek itu (misalnya seorang tokoh) dalam keadaan sewajarnya.
3. Kumpulkanlah catatan sebanyak – banyaknya yang anda bisa pakai.
4. Dalam menulis laporan, sebarlah deskripsi se-panjang cerita. Jangan dihimpun di satu bagian, ini akan memperenak arus pembaca.
5. Ambilah jalan tengah antara terlalu sedikit deskripsinya. Bila cerita tidak berhasil membuat anda “melihat” si subyek, tambahkanlah deskripsi.
6. meskipun reporter menjadi telinga, mata dan hidung pembaca, ia tidak boleh meremehkan otak pembaca dengan menyisipkan kesimpulan dan menafsirkannya sendiri.
7. Seorang reporter yang kurang hati-hati akan menggambarkan wanita dengan kata “cantik”. Banyak yang mungkin tidak setuju bila pembaca sendiri tidak melihat gambar wanita itu.Sebagai gantinya penulis mungkin bisa menghilangkan kata “cantik” dengan menggambarkan secara realistis bagaimana wanita itu. Misalnya, matanya yang besar menggambarkan pada wajah kuning langsat yang dihiasi rambut hitam memanjang. Dengan teknik ini, memberikan gambar konkret untuk membantu pembaca membayangkan wanita itu. Setelah menanamkan daya tarik wajah wanita itu (cantik) kepribadian wanita itu dengan kutipan yang efektif.


Tips Wartawan Mencatat

1. Persiapan secara matang. Jika kita memper-siapkan dengan benar, kita bisa mencatat de-ngan baik.
2. Gunakan singkatan dengan baik sehingga kita dapat mempergunakan didalam catatan kita. Ini akan banyak menyingkat waktu.
3. Loncatilah kata – kata kecil yang tidak ada artinya di dalam catatan kita.
4. Jika ada sesuatu didalam catatan kita yang kita anggap penting, berilah tanda. Juga berilah jarak dalam catatan kita pada pertanyaan yang belum terjawab sehingga kita tidak lupa bahwa kita ma-sih memerlukan informasi lagi.
5. Pada saat kita mencatat, cobalah untuk me-mikirkan bagian manakah yang penting. Ini akan mengarahkan pada kita informasi apalagi yang masih perlu kita gali.
6. Belajarlah untuk mendengarkan dan menulis ber-sama – sama. Jika kita mendengarkan sesuatu yang ingin kita tulis dan memperhatikan pem-bicara saat menulis, mungkin kita akan kehilangan suatu informasi yang lebih penting.
7. Jangan hanya mencatat sesuatu yang kita dengar saja. Gunakan mata kita juga. Bagaimanakah ek-spresi sumber ketika menjawab pertanyaan (ter-senyum atau cemberut) dapat diletakkan pada konteks yang berbeda.
8. Cobalah untuk tetap menulis pada saat kita me-lihat sesuatu (misalnya kepada sumber) jika kita ingin menulis, sementara masih tetap bisa me-nangkap ekspresi seseorang ini adalah keahlian yang tak ternilai.
9. Segeralah sesudah selesai wawancara, perik-salah lagi catatan kita dana yakinkanlah bahwa kita telah mengerti apa yang kita tulis. Sesuatu yang kita rasa sudah jelas, barang kali bisa menjadi kurang jelas seperempat jam kemudian. Jika kita mempunyai pertanyaan, cobaah untuk segera mencari penjelasan begitu selesai wawancara. Hal ini mungkin akan menemui kesulitan jika kita mengadakan wawancara lewat telepon.
10. Akhirnya, jika kita meliput peristiwa yang terjadi di luar ruangan, selalulah membawa pensil. Hujan akan merusak tulisan jika kita menggunakan pe-na.

Menulis Hasil Wawancara
Pada saat memulai hasil wawancara, reporter harus menguji kritis semua informasi yang telah diperolehnya, menentukan mana fakta yang paling baik dijadikan berita dan kemudian memusatkan perhatian pada masalah tersebut ( buanglah hal-hal yang klise ), kata yang terlalu sering dipakai, perulangan, masalah – masalah yang kurang relevan.
Biasanya ketika menulis laporan wartawan membu-kanya dengan alinea ringkasan dan kemudian melanjut-kan ceritanya dalam alinea selanjutnya. Semua informasi disajikan berdasarkan kepentingannya, bukan persis seperti apa yang diucapkan oleh sumber. Latar belakang masalah, diusahakan sedikit mungkin dan diletakkan dialinea paling akhir. Setiap reporter mempunyai gaya penulisan yang khas. Sehingga awal alinea tidak harus dimulai dengan menyebutkan nama sumber. Reporter untuk menghidupkan sumber dengan menyajikan kutipan – kutipan atau deskripsi. Pendek kata, hasil reportase yang baik ditulis secara lengkap, jelas dan akurat.

How get and How Write the News?

Posted by Jammes 4/28/2008 0 comments
Bagaimana seorang wartawan bekerja? Seorang wartawan tentu saja harus menguasai teknik jurnalistik seperti menulis berita, artikel, feature, wawancara, repor-tase. Menguasai bidang liputan dan menaati kode etik jurnalistik.


Seorang wartawan haruslah memiliki sifat dasar seperti sikap kritis, rasa ingin tahu yang besar, pengetahuan luas, pikiran terbuka dan pekerja keras dan cerdas. Apalagi, harapan dan kebutuhan masyarakat terhadap informasi, selalu meningkat. Ini yang disebut teori rising demand.
Menulis berita, yang secara sederhana diartikan sebuah peristiwa atau kejadian yang menarik dan dilaporkan. Alur peristiwa itu biasanya dilaporkan dengan konsep Who (Siapa) What (apa) Where (dimana) When (kapan) Why (mengapa) dan How (bagaimana) Rumusan ini biasa disingkat 5W + 1 H. Rumus ini bisa kita susun menjadi : Peristiwa APA, yang terlibat SIAPA, terjadi KAPAN dan DIMANA dan MENGAPA bisa terjadi dan BAGAIMANA kejadiannya.
Dalam menyusun sebuah berita, biasanya dipakai struktur piramida terbalik yang terdiri dari Judul, teratas berita (lead) isi atau tubuh berita dan ekornya atau penutup. Yang perlu mendapat perhatian serius, ada tiga syarat sebuah berita yang tidak boleh diabaikan yakni, akurasi, akurasi dan akurasi.
Koran adalah bisnis kepercayaan. Kalau wartawannya salah ketik, salah tulis, berita tidak akurat, salah menangkap maksud sumber berita, tidak berimbang dan fair, berita berat sebelah, maka Koran itu akan ditinggalkan pembaca. Sebab, pembaca sekarang pandai-pandai dan kritis.
Hasil kerja wartawan, selalu dievaluasi dalam rapat redaksi. Yang dipertanyakan, apakah wartawannya ber-jerih payah dan bekerja keras mendapatkan berita itu? Sebab, makin tinggi kerja keras dan jerih payah itu, makin tinggi pula penghargaan masyarakat dan pem-bacanya. Contohnya, berita-berita investigasi.
Selain itu, bagaimana sang wartawan menulis berita? Yakni berita yang luas, lancar, mengalir, runtut, tidak salahl, dan selalu dipelototi lead dan isinya. Menjadi wartawan itu juga berarti belajar terus menerus.
Setiap media, memiliki aturan tersendiri menetapkan layak tidaknya sebuah berita dimuat. Seperti majalah Tempo misalnya, berita baru dimuat kalau memenuhi standar layak Tempo. Bagi kami, juga memiliki kriteria berita yang layak muat. Antara lain, berita yang hangat, inromatif, ekslutif, unik, dramatik, berdampak luas bagi pembaca, baru, trend, ketokohan, angle lain dan punya misi.
Cara-cara mendapatkan berita antara lain melalui wawancara dengan sumber berita. Wawancara gunanya adalah bagaimana agar masyarakat merasa bercakap-cakap dengan sumber berita. Menulis wawancara, tidak dimaksudkkan semua, kecuali wawancara Tanya jawab, tetapi pernyataan khas dan mempertegas. Kalau wawancaranya jelek, bagaimana menulis berita bagus? Sedangkan reportase gunanya adalah agar bagaimana membuat pembaca seolah-olah melihat sendiri kejadian itu. Ini tergantung bagaimana kemampuan si wartawan mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang disaksikannya.
Ada dua cara lagi mendapatkan berita , yakni melalui riset atau studi kepustakaan sehingga sang wartawan bisa menyajikan data dan informasi serta table yang mudah dimengerti pembaca. Dan yang terakhir adalah berita investigasi. Cara kerja wartawan investigasi mirip dengan kerja seorang detektif yang secara pelan dan terus menerus mengumpulkan data dan fakta untuk mengungkap sebuah kasus. Berita investigasi adalah berita penyelidikan secara mendalam.
Kendati begitu, dalam perjalanannya, seorang wartawan selain dituntut bersifat general dalam arti tahu banyak hal juga seorang spesialis di bidang tertentu. Itu sebabnya, ada wartawan “dangdut” ada wartawan TNI, wartawan kriminal dan sebagainya. Artinya, ia jauh lebih paham menulis soal itu.
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan wartawan (dan ini sebagai tanda ia tidak profesional) misalnya salah tulis, salah kutip pernyataan, salah judul, salah menangkap maksud sumber berita serta mengabaikan prinsip keseimbangan (cover both side). Sebab, syarat dari sebuah berita adalah : akurasi, akurasi, akurasi. Seorang wartawan tidak boleh malu bertanya dan bertanya lagi. Tidak apa-apa kalu dianggap nyinyir. Setelah itu, ia belajar melontarkan pertanyaan cerdas dan bernas.
Seorang wartawan yang baik, harus punya perencanaan kerja dan kreativitas. Perencanaan yang bagus berarti telah menyelesaikan separo tugas Koran edisi besok. Kalau sudah punya perencanaan sama sekali. Maka, akan kita lihat wartawan yang makin banyak bertanya, makin ketahuan bodohnya.
Semangat seorang wartawan yang selama ini hanya berupa romantisme sebagai pekerja surat kabar, harus digeser menjadi semangat profesi. Bakat menjadi seorang wartawan memang penting. Tapi, modal bakat saja tidak cukup. Seorang wartawan juga harus memiliki kemampuan yang terukur dan sekolahan. Itu sebabnya, minimal seorang wartawan harus sarjana stara I.
Dalam Menjalankan profesinya, wartawan yang profe-sional memiliki landasan moral bersama yang disebut etik jurnalistik. Etik jurnalistik ini berfungsi untuk menjaga agar wartawan tetap terikat pada tujuan profesinya sebagai wartawan sehingga wartawan ia akan menjadi profesional. Kode etik lebih berstandar kepada hati nurani sang wartawan.
Langkah yang harus dilakukan sebagai wartawan profesional, pertama kali adalah mendapatkan berita dengan cara etis. Ia harus memperkenalkan dirinya sebagai wartawan sehingga sumber berita tahu, apa yang akan dikatakannya, akan dipublikasikan. Kecuali pada berita investigasi.
Seorang wartawan juga harus menghormati hal sumber berita seperti informasi off the record. Sekali melanggar kepercayaan ini, Anda akan kehilangan sumber berita selamanya. Prinsip keberimbangan, obyektivitas dan check and rechek perlu dilakukan untuk menjaga akurasi berita.
Wartawan bukanlah mahkluk istimewa dan kebal hukum. Ia selalu dibayangi oleh delik pers dan apabila menghakimi orang (trial by the press) dan azas praduga tak bersalah yang bisa mengantarkannya masuk ke dalam penjara. Maka dari itu, wartawan harus memahami Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers dan kode etik jurnalistik yang ditetapkan dan diawasi oleh Dewan Pers. Seiring dengan berkembangnya perusahaan pers, saya percaya, wartawan amatiran akan tersingkir dengan sendirinya.
Batu Fondasi Tulisan

