Wartawan, Makhluk Apa Itu?

Posted by Jammes 4/28/2008 0 comments
ABAD ini, kerap disebut sebagai abad teknologi infor-masi. Itu sebabnya, komunikasi dan jurnalistik menjadi penting. Sejak lama kita mendengar, siapa yang menguasai informasi, menguasai dunia. Nah, wartawan berada dalam dunia pers atau jurnalistik itu.


Sejak berkembangnya pers menjadi sebuah industri dekade 80-an, telah mengubah wajah pers nasional. Selain modal, teknologi canggih agar lebih cepat menyajikan informasi, perusahaan pers juga dituntut mempercanggih sistem manajemennya. Termasuk memikirkan peningkatan kualitas sumber daya wartawannya.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia
Pers berfungsi sebagai, media informasi, media pendidikan, media hiburan, sebagai kontrol sosial dan juga sebagai lembaga ekonomi. Peran pers memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Alangkah hebat dan mulianya seorang wartawan. Orang yang menjalankan kerja jurnalistik, disebut reporter, jurnalis atau yang paling umum adalah seorang wartawan. Nah, makhluk apa wartawan itu?

Wartawan pilihan bebas
Tidak ada alasan wartawan bersungut-sungut; pendidikan rendah, pendapatannya rendah. Sebab, wartawan adalah pilihan bebas dan tidak ada paksaan sese-orang jadi wartawan. Wartawan bukan profesi ‘pelarian’ atau ‘pekerjaan antara’ sebelum meloncat ke pekerjaan lain. Artinya, wartawan adalah medan pengabdian, panggilan, profesi sehingga dalam pekerjaan tidak dianggap sebagai beban. Sudah pasti, di dalam pilihan bebas terdapat sebuah risiko, baik atau buruk, sejahtera atau menderita. Wartawan sebagai pilihan bebas siap menghadapi risiko, bahkan menempatkan risiko yang bakal dihadapi sebagai tan tangan. Wartawan adalah sebuah profesi. Mereka yang ahli dalam sebuah profesi disebut (kaum) profesional.

Dihargai karena karya
Seorang wartawan dikenal dan dihargai masyarakat karena karya jurnalistiknya. Seorang wartawan bukan terkenal karena dia pemimpin di sebuah surat kabar, bukan karena pintar melobi, cari muka, atau pintar berpidato. Seorang wartawan akan dikenal, dihargai dan ber-martabat di mata masyarakat karena tulisan-tulisannya, berita-beritanya, karya jurnalistiknya.
Karya jurnalistik dapat berupa straight news, investigative reporting, indept news, reportase, human inte-rest news, artikel, foto, dan grafis. Sebagai wartawan profesional seharusnya dikenal dan dihargai orang lewat berbagai bentuk dan jenis karya jurnalistik itu, bukan karena hal lain.

Paham Profesi
Sudah pasti menjadi seorang profesional harus memahami pekerjaannya. Wartawan paham apa straight news, investigative reporting, indept news, reportase, human interest news, artikel, foto berita, dan grafis yang bernilai berita. Sebuah berita standar harus memenuhi syarat-syarat jurnalistik (5W + 1H), tujuan jurnalistik (memikat untuk dibaca), dan laku dijual (me-rangsang orang untuk membeli).

Paham Kebebasan Pers
Kebebasan pers ’beribu demokrasi berbapak’ kebe-basan berekspresi, mengeluarkan pendapat lisan mau-pun tulisan’’. Sulit membayangkan pemberantasan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tanpa adanya kebebasan pers. Sulit menegakkan prinsip-prinsip good governance dan clean government jika kebebasan pers dihambat. Sulit menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, serta melindungi hak-hak kaum minoritas tanpa kebebasan pers. Kebebasan pers bukan untuk orang pers, tetapi untuk masyarakat, untuk kelangsungan kehidupan yang bebas pada masyarakat yang demokratis.

