Saya Mau Jadi Wali Kota (2)

Posted by Jammes 4/20/2008 0 comments
Kita lahir, hidup dan mati dalam organisasi. Jika tidak memahami organisasi, akan tersesat dalam hutan rimba yang membingungkan. Itulah kata-kata seorang pakar politik dan organisasi sosial. Saat lahir, Anda sudah harus punya akte kelahiran, lalu mengurus KTP, surat izin usaha, sampai akhirnya mendapat surat keterangan kematian. Organisasi itu bernama negara.
Seperti Anda, saya mulai berorganisasi dengan menjadi ketua kelas, punya geng dan teman sepermainan. Saya suka menjadi pemimpin dan mau dipimpin. Kemampuan organisasi saya, baru terasah saat kuliah. Saya menjadi ketua kesenian, pimred buletin kampus, ketua Unit Kegiatan Olahraga tingkat universitas dan sering menjadi team manager saat kejuaraan nasional berbagai cabang olahraga.
Memang, saya hanya aktif di organisasi intra kampus. Namun, pergaulan dengan teman-teman dari Himpunan Mahasiswa Islam, saya belajar memimpin rapat dan sidang-sidang organisasi mahasiswa. Setelah bekerja, saya menjadi Ketua PWI Perwakilan Batam, lalu memimpin PWI Cabang Kepri. Ternyata, saya ketua PWI Cabang termuda se Indonesia. Saya juga aktif di Indonesian Marketing Association.
Di lingkungan rumah, saya dipercaya menjadi ketua Rukun Warga selama tiga tahun. Padahal, saya tidak pernah menjadi ketua RT. Saya juga diminta menjadi ketua mesjid di lingkungan perumahan kami. Mungkin tak terlalu banyak organisasi yang saya cemplungi, saya berusaha untuk fokus.
Pengalaman berorganisasi, tentu akan berguna kalau saya jadi wali kota. Sebab, memimpin rapat, mendelegasikan tugas, koordinasi, evaluasi didapat dari berorganisasi itulah. Termasuk kesediaan berbeda pendapat, dan mendengarkan orang lain. ''Saya sepakat untuk tidak sepakat'' idiom yang sering terdengar dari seseorang yang menghargai perbedaan pendapat.
Maka, jangan heran kalau ada orang yang egois, mau menang sendiri dan memaksakan kehendak dan pikirannya dipenuhi prasangka negatif. Orang seperti ini, lebih mengandalkan kata hati. Padahal, kita juga dianugerahi otak dan logika.
Ada orang yang asyik berdialog dengan dirinya sendiri. Ia mungkin seorang peragu, tapi tak mengakui kondisi itu. Ketika mendengar ada masukan dari seseorang, dianggapnya sebagai sebuah kebenaran. Kekuasaan yang dipamerkannya, sebenarnya lebih untuk menutupi kelemahannya sendiri.
Bangsa kita memang sering tidak jujur. Sering terjadi, sadar atau tidak sadar, kita sulit memuji kelebihan orang lain. Yang dilihat, adalah kekurangannya. Akibat ketidakjujuran itu, ia merasa iri dengan keberhasilan orang lain. Ini tipe SMS alias Senang Melihat orang Susah.
Saya kerap memakai filosofi telunjuk. Ketika kita menunjuk kelemahan seseorang, dua jari kita kepada orang itu. Padahal, tiga jari lainnya mengarah kepada diri kita. Atau, kita diberi dua daun telinga dan satu mulut, agar kita mendengar lebih banyak daripada bicara. Alam terkembang, jadikan guru.
Setiap manusia, tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Selama ini, saya sering lebih berorientasi melihat kelebihan seseorang dan dari situ, saya belajar banyak. Kadang-kadang, saya berpikir, apakah saya orang yang sombong dan meremehkan orang lain?
Seorang teman peneliti pernah mengatakan, mental kita adalah mental orang jajahan dan minder. Apa bedanya orang yang sombong dengan orang yang percaya diri? Orang sombong hanya berkata besar, tapi tak punya bukti. Tapi sebaliknya orang percaya diri, ia sanggup membuktikan omongannya.
Karena dengan kepercayaan diri itulah, saya mengajukan diri sebagai calon wali kota. Dale Carnegi berkata, kalau kamu ingin berhasil, berbuatlah seolah-olah keberhasilan itu sudah di depan mata. Tak ada salahnya kalau saya mengikuti jalan pikiran seperti itu. Siapa tahu, saya benar-benar akan terpilih menjadi wali kota.
Saya orang yang optimis, aktif, kreatif dan dinamis. Meski terkesan terlalu percaya diri, saya percaya dengan kekuatan tim dalam sebuah organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Latar belakang saya yang penuh warna, akan membantu tugas saya sebagai seorang wali kota yang memimpin kota metropolis yang sangat heterogen ini.
Selain organisasi, birokrasi akan jadi fokus perhatian saya berikutnya. Sebab, pada dasarnya birokrasi tujuannya untuk memudahkan urusan, bukan mempersulit. Namun, yang terjadi adalah birokrasi memerangkap para pegawai seperti labirin dan mematikan kreativitas. Yang terjadi adalah pola hubungan atasan-bawahan atau patron-klien.
Nah, apa yang akan saya lakukan seandainya saya terpilih menjadi wali kota Batam. Nantikan posting berikutnya, (bersambung)

0 comments:

Post a Comment