Kita tidak menulis dengan kata tetapi dengan informasi. Kata adalah simbol informasi dan tanpa informasi yang menarik kita tidak akan mampu menemukan kata – kata yang akan memikat pembaca.
Menggali informasi yang menarik dan akurat, reportase suasana, detil konkret, opini para tokoh yang terlibat, fakta – fakta, dokumen sejarah, angka statistik adalah tugas reportase yang paling fundamental. Mereka bertugas mengumpulkan batu fondasi yang kokoh bagi sebuah tulisan.
Menggali informasi di lapangan bisa dikelompokan sebagai berikut: (1) Merekam suasana, laporan pandangan mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan perasaan.
(2) Wawancara, menggali opini seseorang atau menyerap background masalah dari pakar maupun tokoh kunci dalam suatu peristiwa atau suatu masalah.
(3) Riset, mengumpulkan data – data pendukung berupa bagan/gambar, dokumen resmi, angka statistik, kliping koran/majalah atau dokumen – dokumen sejarah.
Sebuah tulisan yang bisa memuaskan hasrat pemba-ca akan kelengkapan dan kejelasan umumnya di ba-ngun dari melalui ketiga kegiatan itu sekaligus (hasil dari seluruh penggalian itu disebut reportase). Bagai-manapun, wawancara adalah cara penggalian bahan yang paling penting.Berikut ini seluk beluk tentang wawancara, terutama untuk pemula.
Mengapa Wawancara ?

Wartawan mewawancarai orang – orang untuk meng-gali opini dan informasi factual tentang suatu peristiwa atau suatu masalah. Wawancara merupakan jalan pintas untuk memperoleh informasi. Sebab wartawan tidak selalu bisa memperoleh semua berita secara langsung sekalipun peristiwanya terjadi disekitarnya.
Disinilah perlunya dia melakukan rekonstruksi peristiwa ataupun masalah melalui saksi mata atau mereka yang terlibat. Dan karena wartawan juga bukan pakar, sering-kali dia perlu mewawancarai seseorang yang mempu-nyai pengetahuan dan minat terhadap sesuatu masalah secara mendalam.

Janji Wawancara
Umumnya wartawan membuat perjanjian terlebih dahulu untuk suatu wawancara. Wartawan menjelaskan jati diri-nya, media apa yang diwakili dan tujuan dari wawancara tersebut. Dengan begitu, sumber bisa mempersiapkan informasi yang diminta.
Wartawan lebih suka mewawancarai orang – orang penting, seperti direktur perusahaan atau petinggi biro-krasi, ketimbang bawahannya; sekretaris, asisten atau humas. Wartawan ingin selalu mewawancarai orang per-tama yang tahu persis tentang masalah, atau dengan pakar yang bisa dengan cepat menjawab semua per-tanyaan. Sebab, pembaca lebih memberi respek pada jawaban yang diperoleh dari sumber top atau tokoh yang terdekat dengan cerita.
Wawancara mendalam biasanya memerlukan setidak-nya satu atau bahkan dua sampai tiga jam. Wartawan biasanya menawarkan diri untuk mendatangi rumah atau kantor sumber. Sebab, jika sumber berada pada ling-kungan yang akrab terlebih di ruang pribadi yang tanpa gangguan dia akan merasa lebih sreg sehingga bisa menjawab dengan bebas.

Pertanyaan Cerdas
Mempersiapkan pertanyaan bagus adalah langkah terpenting dalam suatu wawancara. Sumber jarang memberikan informasi yang benar – benar baru kalau tidak ada dorongan, mereka juga tidak terlalu berminat mendiskusikan isu atau malu untuk berbicara jujur pada wartawan yang belum dikenalnya. Jadi wartawan mesti berupaya dengan berbagai cara agar sumber tergerak untuk bicara.
Dalam mempersiapkan sebuah wawancara mendalam, wartawan harus cukup waktu untuk memperoleh semua keterangan tentang sumber dan tentu saja masalah yang akan didiskusikan. Wartawan harus siap untuk menanya-kan pertanyaan yang tepat, cerdas dan dapat mengerti pertanyaan sumber.
Jika persiapan matang, wartawan tidak akan mem-boroskan waktu untuk menanyakan hal-hal yang tidak penting yang sudah dipublikasikan luas. Pertanyaan ko-nyol bisa membosankan dan mematikan minat sumber untuk bicara. Sebaliknya, jika wartawan mengetahui isu secara baik, sumber juga akan lebih percaya sehingga akan lebih bebas bicara. Tak banyak sumber yang mau diwawancarai oleh wartawa yang bodoh, salah – salah si wartawan justru diusirnya.
Dengan persiapan yang matang, wartawan akan lebih tangkas mengajukan pertanyaan follow-up. Terjadilah ping-pong yang lebih lancar, hidup dan spontan.
Wartawan yang kurang persiapan sering kehilangan informasi baru yang menarik dan penting. Mereka sa-ngat tergantung pada penjelasan sumber dan mungkin tidak bisa mendeteksi bias yang ditimbulkan sum-bernya. Wartawan tidak tahu apa yang mesti ditanya-kannya atau apa yang baru, penting dan kontroversial.
Kadang sumber akan mencari keuntungan dari keto-lolan si wartawan. Sumber menolak memberi jawaban masalah yang kompleks karena takut sipenanya tidak akan mengerti. Atau sumber akan mencoba meng-gunakan itu sebagai alat untuk melindungi diri dari ke-salahan yang dilakukan. Dengan mempersiapkan diri secara baik, wartawan akan lebih gampang menge-tahui kalau sumbernya enggan menyinggung topik yang dibicarakan atau hanya memberikan jawaban sepihak dari suatu masalah yang kontroversial.
Pewawancara yang baik akan menyusun daftar perta-nyaan berdasar urutan logis agar sumber bisa menja-wab secara berurutan pula berdasar jawaban perta-nyaan sebelumnya. ( Pada saat wawancara, wartawan bisa mengecek pertanyaan mana belum terjawab).
Pada saat kita mempersiapkan wawancara, tanyakan pada diri kita sendiri, apakah mungkin pembaca juga akan menanyakan pertanyaan serupa ? Disamping itu mana fakta – fakta yang baru, penting dan manakah yang kiranya paling disukai dan banyak diminati pembaca pada umumnya?