Paham Berita
Berita bukan fiksi. Berita selalu berdasarkan fakta. Fakta terdiri dari fakta pribadi dan fakta publik. Berita selalu menyangkut fakta publik, bukan fakta pribadi. Fakta publik mencakup fakta empirik dan fakta psikologis.
Fakta empirik itu peristiwa riil terjadi; kebakaran, banjir, longsor, mati lampu, penggusuran, bencana alam, angin topan, pembunuhan, diskusi, seminar, lokakarya, de-monstrasi, atau gantung diri. Wartawan ‘haram’ me-ngabaikan atau tidak meliput fakta empirik, walau bukan pos liputannya. Wartawan ’haram’ menulis berita fakta empirik jika tak datang langsung ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Orientasi pada Masyarakat
Wartawan doyan berita ’kantor pemerintah sentris’ selalu mengutip pernyataan pejabat sebagai berita uta-ma, lebih cocok ’humas’ bukan wartawan. Wartawan harus mengetahui masalah kemasyarakatan, pemerintahan, pembangunan, politik, dan aspek-aspek ke-pentingan publik lainnya. Wartawan bukan pendengar setia semua ‘ocehannya’ tetapi harus selalu kritis, skeptis, dan terdorong untuk terus ingin tahu fakta di balik sebuah berita agar dapat mengem-bangkan ‘ocehannya’ menjadi sebuah berita yang bernilai jual tinggi.

Utamakan Data, Investigasi dan Analisis
Wartawan malu jika beritanya hanya berkisar pada ’talking news’. Harus lebih banyak menyajikan data, doyan melakukan investigasi dan akurat dalam menyajikan analisis sebuah persoalan.
Sudah bukan zamannya sebuah berita sekadar mem-beri informasi. Sebuah berita sudah selayaknya kaya informasi sekaligus memberi motivasi dan inspirasi, bahkan dapat menimbulkan empati bagi para pem-baca. Hanya dengan demikian karya jurnalistik men-jadi menarik, punya karakter, dan mampu membentuk fanatisme pembaca terhadap media. Jika hanya berkutat pada berita ‘’talking news’’, itu hanyalah ’wartawan kelas majalah dinding’.

Wajib Edit Ulang
Membaca dan mengedit kembali tulisan/berita yang sudah dibuat adalah keharusan. Ini untuk memastikan apakah berita yang ditulis sudah sesuai penugasan, memenuhi syarat-syarat jurnalistik, tujuan jurnalistik, dan laku dijual. Tidak mengedit ulang dan salah dalam pe-nulisan adalah wartawan ceroboh, pemalas dan suka mencelakakan diri sendiri.

Rajin Rapat dan Diskusi
Dunia liputan jurnalistik, kepentingan publik yang digali wartawan dan publik itu sendiri terus berkembang setiap saat. Rapat dan diskusi adalah wahana yang terbaik, murah dan cepat bagi wartawan untuk memahami dina-mika tersebut, selain itu harus pula rajin, rajin, rajin, dan rajin membaca buku.
Mereka yang malas melakukan rapat liputan, evaluasi dan proyeksi berita, tak suka berdiskusi untuk memperdalam sebuah liputan, ter-golong ‘’wartawan yang mati suri.’’ Mereka sesungguhnya adalah wartawan yang tidak mencintai pekerjaannya dan ‘’anti kemajuan’’.

Paham UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik
Harus memahami UU Pers dan KEJ beserta penafsi-rannya. UU Pers, KEJ dan penafsirannya harus menjadi ’buku saku yang Wartawan bawa kemanapun pergi. Lebih baik berita Wartawan agak ketinggalan dari pada tidak cover both side. Tetapi yang paling baik, Wartawan harus melakukan cover both side dan menebusnya dengan liputan yang lebih heboh dan lengkap pada edisi berikut. Wartawan harus menunjukkan kepada pembaca bahwa karena ‘’alasan profesional’’ Wartawan harus menggarap berita tersebut dari berbagai sisi, lengkap, tuntas, dan terpercaya.

