Apa Mengapa Wawancara

Posted by Jammes 4/30/2008 0 comments
Kita tidak menulis dengan kata tetapi dengan informasi. Kata adalah simbol informasi dan tanpa informasi yang menarik kita tidak akan mampu menemukan kata – kata yang akan memikat pembaca.Menggali informasi yang menarik dan akurat, reportase suasana, detil konkret, opini para tokoh yang terlibat, fakta – fakta, dokumen sejarah, angka statistik adalah tugas reportase yang paling fundamental. Mereka bertugas mengumpulkan batu fondasi yang kokoh bagi sebuah tulisan.


Menggali informasi di lapangan bisa dikelompokan sebagai berikut: (1) Merekam suasana, laporan pandangan mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan perasaan.
(2) Wawancara, menggali opini seseorang atau menyerap background masalah dari pakar maupun tokoh kunci dalam suatu peristiwa atau suatu masalah.
(3) Riset, mengumpulkan data – data pendukung berupa bagan/gambar, dokumen resmi, angka statistik, kliping koran/majalah atau dokumen – dokumen sejarah.
Sebuah tulisan yang bisa memuaskan hasrat pemba-ca akan kelengkapan dan kejelasan umumnya di ba-ngun dari melalui ketiga kegiatan itu sekaligus (hasil dari seluruh penggalian itu disebut reportase). Bagai-manapun, wawancara adalah cara penggalian bahan yang paling penting.Berikut ini seluk beluk tentang wawancara, terutama untuk pemula.
Mengapa Wawancara ?

Wartawan mewawancarai orang – orang untuk meng-gali opini dan informasi factual tentang suatu peristiwa atau suatu masalah. Wawancara merupakan jalan pintas untuk memperoleh informasi. Sebab wartawan tidak selalu bisa memperoleh semua berita secara langsung sekalipun peristiwanya terjadi disekitarnya.
Disinilah perlunya dia melakukan rekonstruksi peristiwa ataupun masalah melalui saksi mata atau mereka yang terlibat. Dan karena wartawan juga bukan pakar, sering-kali dia perlu mewawancarai seseorang yang mempu-nyai pengetahuan dan minat terhadap sesuatu masalah secara mendalam.

Janji Wawancara
Umumnya wartawan membuat perjanjian terlebih dahulu untuk suatu wawancara. Wartawan menjelaskan jati diri-nya, media apa yang diwakili dan tujuan dari wawancara tersebut. Dengan begitu, sumber bisa mempersiapkan informasi yang diminta.
Wartawan lebih suka mewawancarai orang – orang penting, seperti direktur perusahaan atau petinggi biro-krasi, ketimbang bawahannya; sekretaris, asisten atau humas. Wartawan ingin selalu mewawancarai orang per-tama yang tahu persis tentang masalah, atau dengan pakar yang bisa dengan cepat menjawab semua per-tanyaan. Sebab, pembaca lebih memberi respek pada jawaban yang diperoleh dari sumber top atau tokoh yang terdekat dengan cerita.
Wawancara mendalam biasanya memerlukan setidak-nya satu atau bahkan dua sampai tiga jam. Wartawan biasanya menawarkan diri untuk mendatangi rumah atau kantor sumber. Sebab, jika sumber berada pada ling-kungan yang akrab terlebih di ruang pribadi yang tanpa gangguan dia akan merasa lebih sreg sehingga bisa menjawab dengan bebas.

Pertanyaan Cerdas
Mempersiapkan pertanyaan bagus adalah langkah terpenting dalam suatu wawancara. Sumber jarang memberikan informasi yang benar – benar baru kalau tidak ada dorongan, mereka juga tidak terlalu berminat mendiskusikan isu atau malu untuk berbicara jujur pada wartawan yang belum dikenalnya. Jadi wartawan mesti berupaya dengan berbagai cara agar sumber tergerak untuk bicara.
Dalam mempersiapkan sebuah wawancara mendalam, wartawan harus cukup waktu untuk memperoleh semua keterangan tentang sumber dan tentu saja masalah yang akan didiskusikan. Wartawan harus siap untuk menanya-kan pertanyaan yang tepat, cerdas dan dapat mengerti pertanyaan sumber.
Jika persiapan matang, wartawan tidak akan mem-boroskan waktu untuk menanyakan hal-hal yang tidak penting yang sudah dipublikasikan luas. Pertanyaan ko-nyol bisa membosankan dan mematikan minat sumber untuk bicara. Sebaliknya, jika wartawan mengetahui isu secara baik, sumber juga akan lebih percaya sehingga akan lebih bebas bicara. Tak banyak sumber yang mau diwawancarai oleh wartawa yang bodoh, salah – salah si wartawan justru diusirnya.
Dengan persiapan yang matang, wartawan akan lebih tangkas mengajukan pertanyaan follow-up. Terjadilah ping-pong yang lebih lancar, hidup dan spontan.
Wartawan yang kurang persiapan sering kehilangan informasi baru yang menarik dan penting. Mereka sa-ngat tergantung pada penjelasan sumber dan mungkin tidak bisa mendeteksi bias yang ditimbulkan sum-bernya. Wartawan tidak tahu apa yang mesti ditanya-kannya atau apa yang baru, penting dan kontroversial.
Kadang sumber akan mencari keuntungan dari keto-lolan si wartawan. Sumber menolak memberi jawaban masalah yang kompleks karena takut sipenanya tidak akan mengerti. Atau sumber akan mencoba meng-gunakan itu sebagai alat untuk melindungi diri dari ke-salahan yang dilakukan. Dengan mempersiapkan diri secara baik, wartawan akan lebih gampang menge-tahui kalau sumbernya enggan menyinggung topik yang dibicarakan atau hanya memberikan jawaban sepihak dari suatu masalah yang kontroversial.
Pewawancara yang baik akan menyusun daftar perta-nyaan berdasar urutan logis agar sumber bisa menja-wab secara berurutan pula berdasar jawaban perta-nyaan sebelumnya. ( Pada saat wawancara, wartawan bisa mengecek pertanyaan mana belum terjawab).
Pada saat kita mempersiapkan wawancara, tanyakan pada diri kita sendiri, apakah mungkin pembaca juga akan menanyakan pertanyaan serupa ? Disamping itu mana fakta – fakta yang baru, penting dan manakah yang kiranya paling disukai dan banyak diminati pembaca pada umumnya?