Melontarkan Amunisi
Pertanyaan adalah amunisi seorang pewawancara. Wartawan umumnya mengajukan pertanyaan penting terlebih dahulu, sehingga apabila kehabisan waktu yang tersisa hanya pertanyaan kurang penting atau pertanyaan paling peka yang mungkin menyebabkan sumber mengakhiri wawancara atau bahkan mengusir si wartawan.
Pertanyaan yang paling baik adalah pertanyaan yang cenderung pendek, singkat dan relevan. Disamping itu juga harus sangat khusus. Pertanyaan umum akan meng-hasilkan jawaban yang umum, generalisasi yang abstrak. Sementara pertanyaan yang khusus akan menda-tangkan jawaban yang khusus, fakta – fakta yang konkret dana detail. Seberapa luas? – dua henktar? Seberapa tinggi? – lima meter? Seberapa mahal – dua milyar dolar?
Sebaliknya reporter menghindari pertanyaan yang ha-nya bisa dijawab oleh sumber dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Reporter lebih mengingingkan tanggapan, ku-tipan yang berjiwa dan detail – detail yang penting dan konsekuensinya harus mengajukan pertanyaan yang mendorong sumber untuk memberi jawaban yang rinci. Reporter mungkin bisa meminta sumber untuk “men-diskripsikan” atau “menjelaskan” yakni dengan mena-nyakan “bagaimana” atau “mengapa” sebuah kejadian itu terjadi.
Jika perlu, reporter juga bisa meminta sumbe runtuk menunjukan dokumen atau angka statistik yang mendukung argumentasinya. Atau meminta sumber menggambarkan suatu bagan atau bahkan mempera-gakan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi.

Mengemudikan Wawancara
Sesudah merencanakan wawancara, reporter dapat datang tepat pada waktunya dengan menggunakan pa-kaian yang pantas. Keterlambatan dan penampilan yang kumuh atau tidak sopan menyebabkan sumber enggan menyediakan cukup waktu, informasi, mempercayai dan menghormatinya.
Reporter bisa memulai wawancara dengan ngobrol – ngobrol ringan untuk menjalin keakraban. Misalnya, tentang susuatu yang menarik secara umum atau me-nanyakan sesuatu hal yang menarik atau menanyakan hal – hal yang khusus di kantor atau di rumah sumber.
Reporter sebaiknya menempatkan sumber dalam hubungan yang lebih akrab sehingga sumber lebih enak menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Hal ini akan menjadi sangat penting manakala sumber tidak biasa menjawab pertanyaan wartawan.
Reporter harus bisa mengontrol wawancara. Mereka harus dapat menentukan mana hal – hal yang penting, sehingga dapat menarik sumber untuk mendiskusikan lebih lanjut. Jika sumber larut pada hal-hal yang bersifat umum saja, reporter harus menariknya dengan meng-ajukan pertanyaan yang khusus. Jika sumber keluar dari jaur topik, reporter dapat mengulangi pertanyaan lagi untuk mengembalikan pembicaraan pada topik semula.
Pewawancara yang baik juga harus menjadi pendengar yang baik. Mereka harus mendengarkan dengan sek-sama untuk meyakinkan bahwa sumber teah menjawab pertanyaan yang diajukan dan untuk meyakinkan bahwa dia telah memahami jawaban yang diberikan.
Reporter perlu meminta kepada sumber untuk mengulangi atau menjelaskan kembali jawaban yang kurang jelas. Jika sumber tidak berhasil memberikan jawaban yang penting, reporter harus mengajukan pertanyaan lanjutan.
Reporter mesti tanggap setiap si sumber mengemu-kakan suatu fakta–fakta baru yang relevan dengan cerita. Reporter mesti mengejarnya untuk mendapatkan detil yang penting kendati itu berada di luar penugasan atau pertanyaan yang telah dipersiapkan.
Reporter tidak perlu berdebat dengan sumber. Dia hanya perlu mendorong sumber untuk menjelaskan pendapatnya selengkap dan sejelas mungkin.
Reporter juga harus terlebih dahulu meneliti profil sumber berita, sehingga dapat mendiskripsikan dengan benar. Misalnya tinggi badan, berat badan, postur tubuh, rambut, suara, parfum yang dipakai, mimik, busana, perhiasan, rumah, mobil, kantor, dan keluarga dari sumber.
Reporter yang baik dapat menganalisa bahasa non-verbal sumbernya dan mengambil keuntungan dari isyarat yang tidak terkatakan itu. Bagaimanapun pola tingkah sumber ketika diwawancarai misalnya gerak kepala mungkin dapat menunjukkan bahwa dia sedang nervous, simpatik, marah, berbohong atau berkata jujur? Reporter yang berpengalaman dapat melihat reaksi fisik sumber terhadap pertanyaan yang susah dijawab dan mempertimbangkan respon ini dalam melanjutkan interview.

Sumber yang Sulit
Sebagian besar orang mau bekerja sama dengan reporter dalam sebuah wawancara. Namun, beberapa orang mengambil sikap yang bermusuhan atau menolak untuk berbicara dengan reporter. Tapi alas an yang paling sering mereka tidak percaya dengan wartawan.
Jika reporter berjumpa dengan sumber yang ber-musuhan ini, dia dapat mempelajari mengapa si sumber mempunyai perasaan seperti itu. Pertama-tama reporter dapat menjelaskan kebijaksanaan radaksional Batam Pos yang ingin selalu menulis secara akurat, berimbang dan mengharamkan amplop.
Reporter juga dapat meyakinkan sumber berita bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dengan berita yang akan dipublikasikan akan menguntungkan si sumber atau organisasi yang diwakilinya. Reporter juga bisa berargumentasi bahwa akan nampak jelek jika sumber menolak untuk mengomentari sebuah isu dari sudut pandangnya.
Jika itu tidak wajar juga, reporter yang sudah berpe-ngalaman dapat “memaksa” sumber untuk berkomentar. Yakni, misalnya dengan mengutip kata-kata dari orang lain atau klaim si sumber. Selain itu juga ada alternative lain, reporter bisa menjebak si sumber dengan me-nanyakan hal-hal yang sepele yang sepintas tidak relevan dengan masalah yang sebenarnya sehingga sumber terlena. Sumber akan terpancing untuk menjelaskan detil menurut persisnya. Jika semua jalan gagal, reporter bisa mengatakan pada sumber, bahwa dia bisa menemukan informasi serupa dengan sumber lain.

Mencatat atau Merekam?
Problem yang cukup serius lainnya khususnya bagi pemula adalah pencatatan. Jalan keluar terbaik adalah merekam wawancara (ini juga penting untuk mem-buktikan jika belakangan sumber mengklaim tidak per-nah diwawancara atau tidak mengatakan itu dan itu).
Namun tape recorder sering kali justru mengganjal wa-wancara. Rekaman juga menyulitkan reporter belaka-ngan melakukan transkip dan membuat laporan. Maka, jalan keluar optimal adalah merekam sekaligus menca-tat, ketika membuat laporan, dia bisa mengecek ulang ketelitian dengan memutar kembali rekamannya tanpa harus mendengarkan semua. Hanya sedikit reporter yang bisa menulis steno. Meskipun demukian, ada juga yang beberapa reporter bisa mengembangkan penyingkatan kata dengan caranya sendiri. Reporter dapat belajar untuk menyingkat kata-kata kutipan yang bagus dan coba mengingat pernyataan itu cukup panjang dan menulisnya kata per kata.
Jika pencatatan membuat sumber sungkan, reporter dapat menghentikannya. Reporter juga dapat menunjukkan atau membaca catatannya dihadapan si sumber. Segera stelah wawancara, reporter juga dapat memeriksa catatan ketika segala sesuatunya masih segar diingatan. Semakin lama dia menunda, semakin banyak yang dilupakan dan juga di lalaikannya.

Konferensi Pers

Bagi reporter, konferensi pers kurang bersifat eksklusif dibandingkan wawancara khusus. Orang yang bisa be-kerja sama dengan media, mengetahui lebih mudah me-ngecoh reporter melalui jumpa pers. Mereka dapat me-ngawali konferensi pers dengan pernyataan panjang menghabiskan banyak waktu. Jika setiap reporter tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pertanya-annya, mudah bagi sumber untuk mengelak. Dengan kata lain, konferensi pers sebaiknya dihindari, kecuali jika cukup penting untuk bisa dijadikan background information. Kejar sumber yang relevan setelah konfe-rensi pers usai dan tembak dengan pertanyaan spesifik.

