Berhenti Merokok

Posted by Jammes 4/15/2008 1 comments
Hari ini, sudah tiga hari saya berhenti merokok. Ternyata, saya hebat juga. Bisa menyetop kebiasaan buruk bertahun-tahun itu. Karena tidak ada yang memuji, bolehlah saya puji keberhasilan saya ini. Padahal, saya mengantongi resep dokter untuk berhenti merokok. Tapi, ternyata bukan karena resep itu...


SAYA mulai belajar merokok kelas II SMP atau pada usia 15 tahun. Saat itu tahun 1981. Baru terasa kecanduan pada kelas I SMA. Saya masuk SMA tahun 1983 dan tamat tahun 1987. Lho, kok empat tahun. Ya iyalah, karena pakai tinggal kelas, saat kelas satu, he..he.
Nah, anggaplah saya merokok sejak tahun 1983 berarti, saya sudah menjadi perokok selama 25 tahun! Itu berarti lebih separuh dari usia saya saat ini. Kalau rata-rata saya merokok sebungkus per hari atau 20 batang x 365 hari x 25 tahun berarti saya sudah mengisap 182.500 batang rokok.
Itu baru jumlah rokoknya. Kalau hitung-hitungan duit yang sudah 'terbakar' selama ini? Taruhlah sebungkus Rp7.500 saja maka uang yang sudah terbuang percuma Rp7.500 x 365 x 25 tahun berarti Rp68.437.500. Lumayan besar, bukan?
Tapi, ya begitulah. Namanya juga kecanduan. Saat SMP saya pernah kabur dari rumah. Agar tetap bisa merokok, saya bekerja setengah hari di pabrik tas, memasang paku yang diketok palu ke tas-tas itu. Sorenya, langsung dapat gaji. Saya belikan rokok, dan asap pun mengepul.
Setelah tinggal kelas, saya masuk INS Kayutanam, sekolah dengan areal 18 hektar, lengkap dengan asrama, ruang makan, kolam renang dan lapangan sepakbolanya. Merokok tetap dilarang dan kami lakukan sembunyi-sembunyi. Kalau tanggal tua, malah sebatang rokok bisa diisap tiga orang!
Pernah saya melihat ada teman yang mengumpulkan puntung rokok, lalu dilinting dan dibungkus kertas tipis, dan diisap lagi. Persis seperti orang melinting ganja. Itu karena kiriman uang dari orangtuanya belum datang-datang dan di kantin tak dikasih ngutang lagi.
Saat di asrama, saya jadi punya teman akrab karena rokoknya sama-sama Bentoel Biru. Saat kuliah, saya lama sekali mengisap rokok putih Dunhill. Lumayan mahal, tapi saya terdorong untuk cari uang agar bisa beli rokok. Saya kuliah sambil bekerja serabutan. Sehingga, beli rokok sudah tak masalah.
Pada tahun 2003 saya pernah berhasil berhenti merokok selama empat bulan. Saya tidak ingat karena apa. Yang jelas, saya ingin berhenti. Tapi, suatu sore, rumah kontrakan saya dilalap api karena korsleting. Saya stres, lalu merokok lagi. Rokok pun gonta-ganti. Marlboro, lalu Sampoerna, pindah ke LA Light, balik lagi ke Marlboro dan Sampoerna lagi.
Keinginan berhenti merokok tetap ada. Tapi, bagaimana caranya dan kapan memulainya? Saya pernah membeli CD untuk menghipnotis orang agar berhenti merokok. Saya putar sebentar, lalu saya merokok lagi.
Pernah pula saya beli buku saku.Ukuran dan disainnya seperti kotak rokok. Judulnya, baca buku ini dan berhenti merokok.Saya tidak sempat baca semuanya, bukunya saya simpan saja. Dalam beberapa tahun terakhir, saya termasuk rajin check-up kesehatan.
Termasuk memeriksa darah dan jantung. Saya pernah treathmill selama 12 menit. Kata dokter, tak ada masalah. Begitu pula rekam jantung. Hanya saja, belakangan ulu hati terasa sesak, perut kembung dan dada nyeri. Ternyata, itu karena naiknya asam lambung.
Nah, terakhir saya konsultasi dengan dokter Afdalun, spesialis jantung. Saya bertanya cara berhenti merokok. Dokter itu tersenyum. Lalu, ia memberi saya resep. ''Kalau coba obat ini, lama-lama rokok terasa tidak enak,'' katanya. Resep itu saya simpan dan tidak jadi saya tebus. Saya merasa, sehebat apapun obatnya, kalau kita tidak mau berhenti, ya susah.
Malam tanggal 13 April itu, dua bungkus rokok di ruang tamu, berikut korek apinya, saya remas sampai setengah hancur, lalu saya buang jauh-jauh. Saya berhenti merokok,'' kata saya dalam hati. Saat kisah ini saya posting, sudah tiga hari saya berhenti merokok.

Ini lelucon tentang rokok. Seorang lelaki berusia 50 tahun pergi ke dokter. Terjadi dialog seperti berikut:
Dokter: Anda merokok?
Pasien: Oh, tidak, dok.
Dokter: Minum minuman keras?
Pasien: Ah, juga tidak, dok.
Dokter: Main perempuan?
Pasien: Wah, apalagi itu dokter. Nggaklah!
Dokter: Jadi, buat apa lagi Bapak hidup. Tiga itulah kenikmatan dunia.

Lalu, ada kisah seorang lelaki yang batuk-batuk dan sesak nafas, datang berobat ke dokter penyakit dalam. Sambil menulis resep, dokter berkata. ''Bapak tidak boleh merokok lagi,'' katanya. Sebatang rokok terselip di bibirnya dan asapnya berkepulan. Pasien itu heran, lalu bertanya,'' Dokter, Anda melarang saya merokok, tapi Anda sendiri merokok,''sergahnya.
''Nah, itulah beda dokter dan pasien,'' jawab dokter itu kalem.
Saat istri saya melahirkan, saya melihat dokter spesialis kandungan juga merokok sebelum melaksanakan operasi caesar. Alasannya, ia tegang dan stres sehingga merokok.
Jadi, kalau saya berhenti merokok, itu sudah hebat. Kalau saya nanti merokok lagi, maklum sajalah! Yang jelas, saya sudah merasakan salah satu kenikmatan dunia. Bagi yang tidak merokok, cobalah, lalu berhentilah. ***





















1 comments:

Sultan Yohh said...

Djie Sam Soe masih enak lho bang! Apalagi pas udara lagi dingin. Plus kopi pahit dan jagung bakar, uenak tenan...

Hehe

Post a Comment