Akurasi, Kunci Kredibilitas

Posted by Jammes 6/05/2008 0 comments
Informasi yang penting adalah informasi yang akurat dan jelas. Penulis dan pembaca mempunyai keperluan yang berbeda, namun bisa bekerjasama. Penulis tak ada artinya tanpa pembaca, dan pembaca masuk dalam sebuah cerita dengan harapan besar bisa memahami semuanya.

Tanggung jawab yang terbesar terletak pada penulis. Jika penulis mengkhianati harapan pembaca dengan membuat sejumlah kesalahan atau kekurang-tepatan, dia merusak kerjasama yang telah ter-bentuk. Ketidakakuratan biasanya disebabkan karena kecerobohan, ke-malasan, penipuan atau ketidakpedulian reporter dalam menuliskan hasil reportasenya.
Pengecekan ulang sebelum kita menulis, membaca kembali dengan hati-hati dan mengeceknya kembali setelah kita menulis adalah benteng terbaik terhadap ke-tidak-akuratan. Berikut ini adalah elemen-elemen utama dalam mencermati sebuah fakta atau detil.

Jangan menebak
Penulis harus memegang betul apa saja yang dike-tahui dan apa saja yang dimengerti. Jika kita tidak benar-benar memahami, cek kembali hal itu atau tinggalkan sama sekali. Jangan pernah mengira-kira.

Angka
Ceklah dua kali semua angka dan jumlah. Sebuah angka seringkali tak memiliki makna, kecuali diletakkan pada konteks yang mudah dipahami pembaca. Angka tentang omset penjualan misalnya, tak punya makna jika tak disertai omset penjualan tahun lalu, berapa prosen-tase kenaikan atau penurunan dari tahun sebelumnya.
Angka juga seringkali lebih bermakna jika disertai penjelasan yang menyentuh pembaca: Seberapa jauh melam-paui standar pencemaran udara? Seberapa mahal dibanding APBN Indonesia tahun ini atau dibanding harga mobil Kijang yang rata-rata dimiliki pembaca? Seberapa luas dibanding lapangan sepakbola?
Dengan kata lain, angka yang ada sebaiknya disertai ekuivalennya yang mudah diserap pembaca. Ukuran-ukuran juga sebaiknya dikonversikan ke ukuran yang lazim dipakai pembaca: km bukan mil, rupiah bukan dolar, meter bukan kaki, kg bukan pound. Jika Anda tak menghitung sendiri, sebutkan dari mana angka itu dikutip

Nama, Tanggal dan Tempat
Tak ada orang yang suka namanya ditulis secara salah. Usahakan untuk meminta sumber berita mengeja sendiri nama sekaligus gelar dan nama panggilannya. Lihat di buku rujukan yang terpercaya, misalnya buku apa siapa atau ensiklopedi. Jangan percaya hanya pada leaflet atau selebaran atau omongan teman Anda. Catatan pen-ting tentang nama sumber: sebagian besar nama orang Indonesia terdiri atas dua kata (kecuali Soeharto misal-nya). Cantumkan nama lengkap ketika pertama kali Anda menyebutnya dalam laporan.
Pada saat kita menulis tentang tanggal, lihatlah kalender lebih dahulu. Ketika menulis tentang tempat, lihat-lah kembali peta. Jika mungkin, milikilah sebuah buku pintar, infopedi, tabel konversi, kalender dan peta kecil. Letakkan pada tempat yang mudah dijangkau, sehingga tak enggan kita untuk mengecek sesuatu fakta.

Kutipan
Apakah sesuatu kutipan benar-benar seperti yang di-katakan oleh sumber? Apakah catatan kita benar dan kita berani mempertahankan sampai di meja penga-dilan? Jika tidak, sebaiknya dijelaskan dengan kata-kata kita sendiri saja.

Terburu-buru
Kata-kata yang sering digunakan sebagai permintaan maaf atas beberapa kesalahan adalah: ‘’Saya tidak punya waktu untuk mengeceknya kembali’’. Alasan yang tidak bisa diterima.

Cerita Bohong
Sangat jarang penerbitan yang tidak memasukkan hal ini ke dalam beritanya. Keragu-raguan adalah perlin-dungan yang terbaik. Jika sebuah cerita atau kenyataan seolah-olah sangat aneh atau menakjubkan untuk diper-caya, jangan percaya sebelum ada pembuktiannya.

Kesalahan Teknis
Perhatian yang istimewa sangat dibutuhkan pada tu-lisan khusus seperti ilmu pengetahuan, hukum, kedok-teran, teknik, keuangan dan sejenisnya. Sediakan waktu untuk menelitinya, dan kemudian ceklah kembali infor-masi yang kita peroleh melalui pakar yang dapat diper-caya pada bidang tersebut.

Rekayasa
Manipulasi, perubahan konteks, distorsi, pemaparan yang salah, sindiran, kebencian, gosip, kabar angin dan melebih-lebihkan. Semua itu sangat tinggi ongkosnya, sementara hasilnya sangat rendah.


Dalam over-quoting, penulis hanya sekadar menyusun kutipan, seraya kadang-kadang menysipkan kata penyambung.

Cara pengutipan seperti ini sering tidak bisa diterima. Sedikit orang
yang menggunakan kata-kata secara ringkas dalam percakapan. Sebagai penulis, wartawan harus mampu menyampaikan pesan itu dengan lebih jelas dan ringkas dengan cara membuat menjadi kali-mat kutipan tak langsung.

Over-quoting juga menghancurkan salah satu tujuan baik dalam
pengutipan: menghapuskan kejemuan karena gaya yang sama. Dengan over-quoting, penulis hanya mengganti gaya monoton dirinya dengan gaya monoton seorang lain.

Unverquoting juga merusak. Banyak penulis baru yang tidak yakin akan kemampuannya mengambil kutipan, sehingga ia selalu membuat kutipan tidak langsung. Cara ini juga menghilangkan tujuan baik pengutipan.

0 comments:

Post a Comment