Deskripsi dalam Reportase

Efek ’’Anda hadir disana’’memungkinkan pembaca terlibat dalam berita. Dan ini hanya bisa dicapai lewat diskripsi atau pelukisan. Reporter yang pandai akan me-mudahkan penulis menghidupkan cerita. Secara ringkas, deskripsi adalah ibarat daging yang mengisi rangka cerita.

Dibawah ini ada beberapa saran untuk wartawan :
1. Ingat bahwa anda adalah mata, telinga, hidung pembaca anda.
2. Wawancara subyek itu (misalnya seorang tokoh) dalam keadaan sewajarnya.
3. Kumpulkanlah catatan sebanyak – banyaknya yang anda bisa pakai.
4. Dalam menulis laporan, sebarlah deskripsi se-panjang cerita. Jangan dihimpun di satu bagian, ini akan memperenak arus pembaca.
5. Ambilah jalan tengah antara terlalu sedikit deskripsinya. Bila cerita tidak berhasil membuat anda “melihat” si subyek, tambahkanlah deskripsi.
6. meskipun reporter menjadi telinga, mata dan hidung pembaca, ia tidak boleh meremehkan otak pembaca dengan menyisipkan kesimpulan dan menafsirkannya sendiri.
7. Seorang reporter yang kurang hati-hati akan menggambarkan wanita dengan kata “cantik”. Banyak yang mungkin tidak setuju bila pembaca sendiri tidak melihat gambar wanita itu.Sebagai gantinya penulis mungkin bisa menghilangkan kata “cantik” dengan menggambarkan secara realistis bagaimana wanita itu. Misalnya, matanya yang besar menggambarkan pada wajah kuning langsat yang dihiasi rambut hitam memanjang. Dengan teknik ini, memberikan gambar konkret untuk membantu pembaca membayangkan wanita itu. Setelah menanamkan daya tarik wajah wanita itu (cantik) kepribadian wanita itu dengan kutipan yang efektif.


Tips Wartawan Mencatat

1. Persiapan secara matang. Jika kita memper-siapkan dengan benar, kita bisa mencatat de-ngan baik.
2. Gunakan singkatan dengan baik sehingga kita dapat mempergunakan didalam catatan kita. Ini akan banyak menyingkat waktu.
3. Loncatilah kata – kata kecil yang tidak ada artinya di dalam catatan kita.
4. Jika ada sesuatu didalam catatan kita yang kita anggap penting, berilah tanda. Juga berilah jarak dalam catatan kita pada pertanyaan yang belum terjawab sehingga kita tidak lupa bahwa kita ma-sih memerlukan informasi lagi.
5. Pada saat kita mencatat, cobalah untuk me-mikirkan bagian manakah yang penting. Ini akan mengarahkan pada kita informasi apalagi yang masih perlu kita gali.
6. Belajarlah untuk mendengarkan dan menulis ber-sama – sama. Jika kita mendengarkan sesuatu yang ingin kita tulis dan memperhatikan pem-bicara saat menulis, mungkin kita akan kehilangan suatu informasi yang lebih penting.
7. Jangan hanya mencatat sesuatu yang kita dengar saja. Gunakan mata kita juga. Bagaimanakah ek-spresi sumber ketika menjawab pertanyaan (ter-senyum atau cemberut) dapat diletakkan pada konteks yang berbeda.
8. Cobalah untuk tetap menulis pada saat kita me-lihat sesuatu (misalnya kepada sumber) jika kita ingin menulis, sementara masih tetap bisa me-nangkap ekspresi seseorang ini adalah keahlian yang tak ternilai.
9. Segeralah sesudah selesai wawancara, perik-salah lagi catatan kita dana yakinkanlah bahwa kita telah mengerti apa yang kita tulis. Sesuatu yang kita rasa sudah jelas, barang kali bisa menjadi kurang jelas seperempat jam kemudian. Jika kita mempunyai pertanyaan, cobaah untuk segera mencari penjelasan begitu selesai wawancara. Hal ini mungkin akan menemui kesulitan jika kita mengadakan wawancara lewat telepon.
10. Akhirnya, jika kita meliput peristiwa yang terjadi di luar ruangan, selalulah membawa pensil. Hujan akan merusak tulisan jika kita menggunakan pe-na.

Menulis Hasil Wawancara
Pada saat memulai hasil wawancara, reporter harus menguji kritis semua informasi yang telah diperolehnya, menentukan mana fakta yang paling baik dijadikan berita dan kemudian memusatkan perhatian pada masalah tersebut ( buanglah hal-hal yang klise ), kata yang terlalu sering dipakai, perulangan, masalah – masalah yang kurang relevan.
Biasanya ketika menulis laporan wartawan membu-kanya dengan alinea ringkasan dan kemudian melanjut-kan ceritanya dalam alinea selanjutnya. Semua informasi disajikan berdasarkan kepentingannya, bukan persis seperti apa yang diucapkan oleh sumber. Latar belakang masalah, diusahakan sedikit mungkin dan diletakkan dialinea paling akhir. Setiap reporter mempunyai gaya penulisan yang khas. Sehingga awal alinea tidak harus dimulai dengan menyebutkan nama sumber. Reporter untuk menghidupkan sumber dengan menyajikan kutipan – kutipan atau deskripsi. Pendek kata, hasil reportase yang baik ditulis secara lengkap, jelas dan akurat.


Anda Wartawan yang Baik?

Posted by Jammes 0 comments
Wartawan datang dan pergi tapi hanya sedikit yang goresan penanya dinanti orang. Jurnalis seperti (almarhum) Muchtar Lubis di Indonesia,Lilian Ross di Amerika atau Robert Fisk di Inggris selalu dirindukan pembaca antara lain karena kejujurannya, pembawaan-nya yang menyenangkan serta pikiran dan rasa keingin-tahuan mereka yang tinggi.

Wartawan yang baik hatinya jujur. Prinsip menghalalkan segala cara tak ada dalam kamus reportasenya. Dia berani independen, dianggap pariah dan dimusuhi orang karena tugasnya. Dia sadar akan kewajibannya meng-umpulkan dan menerbitkan informasi untuk kha-layak. Dia tak pernah mencuri-curi omongan dan bukan tipe orang yang gemar publisitas. Perkataan dan perbuatan-nya sama dan sejalan. Dia suka akurasi dan selalu mengecek fakta lebih dari sekali. Dia selalu berusaha melihat dua sisi dari sebuah kejadian.
Wartawan yang handal punya ketajaman akan berita. Dia tahu kapan dan dimana mencari berita, siapa yang akan diwawancarai, pertanyaan seperti apa yang mesti ditanyakan, bagaimana mengajukannya, dan bagai-mana memverifikasi hasilnya. Dia tahu bagai-mana mengerahkan indra pengamatannya; bisa melihat dan mendengar apa-apa yang didengar orang-orang di jalanan. Dia tahu, dalam sekali pandang, apakah orang di hadapannya bercerita apa adanya atau, sebaliknya, menyembunyikan sesuatu. Dia tahu cara menelusuri dokumen, membongkar file dan melacak setiap berkas. Dia tahu apa dan bagaimana melakukan investigasi, di bidang apapun. Dia telah menyerap keterampilan jurnalistik tertinggi: kemampuan belajar bagaimana untuk belajar. Dia seorang generalis dengan satu spesialisi: rasa ingin tahu.
Wartawan yang baik bekerja lebih dari sekadar melaporkan berita. Dia bisa menggambarkan, menjelaskan dan mengintrepertasikan keja-dian-kejadian kompleks dan persoalan pelik menyangkut orang per orang dan masyarakat secara keseluruhan. Dia, misalnya, bisa me-mahami persoalan hukum superpelik, mengerti detil teknis di bidang sains dan pertahanan militer, dan bisa menggunakan pan-dangan para ahli dan pakar untuk menjawab persoalan ekonomi dan politik – dan melakukan semua itu dengan cepat.
Wartawan yang baik tahu bahwa nyawa sebuah berita – tak peduli apapun mediumnya – terletak pada kejelasan tulisan: pendek dan kata-kata yang akrab, kalimat yang sederhana dan bahasa yang elok. Wartawan yang baik orangnya aktif. Dia terus membuka mata dan telinga Anda untuk berita. Dia gemar bepergian dan berkenalan dengan atau lingkungan baru. Andai saja dia berjas, orang mungkin menganggap dia seorang diplomat karena pembawaannya yang supel. Wartawan yang baik orangnya teguh dan menjunjung tinggi fakta. Ideologinya bisa dibaca dari tulisan-tulisannya: pembelaan terhadap kepentingan publik dan perlawanan atas segala bentuk ketidakadilan.
Dia tak mudah patah semangat dan mundur karena gangguan atau kesulitan selama bekerja. Dia selalu berhasil melawan gondaan untuk mencampurkan fakta dan opini sedemikian hingga dia bisa melaporkan sebuah kejadian sekalipun orang yang diliputnya itu dibencinya sampai liang kubur.
Wartawan yang baik tahu hukum. Dia tahu soal pencemaran nama baik, penghinaan persidangan, hak-hak parlementer dan keten-traman publik. Dia akrab dengan ruang persidangan dan senang memotret drama dan ketegangan yang terjadi di situ. Dia tahu aturan kepolisian sedemikian hingga dia bisa bekerja seperti detektif dan provos. Dia mewakili kepentingan publik dengan melaporkan hal-hal yang hanya ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat kebanyakan.
Wartawan yang baik cinta bahasa dan gemar membuka kamus. Dia hemat dalam kata — meyakini bahwa ketika akal meningkat, kata-kata menyingkat — dan suka hal-hal detail. Dia berani berperang melawan jargon dan kata sifat. Baginya, kata kerja, ibarat jendela; supaya pembaca bisa melihat, mendengar dan bahkan seolah hadir di tempat kejadian.
Tapi semua kualitas super itu, sejatinya, bukan eksklusif milik para jurnalis. Jurnalis bukan satu-satunya profesi yang secara konstan berhadapan dengan tenggat waktu. Jurnalis juga tidak memonopoli sifat teguh, berimbang dan objektif. Ada banyak profesi yang memerlukan kejelasan pemikiran dan tulisan. Jika semua kata-kata bijak jurnalis senior dan semua aturan reportase dan penulisan dapat disarikan dalam diktum untuk jurnalis, yaitu: laporkan berita dengan akurat dan tulis secara jelas.