Melontarkan Amunisi
Pertanyaan adalah amunisi seorang pewawancara. Wartawan umumnya mengajukan pertanyaan penting terlebih dahulu, sehingga apabila kehabisan waktu yang tersisa hanya pertanyaan kurang penting atau pertanyaan paling peka yang mungkin menyebabkan sumber mengakhiri wawancara atau bahkan mengusir si wartawan.
Pertanyaan yang paling baik adalah pertanyaan yang cenderung pendek, singkat dan relevan. Disamping itu juga harus sangat khusus. Pertanyaan umum akan meng-hasilkan jawaban yang umum, generalisasi yang abstrak. Sementara pertanyaan yang khusus akan menda-tangkan jawaban yang khusus, fakta – fakta yang konkret dana detail. Seberapa luas? – dua henktar? Seberapa tinggi? – lima meter? Seberapa mahal – dua milyar dolar?
Sebaliknya reporter menghindari pertanyaan yang ha-nya bisa dijawab oleh sumber dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Reporter lebih mengingingkan tanggapan, ku-tipan yang berjiwa dan detail – detail yang penting dan konsekuensinya harus mengajukan pertanyaan yang mendorong sumber untuk memberi jawaban yang rinci. Reporter mungkin bisa meminta sumber untuk “men-diskripsikan” atau “menjelaskan” yakni dengan mena-nyakan “bagaimana” atau “mengapa” sebuah kejadian itu terjadi.
Jika perlu, reporter juga bisa meminta sumbe runtuk menunjukan dokumen atau angka statistik yang mendukung argumentasinya. Atau meminta sumber menggambarkan suatu bagan atau bahkan mempera-gakan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi.

Mengemudikan Wawancara
Sesudah merencanakan wawancara, reporter dapat datang tepat pada waktunya dengan menggunakan pa-kaian yang pantas. Keterlambatan dan penampilan yang kumuh atau tidak sopan menyebabkan sumber enggan menyediakan cukup waktu, informasi, mempercayai dan menghormatinya.
Reporter bisa memulai wawancara dengan ngobrol – ngobrol ringan untuk menjalin keakraban. Misalnya, tentang susuatu yang menarik secara umum atau me-nanyakan sesuatu hal yang menarik atau menanyakan hal – hal yang khusus di kantor atau di rumah sumber.
Reporter sebaiknya menempatkan sumber dalam hubungan yang lebih akrab sehingga sumber lebih enak menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Hal ini akan menjadi sangat penting manakala sumber tidak biasa menjawab pertanyaan wartawan.
Reporter harus bisa mengontrol wawancara. Mereka harus dapat menentukan mana hal – hal yang penting, sehingga dapat menarik sumber untuk mendiskusikan lebih lanjut. Jika sumber larut pada hal-hal yang bersifat umum saja, reporter harus menariknya dengan meng-ajukan pertanyaan yang khusus. Jika sumber keluar dari jaur topik, reporter dapat mengulangi pertanyaan lagi untuk mengembalikan pembicaraan pada topik semula.
Pewawancara yang baik juga harus menjadi pendengar yang baik. Mereka harus mendengarkan dengan sek-sama untuk meyakinkan bahwa sumber teah menjawab pertanyaan yang diajukan dan untuk meyakinkan bahwa dia telah memahami jawaban yang diberikan.
Reporter perlu meminta kepada sumber untuk mengulangi atau menjelaskan kembali jawaban yang kurang jelas. Jika sumber tidak berhasil memberikan jawaban yang penting, reporter harus mengajukan pertanyaan lanjutan.
Reporter mesti tanggap setiap si sumber mengemu-kakan suatu fakta–fakta baru yang relevan dengan cerita. Reporter mesti mengejarnya untuk mendapatkan detil yang penting kendati itu berada di luar penugasan atau pertanyaan yang telah dipersiapkan.
Reporter tidak perlu berdebat dengan sumber. Dia hanya perlu mendorong sumber untuk menjelaskan pendapatnya selengkap dan sejelas mungkin.
Reporter juga harus terlebih dahulu meneliti profil sumber berita, sehingga dapat mendiskripsikan dengan benar. Misalnya tinggi badan, berat badan, postur tubuh, rambut, suara, parfum yang dipakai, mimik, busana, perhiasan, rumah, mobil, kantor, dan keluarga dari sumber.
Reporter yang baik dapat menganalisa bahasa non-verbal sumbernya dan mengambil keuntungan dari isyarat yang tidak terkatakan itu. Bagaimanapun pola tingkah sumber ketika diwawancarai misalnya gerak kepala mungkin dapat menunjukkan bahwa dia sedang nervous, simpatik, marah, berbohong atau berkata jujur? Reporter yang berpengalaman dapat melihat reaksi fisik sumber terhadap pertanyaan yang susah dijawab dan mempertimbangkan respon ini dalam melanjutkan interview.

