Shakespeare, Namaku Socrates...

Posted by Jammes 3/25/2008 1 comments

APALAH arti sebuah nama, kata Shakepeare, pujangga Inggris. Tapi, kini nama tidak hanya sebuah identitas, juga merek alias brand yang sangat mahal. Pantaslah ada orang meniru nama atau merek tertentu.
Saya tidak punya kuasa menentukan nama sendiri. Sejak lahir, nama saya Socrates.Saat saya mulai menyadari nama itu, saya protes, kenapa saya diberi aneh seperti itu. Sampai saya berusia 15 tahun, saya tidak akrab dengan nama saya sendiri.

Saat di SMP, Ibu Upik, seorang guru yang jengkel dengan kebandelan saya, mengusulkan di depan kelas agar nama saya diganti. Namamu ganti Muslim saja,'' katanya. Saya malu dan mulai berpikir mengganti nama saja.
Sejak itu, pernah berhari-hari saya memikirkan, bagaimana caranya ganti nama. Apa perlu pergi ke pengadilan. Tapi, siapa yang akan saya mintai tolong untuk proses ganti nama? Mau mengadu ke orang tua, saya tak berani.
Tanpa diminta, ibu saya menjelaskan, nama saya pemberian kakek, seorang pejuang yang pernah dibuang Belanda ke Boven Digul. Apalagi, dari empat saudara, hanya nama saya yang aneh dan antik. Abang saya Dideng dari asal kata Daeng, kakak perempuan saya Corry Herlinda dan adik saya Selvia Havira.
Namun, saya menduga, ibu saya memberi nama ini setelah ia membaca buku Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain karangan Dale Carnegie. Salah satu babnya berjudul: Rahasia Socrates, filsuf Yunani Kuno itu.
Masalah nama muncul ketika saya mulai kuliah. Dosen Bahasa Inggris, menertawakan nama saya di depan kelas. Saya marah. Saya bilang, nama Anda juga bukan nama Indonesia asli. Namanya Yosefino. Akibatnya, nilai saya jeblok. Saya menduga, dosen itu marah karena saya mengkritik dia setelah dia mengejek saya.
Suatu hari, saya pergi ke pustaka. Karena sudah biasa ke sana, saya langsung ke rak buku. Seorang bapak memanggil saya dan berkata,'' Hei, isi buku tamu dulu.'' Ops, saya lupa. Lalu menulis nama di buku tamu. Ia tampak heran. Lalu meminta saya memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk.
Setelah diamatinya, bapak itu berkata,'' Saya kira kamu tadi main-main.'' Setelah itu, ia jadi ramah dan menawarkan mencarikan buku yang saya perlukan. Sejak awal dia minta KTP saya, saya sudah menduga, pasti ada masalah dengan nama saya.
Begitulah. Saya jadi terbiasa jadi bahan gunjingan soal nama. Mereka tertawa-tawa dengan nada mencemooh. Saya jadi agak senang ketika di televisi nama Socrates yang pemain sepakbola Brazil dan juga dokter gigi itu, dikenal dimana-mana. Tapi, tidak ada yang mengait-ngaitkan nama saya dengan dia. Berarti, ada tiga orang yang senama dengan saya di dunia, pikir saya.
Jujur saja, kadang saya merasa minder bernama Socrates. Apalagi, filsuf Yunani itu mati minum racun. Sejak tahun 1989 saya menulis opini di koran, banyak yang menyangka saya memakai nama samaran. Ada juga yang kaget, ternyata saya memakai nama asli.
Tapi, nama ini teryata juga membawa berkah. Orang sering ingat nama saya, karena aneh, unik dan gampang diucapkan. Pendek kata, nama saya jadi terkenal, he..he..Kadang orang mengejek nama saya dengan menyebut Plato atau Aristoteles.
Celakanya, saya yang sering lupa nama seseorang. Sambil ngobrol dengan orang itu, saya berusaha keras mengingat-ingat siapa namanya. Kalau kebetulan ada teman lain lewat, saya sengaja perkenalkan agar saya tahu nama lawan bicara saya.
Jadi wartawan membuat saya banyak teman. Biarlah orang mengejek saya, karena lama-lama saya jadi kebal dengan pertanyaan kenapa nama saya Socrates. Seorang wartawan televisi Jepang yang saya dampingi meliput di Batam juga bertanya,'' Why do you name Socrates?
Saat mau menikah di Palembang, istri saya cekikikan lantaran Ketua RT yang mengurus surat pernikahan kami salah menyebut nama saya. Ia memanggil saya Skuter! ''Itulah, namanya susah sekali disebut wong Palembang,'' kata istri saya tertawa-tawa.
Pernah saya dan istri diskusi main-main soal nama saya. Saya mau menambah nama belakang saya dengan marga Batak. Kata istri saya, mungkin yang cocok Socrates Purba, karena nama saya jadul alias jaman dulu. Kalau pakai gelar Minang, juga kurang pas. Misalnya, Datuk Paduko Socrates.
Sampai saat ini, nama saya tetap jadi bahan gurauan dan olok-olok. Di kantor, beberapa karyawan diam-diam mengganti nama saya Syukro. Ada juga teman di Surabaya kalau menelepon memanggil saya Haji Muhammad Socrates.
Tapi, akhirnya saya pasrah saja dengan nama ini. Sebab, banyak juga yang menduga, saya ini pintar karena nama itu. Yang saya sadari, nama saya memang tidak Islami. Saya juga beruntung, orang tidak menambah-nambahi embel-embel di belakang nama saya. Seperti yang sering terjadi dengan nama Edy, Dewi, Andi dan nama-nama pasaran lainnya. Ternyata, nama sangat berarti. Paling tidak buat saya. ***

1 comments:

Bangsari said...

saya punya nama arab, tapi juga sering terjadi masalah. terutama yang sifatrnya lebih ke penulisan administratif.

Post a Comment