Wartawan, Makhluk Apa Itu?

Posted by Jammes 0 comments
ABAD ini, kerap disebut sebagai abad teknologi infor-masi. Itu sebabnya, komunikasi dan jurnalistik menjadi penting. Sejak lama kita mendengar, siapa yang menguasai informasi, menguasai dunia. Nah, wartawan berada dalam dunia pers atau jurnalistik itu.


Sejak berkembangnya pers menjadi sebuah industri dekade 80-an, telah mengubah wajah pers nasional. Selain modal, teknologi canggih agar lebih cepat menyajikan informasi, perusahaan pers juga dituntut mempercanggih sistem manajemennya. Termasuk memikirkan peningkatan kualitas sumber daya wartawannya.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia
Pers berfungsi sebagai, media informasi, media pendidikan, media hiburan, sebagai kontrol sosial dan juga sebagai lembaga ekonomi. Peran pers memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Alangkah hebat dan mulianya seorang wartawan. Orang yang menjalankan kerja jurnalistik, disebut reporter, jurnalis atau yang paling umum adalah seorang wartawan. Nah, makhluk apa wartawan itu?

Wartawan pilihan bebas
Tidak ada alasan wartawan bersungut-sungut; pendidikan rendah, pendapatannya rendah. Sebab, wartawan adalah pilihan bebas dan tidak ada paksaan sese-orang jadi wartawan. Wartawan bukan profesi ‘pelarian’ atau ‘pekerjaan antara’ sebelum meloncat ke pekerjaan lain. Artinya, wartawan adalah medan pengabdian, panggilan, profesi sehingga dalam pekerjaan tidak dianggap sebagai beban. Sudah pasti, di dalam pilihan bebas terdapat sebuah risiko, baik atau buruk, sejahtera atau menderita. Wartawan sebagai pilihan bebas siap menghadapi risiko, bahkan menempatkan risiko yang bakal dihadapi sebagai tan tangan. Wartawan adalah sebuah profesi. Mereka yang ahli dalam sebuah profesi disebut (kaum) profesional.

Dihargai karena karya
Seorang wartawan dikenal dan dihargai masyarakat karena karya jurnalistiknya. Seorang wartawan bukan terkenal karena dia pemimpin di sebuah surat kabar, bukan karena pintar melobi, cari muka, atau pintar berpidato. Seorang wartawan akan dikenal, dihargai dan ber-martabat di mata masyarakat karena tulisan-tulisannya, berita-beritanya, karya jurnalistiknya.
Karya jurnalistik dapat berupa straight news, investigative reporting, indept news, reportase, human inte-rest news, artikel, foto, dan grafis. Sebagai wartawan profesional seharusnya dikenal dan dihargai orang lewat berbagai bentuk dan jenis karya jurnalistik itu, bukan karena hal lain.

Paham Profesi
Sudah pasti menjadi seorang profesional harus memahami pekerjaannya. Wartawan paham apa straight news, investigative reporting, indept news, reportase, human interest news, artikel, foto berita, dan grafis yang bernilai berita. Sebuah berita standar harus memenuhi syarat-syarat jurnalistik (5W + 1H), tujuan jurnalistik (memikat untuk dibaca), dan laku dijual (me-rangsang orang untuk membeli).

Paham Kebebasan Pers
Kebebasan pers ’beribu demokrasi berbapak’ kebe-basan berekspresi, mengeluarkan pendapat lisan mau-pun tulisan’’. Sulit membayangkan pemberantasan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tanpa adanya kebebasan pers. Sulit menegakkan prinsip-prinsip good governance dan clean government jika kebebasan pers dihambat. Sulit menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, serta melindungi hak-hak kaum minoritas tanpa kebebasan pers. Kebebasan pers bukan untuk orang pers, tetapi untuk masyarakat, untuk kelangsungan kehidupan yang bebas pada masyarakat yang demokratis.

Paham Berita
Berita bukan fiksi. Berita selalu berdasarkan fakta. Fakta terdiri dari fakta pribadi dan fakta publik. Berita selalu menyangkut fakta publik, bukan fakta pribadi. Fakta publik mencakup fakta empirik dan fakta psikologis.
Fakta empirik itu peristiwa riil terjadi; kebakaran, banjir, longsor, mati lampu, penggusuran, bencana alam, angin topan, pembunuhan, diskusi, seminar, lokakarya, de-monstrasi, atau gantung diri. Wartawan ‘haram’ me-ngabaikan atau tidak meliput fakta empirik, walau bukan pos liputannya. Wartawan ’haram’ menulis berita fakta empirik jika tak datang langsung ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Orientasi pada Masyarakat
Wartawan doyan berita ’kantor pemerintah sentris’ selalu mengutip pernyataan pejabat sebagai berita uta-ma, lebih cocok ’humas’ bukan wartawan. Wartawan harus mengetahui masalah kemasyarakatan, pemerintahan, pembangunan, politik, dan aspek-aspek ke-pentingan publik lainnya. Wartawan bukan pendengar setia semua ‘ocehannya’ tetapi harus selalu kritis, skeptis, dan terdorong untuk terus ingin tahu fakta di balik sebuah berita agar dapat mengem-bangkan ‘ocehannya’ menjadi sebuah berita yang bernilai jual tinggi.

Utamakan Data, Investigasi dan Analisis
Wartawan malu jika beritanya hanya berkisar pada ’talking news’. Harus lebih banyak menyajikan data, doyan melakukan investigasi dan akurat dalam menyajikan analisis sebuah persoalan.
Sudah bukan zamannya sebuah berita sekadar mem-beri informasi. Sebuah berita sudah selayaknya kaya informasi sekaligus memberi motivasi dan inspirasi, bahkan dapat menimbulkan empati bagi para pem-baca. Hanya dengan demikian karya jurnalistik men-jadi menarik, punya karakter, dan mampu membentuk fanatisme pembaca terhadap media. Jika hanya berkutat pada berita ‘’talking news’’, itu hanyalah ’wartawan kelas majalah dinding’.

Wajib Edit Ulang
Membaca dan mengedit kembali tulisan/berita yang sudah dibuat adalah keharusan. Ini untuk memastikan apakah berita yang ditulis sudah sesuai penugasan, memenuhi syarat-syarat jurnalistik, tujuan jurnalistik, dan laku dijual. Tidak mengedit ulang dan salah dalam pe-nulisan adalah wartawan ceroboh, pemalas dan suka mencelakakan diri sendiri.

Rajin Rapat dan Diskusi
Dunia liputan jurnalistik, kepentingan publik yang digali wartawan dan publik itu sendiri terus berkembang setiap saat. Rapat dan diskusi adalah wahana yang terbaik, murah dan cepat bagi wartawan untuk memahami dina-mika tersebut, selain itu harus pula rajin, rajin, rajin, dan rajin membaca buku.
Mereka yang malas melakukan rapat liputan, evaluasi dan proyeksi berita, tak suka berdiskusi untuk memperdalam sebuah liputan, ter-golong ‘’wartawan yang mati suri.’’ Mereka sesungguhnya adalah wartawan yang tidak mencintai pekerjaannya dan ‘’anti kemajuan’’.

