Jurus Meliput Berita Kriminal

Posted by Jammes 5/13/2008 0 comments
Reportase kasus kriminal dan pengadilan pa-da dasarnya tak berbeda dengan liputan lainnya. Prasyarat wajibnya sama: memahami apa yang terjadi dan melaporkannya secara akurat, berimbang dan memikat. Tapi reporter pemula seringkali kelimpungan, bahkan kadang terintimidasi, kala diminta menangani kasus kriminal dan persidangan. Pangkal soalnya sederhana. Mereka tak cukup paham seputar polisi, pengadilan dan hukum. Padahal, sudah seharusnya mereka tahu itu semua.

Saran praktis untuk reporter pemula adalah mendesain program mbelajar sendiri untuk mendapatkan pengetahuan dasar seputar hukum. Dia harus memahami hukum. Dia harus memahami organisasi, fungsi, prosedur dan aparat di berbagai lembaga penegak hukum dan pengadilan. Dia harus memberi perhatian khusus pada pelbagai aturan yang bersinggu-ngan erat dengan peliputan kasus kriminal. Me-mang, jarang ada wartawan pemula yang diter-junkan meliput kasus peradilan besar di hari-hari awal mereka menjadi pekerja pers. Tapi hampir bisa dipastikan mereka lah yang akan didorong meliput kasus kriminal ringan bila re-porter senior tak punya waktu turun ke lapangan.

Reportase Kasus Kriminal
Prinsip dasar reportase persidangan dan ka-sus kriminal adalah tak ada yang diperbolehkan merusak hak tertuduh untuk mendapatkan per-adilan yang adil dan berimbang. Sebab itu, si-apapun yang diminta melaporkan kasus kri-minal, secara hukum, menerima kewajiban re-portase yang berimbang dan akurat, sampai pengadilan menjatuhkan putusan. Kewajiban ini bersifat penuh dan mengikat.
Reportase kasus kriminal dan peradilan seringkali dibagi dalam empat tahap:
1. Tindak kriminal
2. Penangkapan
3. Pengadilan atau persidangan.
4. Putusan

Tindak Kriminal
Dalam peliputan kasus kriminal, tak ada aturan hukum yang bisa disematkan ke orang tertentu sampai seseorang ditangkap dan di-dakwa. Urusan kita sebagai wartawan hanya pa-da akurasi berita. Dengan kata lain hanya Men-yampaikan fakta dasar tanpa pernak-pernik dan sensasionalisme. Jika memungkinkan, tam-pilkan fakta yang tertulis dalam laporan polisi. Ingat, laporkan hanya kasus kriminal yang ber-hubungan dengan masyarakat umum. Karena pembaca tak bisa memilih, kita harus lebih ber-hati-hati menyulam fakta dan kata-kata.

Penangkapan. Prinsip dasar saat melaporkan penangkapan ada-lah kita tak mengatakan apa-pun yang nantinya bisa menciderai posisi si ter-tuduh di pengadilan.Jika kita berhadapan de-ngan sebuah berita tentang perampokan se-buah bank dan polisi memburu seorang pria namun belum menangkapnya, ini sudah cukup adil. Kita akan menyajikan fakta yang tak bisa disangkal. Tapi waspadalah. Ada batasan se-jauh mana Anda bisa melangkah. Sebagai contoh, kita tak bisa mengatakan hal seperti pria itu sedang membakar dokumen kantor saat polisi tiba atau dia punya alat pembobol brankas atau dia menolak berhenti saat diminta polisi. Bahkan, jika pernyataan seperti itu keluar dari mulut polisi kita sama sekali tak berhak mela-porkannya. Ingat, kita sedang meliput penang-kapan.Tinggalkan informasi seperti itu saat me-laporkan penangkapan, tunggu sampai per-sidangan digelar dan barang bukti dipaparkan di pengadilan.
Seorang pria ditemukan tewas, dan hasil visum menunjukkan dia mati tertembak; peluru menembus jantungnya dan dia telah meninggal sekitar enam jam lalu. Ini adalah kejadian kri-minal, bukan penangkapan. Serupa dengan itu, kita bisa mengatakan polisi menyita sebuah pisau di ruangan, tapi kita tak boleh me-nga-takan sesuatu yang bisa mengindiksaikan ada-nya pembunuhan, bunuh diri, pembantaian atau kecelakaan. Biarkan pengadilan yang memu-tuskannya. Semua itu akan ditentukan berda-sarkan barang bukti dan kita belum tahu.
Anda perlu keterampilan mengedit dan re-portase yang lebih tinggi agar bisa mengha-silkan peliputan yang aman. Ingat, ada banyak kasus yang sulit dipetakan permasa-lahannya. Dalam keadaan seperti itu, siapapun yang ragu mesti konsultasi ke redaktur. Ingat selalu, sebelum seseorang diajukan ke peng-adilan, kita tak boleh mengatakan sesuatu yang bisa mempengaruhi keberimbangan persida-ngan atau tak menyebutkan apapun yang bisa diinterpretasikan sebagai barang bukti kesa-lahan atau identifikasi seseorang.

