Sinergi & Interaksi Pers dengan Pemerintah Daerah

Posted by Jammes 7/05/2008 0 comments
Pemerintah dibentuk sebagai produk demokrasi untuk mensejah-terakan rakyat, yang dapat saja menyalahgunakan kekuasaannya dan karena itu harus dikontrol produk demokrasi lain, yakni parlemen. Namun, keduanya bisa saja tidak harmonis dan dapat merugikan rakyat, karena itu keduanya harus dikontrol oleh alat demokrasi lain yang bernama: Pers.
Walter Lipman)



Pemerintah merupakan produk demokrasi yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Tugasnya melindungi, melayani dan mensejahterakan rakyatnya. Pers sebagai alat demokrasi dan hidup bersama rakyat, seperti halnya pemerintah, juga mengabdi kepada rakyat karena rakyatlah pemilik kedaulatan. Pemerintah dan pers harus bersinergi demi rakyat.
Pers dituntut harus mampu memberdayakan pemerintah dan rakyat sesuai hukum dan etika pers. Pemerintah dan pers harus sama-sama profesional melaksanakan pengabdian kepada bangsa dan negara.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme menyebutkan, jurnalisme hadir untuk membangun kewargaan (citizenship). Jurnalisme ada untuk memenuhi hak-hak warga negara. Jurnalisme ada untuk demokrasi.


PERUBAHAN PARADIGMA
Secara historis, hubungan pers dan pemerintah mengalami perbedaan paradigma. Pada era orde lama dan orde baru, pemerintah mengontrol dan mengendalikan pers, menerapkan UU Pokok Pers No 11/1966 dan bisa mencabut SIUPP dan Dewan Pers tidak independen.
Pada era reformasi, pers yang mengontrol pemerintah dan pemerintah tidak berwenang mengintervensi pers. Penerbitan pers tidak memerlukan izin, dan Dewan Pers independen. Kemerdekaan pers dikukuhkan dalam UU Pers No 40/1999.
Refomasi juga membawa perubahan dalam pemerintahan. Dari sentralisasi ke desentralisasi dan berkembangnya demokratisasi serta otonomi daerah. Perubahan ini merupakan amanat konstitusi, runtuh-nya kekuasaan otoriter dan lahirnya sistem multi partai politik dan me-nguatnya penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Mari kita lihat perubahan yang terjadi dalam pemerintahan dan pers sejak reformasi. Dari tahun 1999 hingga 2004, perkembangan otonomi daerah telah melahirkan tujuh (7) provinsi baru, 114 kabupaten baru dan 27 kota baru. Satu di antara tujuh provinsi itu adalah Kepulauan Riau.
Sampai saat ini, pemerintah pusat dan DPR RI masih memproses kemungkinan lahirnya 21 provinsi baru, 85 kabupaten dan 7 kota baru. Konsekuensinya, pemekaran daerah ini melahirkan elit pemimpin daerah yang baru, yang dipilih melalui pemilihan langsung. Baik sebagai eksekutif maupun legislatif.
Sejak reformasi, pers juga tumbuh sangat pesat. Lihatlah angka ini. Pada tahun 1997 hanya ada 289 perusahaan media. Pada tahun 1999 melonjak menjadi 1.687 perusahaan media. Namun pada tahun 2005 tinggal 829 perusahaan media (surat kabar harian, tabloid, surat kabar mingguan, majalah dan buletin).
Penelitian Serikat Penerbit Suratkabar tahun 2006, dari sebanyak 829 media cetak tersebut, hanya 30 persen yang sehat secara bisnis yang diukur dari sirkulasi dan iklan. Yang tidak sehat indikatornya, gaji minim, tidak cukup modal, perusahaan dan wartawannya tidak berkom-peten.
Tahun 1997 hanya ada 6 stasiun televisi. Tahun 1999 menjadi 11 stasiun televisi dan tahun 2005 menjadi 65 stasiun televisi. Begitu pula radio. Tahun 1997 sebanyak 741, tahun 1999 menjadi 1.111 dan tahun 2005 sebanyak 2000 stasiun radio.
Organisasi wartawan juga bertambah. Dewan Pers menyebutkan, pada tahun 2004 ada 50 organisasi wartawan di Indonesia. Pada tahun 2006, tinggal 27 organisasi wartawan. Pada tanggal 14 Maret 2006 sebanyak 27 organisasi wartawan menyusun standar organisasi warta-wan. Hasil verifikasi Dewan Pers, ternyata hanya tiga organisasi warta-wan yang memenuhi standar, yakni PWI (14.000 anggota) AJI (500 anggota) dan IJTI (600 anggota).