Paham UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik
Harus memahami UU Pers dan KEJ beserta penafsi-rannya. UU Pers, KEJ dan penafsirannya harus menjadi ’buku saku yang Wartawan bawa kemanapun pergi. Lebih baik berita Wartawan agak ketinggalan dari pada tidak cover both side. Tetapi yang paling baik, Wartawan harus melakukan cover both side dan menebusnya dengan liputan yang lebih heboh dan lengkap pada edisi berikut. Wartawan harus menunjukkan kepada pembaca bahwa karena ‘’alasan profesional’’ Wartawan harus menggarap berita tersebut dari berbagai sisi, lengkap, tuntas, dan terpercaya.

Tak Pernah Puas
Dunia, realitas berita, sumber berita, iptek dan seni terus berkembang, tak pernah berhenti. Teknik liputan, penulisan dan peng-garapan berita juga terus berkembang. Tata letak, perwajahan, gra-fis, teknologi foto, percetakan dan manajemen penerbitan terus berkem-bang, tak pernah berhenti sedetik pun.
Wartawan akan sangat gampang ketinggalan, ’kuper’ (kurang pergaulan), ’telmi’ (telat mikir) jika menjadi war-tawan yang gampang puas. Dalam posisi apapun Wartawan sebagai wartawan tidak boleh gampang puas. Se-bab, gampang puas merupakan ‘’penyakit kronis’’ dalam profesi wartawan. Wartawan akan dilindas atau terlindas jika mengidap penyakit ini.

Tahan Banting
Menjadi wartawan banyak godaan. Yang paling berat adalah ujian untuk mehanan dari jerat kemiskinan. Wartawan boleh miskin materi tapi harus kaya, secara moril. Wartawan harus mempunyai kesa-baran yang tinggi, tahan banting untuk urusan ini. Wartawan harus menghargai dirinya sendiri, bahkan wajib memberi nilai harga yang tinggi. Tak gampang tergoda, sehingga ma-syarakat akan memberi hormat dan respek yang tinggi. Wartawan mendapatkan segala sesuatu, terutama uang, secara bermartabat.

Berpandangan Positif
Wartawan setiap hari berinterkasi dengan berbagai macam orang dari berbagai lapisan, status sosial, latar belakang, dan kepentingan. Harus melihat siapa saja dari perspektif positif. Wartawan tidak boleh meng-anggap remeh seseorang, meskipun jelas-jelas dia ada-lah seorang koruptor, misalnya, atau tersangka narkoba.

Berpikir Kritis
Wartawan tak boleh berhenti berpikir kritis. Ini adalah senjata utama untuk menjadi wartawan. Jika tentara bersenjatakan bedil, wartawan bersenjatakan pikiran kritis (pena, taperecorder, dan kom-puter hanyalah alat). Wartawan yang tidak mampu berpikir kritis, atau tidak terus melatih berpikir kritis, sebenarnya tidak mempu-nyai bekal yang cukup untuk menjadi wartawan profe-sional. Wartawan harus membiasakan diri dan mental untuk selalu berpikir kritis, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, tergerak untuk selalu menyelidiki segala se-suatu yang meragukan, sangsi terhadap segala sesuatu yang mencurigakan, tetapi wartawan tak boleh apriori terhadap sumber berita.
Suka Tantangan
Pekerjaan wartawan penuh tantangan, berlika-liku, penuh warna, juga gampang menjenuhkan. Wartawan harus melihat segala kemungkinan yang dilakukan wartawan sebagai sebuah tantangan. Banyak tuntutan untuk bisa menjadi seorang wartawan profesional, lebih banyak lagi tuntutan bagi seorang wartawan profesional yang tetap ingin eksis dan tak ketinggalan. Banyak konsekuensi dan tuntutan agar Wartawan tetap dapat menghasilkan karya jurnalistik yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat. Untuk bisa menggapai hal itu, kuncinya: Wartawan harus suka pada tantangan.
Bangga Jadi Wartawan
Menjalani profesi apapun, wartawan harus bangga. Tetapi kebanggaan sebagai wartawan bukan itu. Juga bukan karena menjadi warta-wan terbuka kemungkinan bertemu dengan gembel hingga presiden, juga bukan karena terbuka peluang untuk bisa keliling dunia seraya berjumpa dengan selebriti dunia atau ratu kecantikan sejagat. Kebanggaan seorang wartawan harus lahir atas pengakuan, respek dan penghargaan’’ masyarakat terhadap profesi dan karya jurnalistik kita. Wartawan bangga karena karya jurnalistiknya dapat menjadi faktor penting bagi terjadinya perubahan yang membawa kemajuan bagi kemanusiaan dan peradaban. Wartawan akan dikenang oleh banyak orang karena karya jurnalistik Wartawan telah memberi andil atau telah mengubah sejarah. Nah, Anda berminat menjadi wartawan?

Jurus Ampuh Jurnalis Tangguh

Posted by Jammes 0 comments
Tulisan ini, sebelumnya disiapkan dalam bentuk buku. Sejak menjadi wartawan, saya senang mengumpulkan tulisan yang berkaitan dengan jurnalistik. Ya, seperti pemulung. Kebetulan, teman saya Hasan Aspahani, juga punya koleksi tulisan jurnalistik yang lumayan. Siapa tahu, tulisan ini berguna buat Anda, terutama para jurnalis. Tulisan ini dikumpulkan dari berbagai sumber, baik melalui pelatihan yang saya ikuti maupun diambil dari berbagai penulis lainnya, serta diterjemahkan Hasan dari internet. Semoga bermanfaat.



KATA PENGANTAR

BUKU adalah brevet kehormatan dan mahkota seorang wartawan. Ada pula yang menyebutkan, jangan menyebut diri sebagai wartawan senior kalau belum pernah menulis buku. Kalau belum menulis buku, istilah yang lebih tepat adalah 'wartawan tua'.
Wartawan generasi awal, cukup produktif menulis buku pengantar jurnalistik. Namun belakangan, buku-buku yang ditulis para wartawan, lebih banyak berkisah tentang liputan di daerah konflik dan perang. Mulai dari kemelut di Filipina, Sarajevo, Afghanistan, konflik di Yerusalem hingga perang Irak.
Buku ini bukanlah sesuatu yang baru. Sebab, isinya hanya berupa catatan, malakah dan tulisan tentang jurnalistik yang dihimpun dari berbagai sumber. Jumlah media, baik media cetak maupun elektronik, bertambah banyak. Begitu pula jumlah wartawannya. Namun, pertambahan jumlah media dan wartawan tersebut, tidak sebanding dengan terbitnya buku-buku jurnalistik.
Gagasan menulis buku ini, tepatnya mengumpulkan tulisan yang berkaitan dengan jurnalistik, sederhana saja. Konon, jurnalistik lebih mudah ditularkan daripada diajarkan.Tulisan-tulisan, tips, makalah yang diberikan kepada wartawan sebagai upaya pencerahan dan in-house training, tidak terkumpul menjadi satu dan berserakan.
Paling tidak, buku lebih awet daripada kertas-kertas fotokopi tentang seluk beluk jurnalistik. Selain itu, perkembangan baru dalam dunia jurnalistik bisa dibandingkan dengan isi buku yang mungkin saja akan segera ketinggalan.

Program Saya Jadi Wali Kota (2)

Posted by Jammes 4/27/2008 0 comments
PERENCANAAN itu penting. Sebab, tanpa rencana, segala kegiatan yang dilakukan, tentu juga akan tanpa arah. Orang yang sudah punya rencananya, bisa saja dalam prakteknya tidak bagus. Apalagi kalau tidak punya rencana. Seumpama saya wali kota, jauh-jauh hari saya sudah menyusun rencana dan program kerja.

