Saya Mau Jadi Wali Kota (1)

Posted by Jammes 4/19/2008 0 comments
Tiba-tiba, saya mau jadi wali kota Batam. Keinginan itu saya sampaikan kepada beberapa teman. Ada yang pura-pura mendukung, ada yang tertawa mengejek, ada pula yang menganggap hanya main-main. Hanya satu orang yang kirim SMS mendukung. Kenapa muncul keinginan gila itu dan apa modal saya?

SEJAK jadi kota, Batam sudah dipimpin empat walikota dan dua Pelaksana Tugas Walikota. Yakni, Usman Draman, RA Aziz, Nazief Soesila Dharma, Nyat Kadir, Manan Sasmita dan Ahmad Dahlan.
Namun, peran wali kota baru agak terasa saat dipimpin Nyat Kadir dan Ahmad Dahlan yang akan menjabat hingga 2011 nanti. Sebab, perannya didukung oleh undang-undang otonomi daerah. Wali Kota sebelumnya, perannya dikebiri lantaran Otorita Batam begitu powerfull dan berkuasa.
Nah, siapa wali kota Batam ke lima? Bisa jadi, saya orangnya. Saya sudah menjadi warga Batam sejak sebelas tahun yang lalu, saat Batam dipimpin wali kota kedua. Saya menyaksikan kota ini tumbuh menjadi kota metropolis, serta beragam masalah yang dihadapinya.
Batam membutuhkan pemimpin yang cakap dan cerdas. Punya akses nasional dan internasional. Egaliter dan diterima masyarakat yang heterogen. Berpikir dan mampu memahami cara kerja mafia. Tegas dan berani mengambil tindakan yang tidak populer. Komunikatif dan cekatan bertindak.
Saya berasal dari keluarga menengah. Artinya, tidak kaya, tidak pula miskin. Bapak saya seorang pengusaha angkutan antar kota. Ibu saya seorang perawat bidan dan membuka apotik. Meski pribumi, keluarga saya tinggal di kawasan Pecinan, di kota Payakumbuh.
Bapak dan ibu saya, punya banyak teman orang Cina. Saya anak ketiga dari empat saudara. Sekolah Dasar kami semua di SD Pius, sekolah terbaik dan berbaur dengan anak-anak Tionghoa. Hanya saya sendiri yang melanjutkan ke sekolah menengah negeri. Keluarga kami kemudian pindah ke Labuh Basilang, kawasan strategis di kota kami.
Daerah ini terkenal dengan premannya. Saya bergaul dengan mereka. Nongkrong sambil main gitar, begadang, berkelahi, mencuri buah-buahan, cari uang dengan membongkar pasir, saya ikut. Yang perlu dicatat, dalam dunia preman terkenal dengan kesetiakawanan.
Karena nakal dan tinggal kelas, saya pindah sekolah ke INS Kayutanam, sekolah yang didirikan sejak tahun 1926. Muridnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Berbaur dan tinggal di asrama, tanpa sadar memupuk toleransi dan kemampuan menyesuaikan diri.
INS adalah sekolah unik. Menggabungkan akademik seperti SMA dengan ketrampilan kerja seperti STM. Saya bergaul dengan anak-anak dari Riau, Medan, Jawa sampai dari Aceh serta berbagai kota di Sumatera Barat. Motto sekolah ini sederhana. Dari pohon mangga, jangan harapkan buah rambutan, tapi harapkanlah mangga yang paling manis.
Kami diajar mandiri. Hidup teratur dan disiplin serta bertanggungjawab. Di asrama, murid SMA digabung dengan SMP, empat orang sekamar. Makan siang dan malam, di ruang makan. Pagi sekolah, dan siangnya praktek kerja ketrampilan. Mulai dari pertukangan, besi, otomotif, keramik dan anyaman.
Tamat dari INS, kalau tak bisa menyambung kuliah, bisa wiraswasta. Guru-guru, sebagian tinggal di lingkungan sekolah. Luas sekolah itu 18 hektar. Memang, cap negatif INS sekolah anak nakal. Tapi, saya tahu teman-teman saya anak pintar yang kurang perhatian dan umumnya anak orang kaya.
Kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan, itulah yang terasa di INS dan berbeda dengan sekolah lain. Kalau tanggal tua, sebatang rokok bisa diisap bertiga. Jangan coba-coba jadi orang pelit di asrama. Selain dikucilkan, dikerjai anak-anak lain.
Kalau ada yang berkelahi, dilakukan secara sportif, di asrama kosong. Setelah berkelahi, berdamai dan berteman lagi. Sulit melupakan kenangan di INS selama tiga tahun. Saya satu-satunya di angkatan saya yang lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan diterima di jurusan Sosiologi FISIP Universitas Andalas.
Sejak jadi mahasiswa, kesulitan ekonomi menghadang. Bapak saya stroke dan lumpuh. Ibu menjadi tumpuan dan tiang ekonomi. Ibu saya wanita yang mandiri dan kuat. ''Kalau orang makan ayam, ya kita makan bayam,'' katanya, memberi semangat.
Saya berusaha kuliah sambil bekerja. Mulai dari jaga toko, jual stiker di kampus dan sejak semester tiga, menulis di surat kabar sejak tahun 1989. Saya juga aktif di kampus. Mulai dari bikin acara kesenian, diskusi dan seminar hingga kegiatan olahraga. Saya sempat jadi pimpinan redaksi buletin kampus. Terbit empat edisi, kemudian mati.
Nilai akademis saya tidak jelek-jelek amat. Meski tamatnya lama (7 tahun) Indeks Prestasi saya 3,2. Saya tiga kali dapat beasiswa. Dari 47 mahasiswa di angkatan saya, hanya saya sendiri yang mengambil mata kuliah spesialisasi sosiologi politik. Skripsi saya malah tentang Kamar Dagang dan Industri.
Saat kuliah, saya punya empat cita-cita. Jadi konsultan di perusahaan asing, peneliti, dosen dan jadi wartawan. Saya melakukan sembilan penelitian di luar skripsi. Mulai dari jadi surveyor, menulis tesis hingga asisten peneliti penulisan disertasi mahasiswa S3 Flinders University Australia. Namanya DR Syarif Hidayat, peneliti LIPI.
Selama dua tahun, saya Ketua UKM Olahraga di tingkat Universitas. setiap ada kejuaran nasional olahraga, saya selalu menjadi team manager kampus saya. Padahal, saya tak mengerti olahraga. Saya hanya bisa --bukan pandai-- main pandai, main pingpong dan catur.
Sebelum tamat, saya sempat bekerja di sebuah tabloid lokal. Setamat kuliah, saya diterima bekerja sebagai wartawan. Karir saya tergolong cepat. Baru delapan bulan bekerja, saya ditunjuk jadi kepala perwakilan. Secara bertahap, naik jadi redaktur, lalu koordinator liputan, redaktur pelaksana, pimpinan redaksi dan meloncat lagi menjadi pimpinan umum dan perusahaan. Saya tidak pernah jadi wakil atau asisten.
Nah, pembaca yang budiman. Apa gunanya saya sampaikan cerita ini? Sedang menyombongkan dirikah saya kepada Anda? Mungkin saya terlalu percaya diri. Tapi, saya memang sedang mempromosikan diri. Saya juga sedang menguji kekuatan blog ini.

Saya ingin mengatakan, latar belakang saya yang dinamis, cukup layak menjadi seorang wali kota. Siapa tahu, gagasan saya membuat Anda tertarik mendukung saya, ketika saatnya tiba dan saya berkata: Inilah calon wali Kota Batam. Dalam postingan berikut, akan saya sampaikan gagasan saya tentang masa depan Batam. Kalau ada calon lain yang mengungkapkan hal ini, bisa diduga ia membaca blog ini. Terima kasih atas kesabaran Anda mengikuti cerita ini.(bersambung)

0 comments:

Post a Comment