MEDIA LOKAL

Di Kepulauan Riau, perkembangan media massa juga cukup pe-sat. Sebelum tahun 1998, media cetak yang beredar di Kepri adalah media dari Jakarta dan kota lain, seperti Riau Pos (Pekanbaru) Waspada (Medan), Singgalang (Pa-dang) dan Sumatera Ekspres (Palembang).
Era koran lokal dimulai dengan terbitnya Sijori Pos 10 Agustus 1998. Setelah itu, berturut-turut terbit Batam Pos, Lantang, Sijori Mandiri, Posmetro Batam, Batam News, Tribun Batam dan Media Kepri. Belasan koran mingguan dan majalah juga terbit di Batam, Tanjungpinang dan Natuna.
Jika sebelumnya dikenal istilah koran nasional, otonomi daerah juga mendorong tumbuh berkembangnya koran-koran lokal dan berkembang apa yang disebut commmunity newspaper. Koran-koran Ja-karta sering menyebut dirinya koran nasional. Namun, belakangan ko-ran-koran Jakarta mulai menerbitkan koran daerah dan suplemen daerah.
Fakta pers lokal menunjukkan, umumnya koran-koran lokal ini bisa eksis lantaran termasuk dalam jaringan kelompok usaha penerbitan. Contohnya, Jawa Pos Grup kini memiliki 99 media cetak dan 8 televisi lokal dengan total 137 perusahaan. Jawa Pos National Network (JPNN) dan Jejaring Televisi Lokai Indo-nesia untuk televisi. Begitu pula Riau Pos Grup yang berada di bawah payung Jawa Pos Grup, kini terdiri dari 19 perusahaan yang tersebar mulai dari Pekanbaru, Batam, Padang, Medan dan Aceh.
Pers lokal ini menghadapi tantangan cukup berat. Antara lain, tiras atau oplahnya kecil,lambat beradaptasi dengan tren pasar, bingung membidik segmen pasar, SDM dan teknologi lemah dan sebagainya. Akibatnya, lebih banyak pers lokal yang mati dan berhenti terbit daripada yang bertahan hidup.
Pendapatan iklan, sangat tergantung dari belanja pemerintah daerah. Baik iklan ucapan selamat maupun advertorial dari dinas dan instansi pemerintah. Kebanyakan sulit menggarap iklan kolom dan display dari dunia usaha lokal.