Program saya yang lain adalah menata kota. Batam yang sudah menjadi kota ruko, memang tidak artisitik dan terkesan kaku. Seluruh pemilik ruko atau penyewa, saya wajibkan mengecat ulang ruko. Sehingga tidak ada lagi kesan suram dan kusam.
Kalau perlu, saya bikin lomba. Ruko yang paling cantik dengan kombinasi warna paling menarik, dapat hadiah berupa uang pengganti seluruh biaya mengecat rukonya. Ruko tidak boleh dibiarkan terlantar pemiliknya sehingga merusak wajah kota.
Saya akan menindak warga yang melanggar Izin Mendirikan Bangunan. Juga akan mengecek, apakah ada tangga darurat, racun api dan hal-hal yang membahayakan jiwa warga saya terhadap bencana kebakaran.
Gorong-gorong dan drainase kota harus bersih sehingga saat hujan turun, air tidak meluber ke jalan. Parkir diatur dan tertib. Batam harus bebas sampah. Jalan memutar yang bikin macet ditutup agar pengemudi tidak belok sembarangan.
Meski sudah sulit mencari lahan kosong di tengah kota, saya akan bikin mini garden agar kota tidak terasa kaku dan gersang. Bisa jadi hanya berupa penataan beberapa tanaman di beberapa sudut strategis, dilengkapi bangku dan meja serta lampu hias untuk orang rehat sejenak dari rutinitas.
Pedagang kaki lima, yang selama ini dinilai membuat pemerintah sakit kepala, ditata sungguh-sungguh. Artinya, hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu. Pasar disediakan buat mereka dan tidak boleh berjualan di pinggir jalan. Buktinya, pasar pagi yang dinilai ilegal, saban pagi tetap ramai.
Para pedagang kecil itu, akan disediakan gerobak dengan desain khusus yang menimbulkan daya tarik tersendiri.Mereka boleh membayar dengan cara mencicil dan setelah itu, bisa menjadi milik mereka sendiri. Jadi, tidak ada lagi tempat berdagang yang dibuat sembarangan.
Para pedagang kaki lima ini, dibina dan dipantau setiap hari. Termasuk diberikan bimbingan untuk memperbesar skala usahanya. Termasuk mengenalkan mereka kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman modal usaha.
Meski akan berhadapan dengan berbagai pihak yang tidak suka dengan kebijakan saya, law enforcement akan saya tegakkan, sesuai ketentuan yang berlaku. Warga kota Batam harus disiplin. Sebab, dengan disiplin akan membuat warga menghargai waktu, menaati peraturan, tahu dan taat hukum serta menghormati hak orang lain.
Warga Batam haus hiburan, terutama untuk keluarga. Saya akan mendukung pengusaha swasta yang perduli dengan bisnis yang menyentuh segmen keluarga. Bisa taman safari, wisata alam dan pantai, water boom dan lain sebagainya. Meski investasinya besar, bisa berkembang untuk jangka panjang karena struktur penduduk Batam berusia produktif dan punya satu atau dua anak.
Saya juga akan membentuk tim dari beberapa karyawan kreatif yang merancang berbagai even baik domestik,regional maupun internasional. Sebab, dengan even akan menarik minat orang berkunjung ke Batam. Toh, selama ini Batam sudah punya nama dan menempati urutan ketiga nasional kedatangan wisatawan di republik ini.
Agar berbagai kegiatan tersebut waktunya tidak berbenturan, saya akan mengumpulkan semua pihak termasuk sponsor, agar memberikan jadwal kegiatannya, selama setahun ke depan. Kegiatan tersebut, akan dipajang di billboard utama kota agar bisa diketahui publik.
Semua partai politik, LSM, organisasi kemasyarakatan, akan saya kumpulkan dan membuat kesepakatan bersama, saat memasang atribut partai, spanduk, umbul-umbul tidak boleh merusak keindahan kota. Mereka tinggal menyerahkan atribut dan bendera ke Pemko yang akan membantu memasang dan membuka kembali secara teratur dan rapi.
Program lain yang akan menjadi perhatian saya tentu saja pendidikan. Sebab, Batam tidak mampu menampung ledakan murid setiap tahun. Bisa saja, ruko-ruko kosong, dimanfaatkan sementara untuk ruang kelas, agar tidak ada yang tidak bisa sekolah. Daripada kosong dan akhirnya rusak?
Saya tidak akan menjanjikan pendidikan dan kesehatan gratis. Lebih baik saya meningkatkan kesejahteraan guru dan paramedis dulu dan meminta mereka meningkatkan kualitas pelayanannya. Namun, pemberian beasiswa akan saya tingkatkan tiga kali lipat untuk mendorong siswa berprestasi. Saya tidak mau terjebak dengan janji-janji muluk, teryata hanya pepesan kosong belaka. Toh, belum tentu juga saya jadi wali kota kan?
Bisa jadi, Anda mengejek dan mencemooh saya sebagai orang yang terlalu percaya diri dan narsis. Tapi, biar sajalah. Toh, Anda juga tidak menunjukkan tanda-tanda mau memimpin Batam sebagai wali kota. Atau, bisa jadi ada anggapan ini hanya khayalan belaka. Soalnya, jangankan jadi wali kota, Anda kan belum pernah menjadi Ketua RT sekalipun.
Saya mengutip enam sikap orang yang paliung tidak efektif dari milis di internet. Yakni, kehilangan sikap. Orang-orang biasanya mendapatkan apa yang mereka harapkan dari hidup mereka. Harapkan yang terburuk, dan itulah yang akan Anda peroleh. Kedua, berhenti berkembang. Orang-orang adalah apa mereka adanya, dan ke mana mereka menuju disebabkan oleh apa yang ada di dalam pikiran mereka.
Ketiga, tidak memiliki rencana dalam hidup. Sebagaimana yang dikatakan oleh William Feather, penulis dari The Business of Life,"Ada dua jenis kegagalan: orang yang mempunyai rencana tanpa bertindak apa-apa, dan orang yang bertindak tanpa rencana apa-apa."
Keempat, tidak bersedia berubah. Beberapa orang memilih lebih baik berpegangan pada
apa yang mereka benci daripada memeluk apa yang mungkin lebih baik karena mereka takut memperoleh sesuatu yang lebih buruk.
Ketiga, gagal dalam berhubungan dengan orang lain. Orang-orang yang tidak dapat bergaul dengan orang lain mungkin tidak akan pernah bergerak maju dalam hidupnya. Keempat, tidak mau membayar harga kesuksesan. Jalan menuju sukses selalu menanjak. Setiap orang yang ingin memperoleh harus mengorbankan banyak. Dan yang keenam, penghargaan yang tertinggi untuk pekerjaan Anda bukanlah apa yang Anda dapat karenanya, tapi siapakah Anda jadinya olehnya. ***

Program Wali Kota Masa Depan

Posted by Jammes 4/23/2008 0 comments
Sebagai warga kota, saya memimpikan Batam menjadi kota yang hebat. Kota ini berpotensi jadi kota megapolitan dan dikenal secara global. Masyarakatnya dinamis. Kota ini diisi oleh orang-orang profesional, sejahtera dan modern. Inilah beberapa program saya, seandainya suatu saat saya menjadi wali kota Batam.

Sadar atau tidak, selama ini di Batam terjadi survival of fittes atau seleksi alam. Bagi yang kuat, bertahan dan berhasil meningkatkan taraf hidupnya. Sebaliknya, tak sedikit pula yang kalah, bangkrut dan akhirnya pergi meninggalkan Batam.
Biasanya, seorang calon wali kota wajib menyusun program yang akan dijualnya kepada pemilihnya. Programnya hebat-hebat. Ini untuk meyakinkan orang, agar memilih dia. Saya juga menyusun program, seandainya suatu saat saya terpilih sebagai wali kota.
Bedanya, program ini sederhana saja, tapi fokus. Kalaupun saya gagal jadi wali kota, calon-calon lain, atau wali kota terpilih, bisa mengadopsi program saya ini. Tidak apa-apa. Demi kebaikan kita bersama sebagai warga Batam. Jika calon lain itu jujur dan tidak plagiator, ia akan bicara dengan saya, bahwa ia menyadur gagasan saya. Jika tidak? Ya tidak apa-apa.
Apa saja program saya sebagai wali kota Batam? Pertama, membangun jalan raya. Sebab, jalan raya adalah urat nadi perekonomian. Jalan raya di Batam adalah wajah Indonesia yang menjadi etalase ke negara jiran. Bandingkanlah jalan di Singapura dan Malaysia dengan Batam. Sungguh kualitasnya beda jauh.
Lihatlah kualitas jalan protokol, dari bandara Hang Nadim sampai ke Nagoya. Penuh lubang, bekas tambalan dan bergelombang. Padahal, baru beberapa bulan diaspal ulang. Jalan yang tidak berkualitas, tidak hanya membuat ekonomi tersendat, juga menyebabkan banyak nyawa melayang.
Yang dituduh penyebab jalan rusak gara-gara hujan dan banjir menggenangi bahu jalan. Atau, alasan klasik minimnya anggaran. Sementara, banyak jalan dibangun tanpa gorong-gorong dan kendaraan berat bebas melenggang.
Jika saya jadi wali kota, saya akan bangun ulang jalan raya yang bersifat permanen dan memenuhi kebutuhan jangka panjang. Kendaraan dengan tonase yang melebihi daya dukung jalan, tidak boleh melintas sembarangan. Harus lewat jalur alternatif atau jalan tanah, agar tanah yang diangkut tidak berceceran di jalan.
Kedua, program lingkungan dan pengijauan total. Saya merindukan Batam yang nyaman, asri dan tertata. Banyak warga yang mengeluh, udara kota ini panas sekali dan membuat orang tidak betah berlama-lama di kota ini.
Selama ini, pemerintah--siapapun dia, baik Otorita maupun Pemko--tak perduli dan main babat saja. Tidak hanya menebangi pohon, hutan lindung dan bukit pun dibabat. Kalau saya jadi wali kota, stop semua tindakan yang tidak bersahabat dengan lingkungan.
Pernahkah Anda perhatikan tangan supir taksi. Banyak yang tangannya hitam sebelah. Kebiasaan para supir itu, menyetir sambil mengeluarkan tangan kanannya. Akibatnya, tangannya hitam dan belang diterjang terik matahari.
Saya akan keras dengan developer yang seenaknya menebang hutan dan mengambil tanah
perbukitan untuk timbunan. Yang melanggar, akan saya umumkan secara terbuka dan masuk daftar hitam pengusaha tak ramah lingkungan. Ini agar publik tahu dan tidak tertarik membeli rumahnya.
Janji-janji membuat fasilitas umum dan sosial, wajib dipatuhi. Drainase dan gorong-gorong, harus mereka bangun, agar kota ini tidak menjadi langganan banjir.Para pengembang, melalui REI harus menyisihkan sedikit keuntungan untuk program penataan kota.
Saya juga akan mengawasi pemotongan bukit dan penimbunan daerah rendah, lantaran kontur tanah di Batam yang berbukit-bukit. Termasuk reklamasi yang dilakukan pengembang. Sebab, reklamasi yang sembarangan malah mengakibatkan banjir lantaran buangan air ke laut makin jauh dan dataran rendah dan genangan air disulap jadi perumahan dan ruko.
Selain itu, setiap pasangan yang mau menikah, wajib menanam sepuluh pohon. Ini akan menjadi kado perkawinan mereka, melihat seberapa besar pohon itu tumbuh, sampai ke anak cucunya. Bisa dibayangkan, Batam menjadi hijau dan bersih. Kita tidak perlu khawatir global warning karena Batam sudah mengantisipasi sejak dini.
Saya akan menggandengn petani bunga, dan membiarkan mereka memanfaatkan row jalan dan buffer zone agar ditata sedemikian rupa sehingga Batam menjadi kota taman. Ini bukan karena saya sejak setahun lalu saya juga menjadi petani bunga di depan rumah saya. Setidaknya, saya membuka sedikit lapangan kerja, memperindah lingkungan dan warga pun senang.
Ketiga, program penataan pasar. Pasar induk, akan saya bongkar karena pedagang tidak memerlukan pasar seperti museum, cukup los-los untuk menggelar dagangan dan parkir yang cukup. Padahal, pasar yang dikelola swasta, cukup berhasil menarik pengunjung. Tentu ada yang salah dengan pasar-pasar yang sudah dibangun tapi gagal menjalankan fungsi tempat bertemunya pedagang dan pembeli. Nah, cukup tiga program dulu, setelah itu akan saya sampaikan kepada Anda program lainnya. ***