Persidangan
Saat seorang terdakwa tampil di persidangan, kita hanya boleh menyebut nama, umur, alamat dan pekerjaan (dan tolong dapatkan data esen-sial ini secara akurat), dakwaan dan apa yang terungkap selama persidangan. Saat kita telah melaporkan nama dan dakwaan atas sese-orang, kita wajib mengikuti persidangannya sampai tuntas, melaporkannya bahkan jika per-sidangannya masuk ke tahap banding. Jadi, jika kita belum menyentuh sebuah kasus, perhatian yang terungkap selama pembacaan dakwaan sehingga Anda lebih mudah memutuskan apa-kah bernilai untuk mengikuti persidangan ter-tentu hingga akhir. Jika tak ada yang unik pada kasus tertentu, ada baiknya tak menyentuhnya sama sekali karena sekali saja kita menyen-tuhnya maka kita wajib melaporkannya hingga akhir.
Meliput persidangan seharusnya mudah. Ane-ka kesulitan yang menghadang lahir dari kega-galan dasar seorang reporter memahami bah-wa persidangan akan lebih mudah jika dila-porkan secara straight dan kita wajib hanya menggunakan apa yang terucap selama per-sidangan. Dengan kata lain akurat! Sisakan pada tulisan Anda hanya yang relevan dengan kasus yang disidangkan. jangan mencatumkan dalam liputan persidangan bahan yang didapat dari luar ruang ruang sidang. Ini berbahaya dan tak bisa dimaafkan.
Yang ada di kepala polisi atau yang diceritakan polisi kepada Anda bukanlah barang bukti dan tak boleh digunakan sama sekali. Ingat, Anda sedang meliput persidangan. Jika Anda tengah mengedit berita dan ragu bahan mana yang aman dipakai atau tidak dipakai, hanya ada satu aturan aman: Kill the Whole story. Dan yang perlu diingat:
1. Seorang hakim sejatinya adalah ”pemilikï” ruang sidang, dia bisa memerintahkan apapun selama persidangan berlangsung. Karena itu, jika dia memutuskan persidangan berlangsung tertutup, Anda tak boleh, tanpa sepengetahu-annya, melaporkan kasus itu. Jika dia meme-rintahkan barang bukti atau nama tertentu tak boleh digunakan, maka yang dia sebutkan itu tak boleh muncul dalam pemberitaan
2. Kita sama sekali tak berhak melaporkan se-belum atau selama persidangan bahwa ter-dakwa A punya catatan kejahatan di masa lalu. Yang seperti ini hanya boleh digunakan saat terucap dalam persidangan dan jika yang mun-cul kemudian adalah putusan bersalah.

Putusan
Putusan sidang, kecuali ada banding, adalah akhir dari kewajiban kita meliput sebuah kasus. Jika kita telah memulainya, maka jelas kita
harus melaporkan hasil akhirnya. Kita punya pilihan jika yang muncul kemudian adalah pu-tusan bersalah. Jika putusannya ternyata tidak bersalah kita harus terus melaporkan persida-ngannya. Kita terikat pada kewajiban mela-por-kan hasil persidangan banding yang meme-nangkan terdakwa.
Contempt. Secara umum berarti otoritas ha-kim di atas segalanya. Karena itu, kita tak dapat mengatakan sembarang hal seperti hakim bias, tak adil, lembek, atau mempertanyakan otoritas hakim. Ini sudah jelas. Contempt juga berarti apapun yang bisa merusak keberimbangan se-lama persidangan. Jika Anda berpegang pada peliputan straight maka Anda tak bakal jatuh ke jebakan mematikan ini. Ingat tak ada kasus, dalam fase persidangan apapun, yang bisa di-hubungkan dengan kasus apapun yang bisa menciderai posisi tertuduh di pengadilan. Akhir-nya, laporkan hanya persida-ngan yang punya nilai berita. Editor akan memutuskan kasus mana yang sebaiknya diliput secara mendetail. Dalam sebagian besar kasus, sudah cukup jika Anda melaporkan pembacaan dakwaan, tun-tutan dan putusan hakim.

0 comments:

Post a Comment