PERAN PERS

Sistem desentralisasi dan otonomi daerah menyangkut hak kedaulatan rakyat sehingga daerah berpeluang memanfaatkan segala potensi dan membangun daerahnya demi kesejahteraan rakyat dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.
Seiring dengan itu, konstitusi memerintahkan agar akses informasi harus terbuka dan menghormati kebebasan pers. Pers juga harus meningkatkan perannya mendorong pembangunan di daerahnya.
Bagaimana hubungan dan interaksi pers dengan pemerintah? Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat pernah mengatakan: Kalau saya harus memutuskan, apakah kita harus memiliki pemerintah tanpa surat kabar, atau memiliki surat kabar tanpa pemerintah, saya tidak ragu akan memilih yang kedua.
Walter Lipman, wartawan dan pemikir politik Amerika mengatakan: Pemerintah dibentuk sebagai produk demokrasi untuk mensejahterakan rakyat, yang dapat saja menyalahgunakan kekuasaannya dan karena itu harus dikontrol produk demokrasi lain, yakni parlemen. Namun, keduanya bisa saja tidak harmonis dan dapat merugikan rakyat, karena itu keduanya harus dikontrol oleh alat demokrasi lain yang bernama: Pers.
Peran pers di Indonesia juga mengikuti adagium universal tersebut. Pers mendorong pemerintah menjalankan kekuasaannya dengan benar, menjadi partner pemerintah daerah, memberdayakan masyara-kat, membuka wawasan berpikir publik dan menghargai prestasi pemerintah dan masyarakat.
Sebaliknya, dengan sikap kritisnya, pers juga mengkritik kinerja pemerintah yang buruk dan masyarakat yang melanggar hukum. Pers menjalankan fungsi informasi, pendidikan, kontrol sosial, hiburan dan sebagai lembaga ekonomi.
Tentu saja, sebagai wartawan profesional dalam menjalankan tugasnya, pers harus selalu dibimbing kode etik profesi yang menyang-kut martabat kewartawanan. Dialog antara pemda dan pers, program pelatihan dan pendidikan, akan meningkatkan kadar profesionalisme wartawan, sekaligus mengontrol prilaku pers agar tidak menyimpang dari profesionalisme pers.
Dalam UU Pers No 40/1999 peranan pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk tahu, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong supremasi hukum dan HAM serta menghormati kebhinekaan. Berda-sarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Landasan penyelenggaraan pers adalah sebagai berikut:

1. Mentaati UU Pers No 40/1999
Hak (pasal 4)
a. Kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara.
b. Terhadap pers tidak dikenakan penyensoran, pembreidelan
dan pelarangan penyiaran.
c. Hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
d. Mempunyai hak tolak.


Kewajiban (pasal 5)
a.Menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
b. Pers wajib melayani hak jawab
c. Pers wajib melayani hak koreksi.

2. Mentaati Kode Etik Jurnalistik
1. Independen, akurat, berimbang, tidak beritikad buruk.
2. Menempuh cara-cara yang profesional
3. Menguji informasi, berimbang, tidak mencampurkan fakta dan
opini yang menghakimi, asas praduga tak bersalah.
4. Tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
5. Tidak menyiarkan indentitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6. Tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Memiliki hak tolak
8. Tidak menyiarkan berita prasangka atau diskriminasi.
9. Menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya,
kecuali untuk kepentingan umum.
10. Segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang keliru
dan tidak akurat disertai permohonan maaf.
11. Melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Sedangkan profil wartawan yang memenuhi standar kompetensi profe-sional antara lain:
1. Melakukan kegiatan jurnalistik secara teratur.
2. Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi.
3. Sumber berita yang kredibel, berita cover both side.
4. Menguji dan memverifikasi informasi, cek dan ricek.
5. Imparsial dan independen.
6. Untuk kepentingan umum
7. Wartawannya digaji tidak di bawah UMR.


KONTROL TERHADAP PERS

Ahli komunikasi politik Steven Chaffe menyebutkan ambivalensi penguasa terhadap pers. Pada dasarnya, penguasa tidak sepenuhnya menyukai peran media karena dalam masyarakat yang demokratis, media berada diluar kendali penguasa politik yang mempertanyakan kepu-tusan dan kebijakan penguasa.
Kendati memiliki kebebasan, bukan berarti pers bisa melanggar hukum. Yang melanggar pasal 5 UU Pers (ayat 1 dan 2) perusahaan pers dipidana denda paling banyak Rp500 juta.
Kontrol terhadap pers secara internal dilakukan oleh wartawan itu sendiri, redaktur dan pemimpin redaksi serta ombudsman media yang bersangkutan. Lembaga ombudsman merupakan ''jaksa internal'' yang bisa memberi rekomendasi tindakan pemecatan terhadap wartawan.
Sedangkan kontrol eksternal dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk media watch, yang memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers (pasal 17). Kontrol juga bisa dilakukan organisasi wartawan dan Dewan Pers.
Wartawan harus paham tentang pentingnya kontrol dan kekuasaan. Salah satu fungsi pers adalah melakukan kontrol sosial atas penyelenggaraan kekuasaan. Tujuannya agar tidak terjadi penyelewe-nangan atas kekuasaan itu. Sebab sekecil apapun kekuasaan itu, selalu terbuka diselewengkan. Tetapi, pers juga adalah kekuasaan. Maka siapakah yang mengontrol si tukang kontrol ? Bukankah tukang kontrol yang tidak dikontrol juga akan anarkis ?
Karena itu, pers juga harus dikontrol. Kontrol dilakukan oleh ma-syarakat. Sarananya adalah dengan menggunakan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Selain itu, kontrol sendiri dapat dilakukan oleh wartawan ketika ia menemukan kesalahan sendiri atas pemberitaan itu, yakni dengan melakukan Kewajiban Koreksi. Wartawan harus memahami hal ini.