Tak Pernah Puas
Dunia, realitas berita, sumber berita, iptek dan seni terus berkembang, tak pernah berhenti. Teknik liputan, penulisan dan peng-garapan berita juga terus berkembang. Tata letak, perwajahan, gra-fis, teknologi foto, percetakan dan manajemen penerbitan terus berkem-bang, tak pernah berhenti sedetik pun.
Wartawan akan sangat gampang ketinggalan, ’kuper’ (kurang pergaulan), ’telmi’ (telat mikir) jika menjadi war-tawan yang gampang puas. Dalam posisi apapun Wartawan sebagai wartawan tidak boleh gampang puas. Se-bab, gampang puas merupakan ‘’penyakit kronis’’ dalam profesi wartawan. Wartawan akan dilindas atau terlindas jika mengidap penyakit ini.

Tahan Banting
Menjadi wartawan banyak godaan. Yang paling berat adalah ujian untuk mehanan dari jerat kemiskinan. Wartawan boleh miskin materi tapi harus kaya, secara moril. Wartawan harus mempunyai kesa-baran yang tinggi, tahan banting untuk urusan ini. Wartawan harus menghargai dirinya sendiri, bahkan wajib memberi nilai harga yang tinggi. Tak gampang tergoda, sehingga ma-syarakat akan memberi hormat dan respek yang tinggi. Wartawan mendapatkan segala sesuatu, terutama uang, secara bermartabat.

Berpandangan Positif
Wartawan setiap hari berinterkasi dengan berbagai macam orang dari berbagai lapisan, status sosial, latar belakang, dan kepentingan. Harus melihat siapa saja dari perspektif positif. Wartawan tidak boleh meng-anggap remeh seseorang, meskipun jelas-jelas dia ada-lah seorang koruptor, misalnya, atau tersangka narkoba.

Berpikir Kritis
Wartawan tak boleh berhenti berpikir kritis. Ini adalah senjata utama untuk menjadi wartawan. Jika tentara bersenjatakan bedil, wartawan bersenjatakan pikiran kritis (pena, taperecorder, dan kom-puter hanyalah alat). Wartawan yang tidak mampu berpikir kritis, atau tidak terus melatih berpikir kritis, sebenarnya tidak mempu-nyai bekal yang cukup untuk menjadi wartawan profe-sional. Wartawan harus membiasakan diri dan mental untuk selalu berpikir kritis, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, tergerak untuk selalu menyelidiki segala se-suatu yang meragukan, sangsi terhadap segala sesuatu yang mencurigakan, tetapi wartawan tak boleh apriori terhadap sumber berita.
Suka Tantangan
Pekerjaan wartawan penuh tantangan, berlika-liku, penuh warna, juga gampang menjenuhkan. Wartawan harus melihat segala kemungkinan yang dilakukan wartawan sebagai sebuah tantangan. Banyak tuntutan untuk bisa menjadi seorang wartawan profesional, lebih banyak lagi tuntutan bagi seorang wartawan profesional yang tetap ingin eksis dan tak ketinggalan. Banyak konsekuensi dan tuntutan agar Wartawan tetap dapat menghasilkan karya jurnalistik yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat. Untuk bisa menggapai hal itu, kuncinya: Wartawan harus suka pada tantangan.
Bangga Jadi Wartawan
Menjalani profesi apapun, wartawan harus bangga. Tetapi kebanggaan sebagai wartawan bukan itu. Juga bukan karena menjadi warta-wan terbuka kemungkinan bertemu dengan gembel hingga presiden, juga bukan karena terbuka peluang untuk bisa keliling dunia seraya berjumpa dengan selebriti dunia atau ratu kecantikan sejagat. Kebanggaan seorang wartawan harus lahir atas pengakuan, respek dan penghargaan’’ masyarakat terhadap profesi dan karya jurnalistik kita. Wartawan bangga karena karya jurnalistiknya dapat menjadi faktor penting bagi terjadinya perubahan yang membawa kemajuan bagi kemanusiaan dan peradaban. Wartawan akan dikenang oleh banyak orang karena karya jurnalistik Wartawan telah memberi andil atau telah mengubah sejarah. Nah, Anda berminat menjadi wartawan?

0 comments:

Post a Comment