Wali Kota dan Rumus 5=2+2+1

Posted by Jammes 0 comments
Tidak mudah jadi wali kota di era reformasi dan Pilkada langsung ini. Selain modal uang dan tampang, juga harus punya perahu partai politik. Saat seseorang maju jadi calon, ia sudah didekati dan mendekati berbagai elemen masyarakat. Sehingga, kini dikenal rumus: 5 = 2 + 2 + 1. Dan saya tidak mau jadi wali kota seperti pola itu.

Artinya, lima tahun berkuasa, dua tahun balas budi, dua tahun cari uang agar balik modal dan setahun siap-siap untuk maju lagi. Pertanyaannya, apakah sang wali kota masih memikirkan dan berbuat untuk rakyat yang memilihnya?

SAAT seseorang maju jadi calon wali kota, ada dua arus yang akan mengapungkannya, dan bisa jadi akan menenggelamkannya. Yang pertama, investor politik. Mulai dari partai politik, tim sukses, tim kampanye, sampai ke tokoh-tokoh masyarakat seperti RT dan RW yang akan menjadi mesin pendulang suara.
Kedua, investor ekonomi. Mulai dari pengusaha, simpatisan, broker dan calo politik, hingga keluarga yang punya dana. Nah, pada saat ia menjadi wali kota, kedua arus besar tadi akan menagih janji, meminta imbalan proyek, serta berbagai keuntungan finansial berlipat ganda.
Jadi, jangan heran. Ketika wali kota baru dilantik, antrian panjang kedua arus ini segera mendaftar. Alasan klasik, menghadap pak wali kota. Lihatlah daftar tamu di kantor wali kota. Wacana calon independen, setidaknya bisa meminimalisir keharusan berhadapan dengan kedua arus besar itu tadi.
Saat menjelang pemilihan wali kota tiba, kasak-kusuk tim sukses dan kelompok-kelompok kepentingan, segera meruap. Beberapa calon yang tadinya berminat maju ke bursa pemilihan, banyak yang kandas di tengah jalan dengan berbagai alasan. Yang paling sering menjadi sandungan adalah keterbatasan uang dan tidak punya perahu partai politik yang mengusungnya.
Saat-saat terakhir, calon potensial itu tadi harus menyingkir lantaran tak punya cukup uang menyetor untuk mengisi pundi-pundi pentolan partai. Atau karena tidak menemukan pasangan yang tepat karena kartu truf di tangan partai. Apalagi, energinya sudah terkuras menjelang babak penentuan siapa calon yang akan diusung.
Beberapa hari ini, saya berdiskusi dan berdebat dengan beberapa teman di Graha Pena, soal keinginan saya mencalonkan diri sebagai wali kota. Seperti Senin (21/4) sore, saya berdebat dengan Ngaliman, calon anggota KPUD Batam, Taman Tamba aktivis Angkatan Muda Partai Golkar, dan Jamil yang pernah menjadi rekdaktur opini dan menyusun buku soal pencalonan wali kota.
''Saya dukung Anda sekarang, tapi nanti belum tentu,'' kata Tamba. Secara politis, ia ingin menegaskan, begitulah politik. Ia menyarankan agar saya mendekati partai tertentu. Itulah masalahnya. Saya tak pernah aktif di partai. Tamba termasuk yang sangat percaya kekuatan partai sebagai mesin politik.
Ngaliman lain lagi. Ia menganjurkan agar saya membangun akses yang luas dan nanti akan menjadi kendaraan saya mendulang dukungan. Ia menekankan, perlunya nilai jual seseorang agar dilirik partai. Sedangkan Jamin, lebih memposisikan diri sebagai penhamat dan melihat kemana arah pembicaraan mengalir.
Mungkin saya terlalu percaya diri. Belum apa-apa sudah mencalonkan diri. Tapi, itu lebih baik agar orang lain tahu, apa yang ada dalam pikiran saya. Jika orang lain memilih menahan diri agar tidak menjadi sasaran tembak, sebaliknya, penolakan terhadap keinginan saya menjadi wali kota, akan menjadi latihan jangka panjang. Sekecil apapun penolakan itu.
Yang meragukan kemampuan saya, sudah terbaca dari usulan agar saya cukup jadi wakil saja. Saya tidak mau. Saya mau jadi wali kota, satu periode saja. Waktu lima tahun cukuplah untuk berbuat sesuatu untuk masyarakat Batam. Hasan Aspahani membesarkan hati saya. ''Dulu, kita tahulah siapa orang-orang yang maju ke bursa pemilihan itu. Tapi, ternyata mereka bisa. Malah, George Bush punya blog sehingga orang bisa membaca pikiran dan gagasannya,'' katanya.
Politik memang pas dilambangkan dengan Dewa Janus, dewa bermuka dua yang menghadap ke kiri dan ke kanan. Artinya, politik memang ibarat dua sisi mata uang dan sama dengan sifat manusia. Ada benci, ada cinta. Ada konflik, ada kerjasama. Ada rindu dan ada dendam.
Mereka yang benci politik, sering mengatakan bahwa politik itu kotor. Tapi, mereka yang lain mengatakan, dengan politik mengatur negara dan mencapai tujuan bersama. Politik memang paradoksal.
Partai bisa digunakan untuk mesin untuk mencari dan menjalankan kekuasaan, bisa pula dipakai untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Tidak heran, ada yang memilih berada di luar partai, ada pula yang masuk ke dalamnya. Jabatan wali kota adalah jabatan politis. Sehingga, untuk menggapainya, diperlukan langkah-langkah politik. Misalnya, mencari dukungan sebanyak mungkin, menggunakan kekuatan partai, membentuk tim sukses dan sebagainya.
Saya, sejauh ini tidak melakukan apa-apa. Keinginan menjadin wali kota, baru sebatas melontarkan gagasan kepada Anda di blog ini.
Secara akademis, saya paham politik. Sebab, saya memilih mendalami sosiologi politik. Secara teori dan analisis, saya menggunakan pendekatan para pakar dan kepekaan terhadap data dan fakta di lapangan. Sampai saat ini, saya belum tertarik masuk ke partai politik.
Artinya, keinginan saya menjadi wali kota, hanya keinginan berbuat sesuatu untuk kemajuan dan kemaslahatan masyarakat di Batam. Yang jelas, saya sudah menyatakan keinginan saya. Setuju atau tidak, mendukung atau tidak mendukung, bahkan abstain sekalipun, terserah Anda....***

Wali Kota Masa Depan

Posted by Jammes 4/21/2008 2 comments

Tulis Ringkasan Postingan Anda

Tulis Akhir Postingan Anda