PERAN MEDIA DAN HUMAS PEMERINTAH

Media massa mendorong terwujudnya well informed society dan memberi pencerahan, mengontrol dan mengawasi jalannya pemerin-tahan. Tiga peran universal pers adalah, pertama, sebagai watchdog yang memberi peringatan dini pada penyelenggara negara yang me-langgar prinsip clean and good governance, pejabat yang tidak becus, KKN dan melanggar hak asasi manusia.
Kedua, sebagai pasar gagasan terbuka dan wadah dialog dan memberi pencerahan terhadap masyarakatnya dan yang ketiga, seba-gai pilar keempat demokrasi yang menegaskan kedaulatan rakyat.
Kebebasan pers beribu’ demokrasi ‘berbapak’ kebebasan berek-spresi, mengeluarkan pendapat lisan maupun tulisan’’. Kebebasan pers jaminan hukum terpenuhinya hak masyarakat mendapatkan informasi yang benar.
Sulit membayangkan pemberantasan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tanpa adanya kebebasan pers. Sulit menegakkan prinsip-prinsip good governance dan clean government jika kebebasan pers dihambat.
Sulit menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, serta melindungi hak-hak kaum minoritas tanpa kebebasan pers. Kebebasan pers bukan untuk orang pers, tetapi untuk masya-rakat, untuk kelangsungan kehidupan yang bebas pada masyarakat yang demokratis.
Dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, wartawan kerap berkomunikasi dan berinteraksi dengan pejabat hubungan masyarakat (humas) pemerintah. Keberhasilan pemeritah mengomunikasikan kebijakan, program dan strateginya ditentukan oleh keberhasilan memba-ngun persepsi di tengah masyarakat. Membangun persepsi dan imej positif melalui media massa adalah menjadi tugas seorang pejabat humas.
Pejabat humas harus mampu menjadi mata, telinga dan mulut pe-merintah daerah, sekaligus sebagai penasihat kebijakan dan strategi, terutama soal komunikasi politik, program kerja, pencapaian kerja dan janji-janji yang dilontarkan selama pemilu atau Pilkada.
Tugas pejabat humas antara lain membantu kepala daerah mengolah informasi, memberi saran dan mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada publik dan membangun citra dan kredibilitas pemerintahan yang positif.
Selain membangun citra positif lembaganya, tugas humas juga sebagai juru bicara, tangan kanan bos atau atasannya, pro aktif, responsif dan solutif. Seorang pejabat humas juga diharapkan memiliki networking, jujur, rajin membaca dan mampu menulis, tampil menarik (camera face) dan memahami UU Pers dan kode etik jurnalistik.
Namun, tugas tersebut baru bisa efektif apabila kepala daerah se-sering mungkin berbicara kepada publik melalui media dan menga-dakan temu pers secara berkala. Pejabat humas mau tidak mau harus meningkatkan profesionalismenya, bersahabat dengan pers dan memperbanyak pelatihan dan press gathering.

Penulis: * Pemimpin Umum/Perusahaan Harian Pagi Batam Pos
* Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang
Kepulauan Riau


Disampaikan pada acara Peningkatan Kinerja Kehumasan
Pemko Tanjungpinang, Jumat 4 Juli 2008

0 comments:

Post a Comment