Sumber yang Sulit
Sebagian besar orang mau bekerja sama dengan reporter dalam sebuah wawancara. Namun, beberapa orang mengambil sikap yang bermusuhan atau menolak untuk berbicara dengan reporter. Tapi alas an yang paling sering mereka tidak percaya dengan wartawan.
Jika reporter berjumpa dengan sumber yang ber-musuhan ini, dia dapat mempelajari mengapa si sumber mempunyai perasaan seperti itu. Pertama-tama reporter dapat menjelaskan kebijaksanaan radaksional Batam Pos yang ingin selalu menulis secara akurat, berimbang dan mengharamkan amplop.
Reporter juga dapat meyakinkan sumber berita bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dengan berita yang akan dipublikasikan akan menguntungkan si sumber atau organisasi yang diwakilinya. Reporter juga bisa berargumentasi bahwa akan nampak jelek jika sumber menolak untuk mengomentari sebuah isu dari sudut pandangnya.
Jika itu tidak wajar juga, reporter yang sudah berpe-ngalaman dapat “memaksa” sumber untuk berkomentar. Yakni, misalnya dengan mengutip kata-kata dari orang lain atau klaim si sumber. Selain itu juga ada alternative lain, reporter bisa menjebak si sumber dengan me-nanyakan hal-hal yang sepele yang sepintas tidak relevan dengan masalah yang sebenarnya sehingga sumber terlena. Sumber akan terpancing untuk menjelaskan detil menurut persisnya. Jika semua jalan gagal, reporter bisa mengatakan pada sumber, bahwa dia bisa menemukan informasi serupa dengan sumber lain.

Mencatat atau Merekam?
Problem yang cukup serius lainnya khususnya bagi pemula adalah pencatatan. Jalan keluar terbaik adalah merekam wawancara (ini juga penting untuk mem-buktikan jika belakangan sumber mengklaim tidak per-nah diwawancara atau tidak mengatakan itu dan itu).
Namun tape recorder sering kali justru mengganjal wa-wancara. Rekaman juga menyulitkan reporter belaka-ngan melakukan transkip dan membuat laporan. Maka, jalan keluar optimal adalah merekam sekaligus menca-tat, ketika membuat laporan, dia bisa mengecek ulang ketelitian dengan memutar kembali rekamannya tanpa harus mendengarkan semua. Hanya sedikit reporter yang bisa menulis steno. Meskipun demukian, ada juga yang beberapa reporter bisa mengembangkan penyingkatan kata dengan caranya sendiri. Reporter dapat belajar untuk menyingkat kata-kata kutipan yang bagus dan coba mengingat pernyataan itu cukup panjang dan menulisnya kata per kata.
Jika pencatatan membuat sumber sungkan, reporter dapat menghentikannya. Reporter juga dapat menunjukkan atau membaca catatannya dihadapan si sumber. Segera stelah wawancara, reporter juga dapat memeriksa catatan ketika segala sesuatunya masih segar diingatan. Semakin lama dia menunda, semakin banyak yang dilupakan dan juga di lalaikannya.

Konferensi Pers

Bagi reporter, konferensi pers kurang bersifat eksklusif dibandingkan wawancara khusus. Orang yang bisa be-kerja sama dengan media, mengetahui lebih mudah me-ngecoh reporter melalui jumpa pers. Mereka dapat me-ngawali konferensi pers dengan pernyataan panjang menghabiskan banyak waktu. Jika setiap reporter tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pertanya-annya, mudah bagi sumber untuk mengelak. Dengan kata lain, konferensi pers sebaiknya dihindari, kecuali jika cukup penting untuk bisa dijadikan background information. Kejar sumber yang relevan setelah konfe-rensi pers usai dan tembak dengan pertanyaan spesifik.

Deskripsi dalam Reportase

Efek ’’Anda hadir disana’’memungkinkan pembaca terlibat dalam berita. Dan ini hanya bisa dicapai lewat diskripsi atau pelukisan. Reporter yang pandai akan me-mudahkan penulis menghidupkan cerita. Secara ringkas, deskripsi adalah ibarat daging yang mengisi rangka cerita.

Dibawah ini ada beberapa saran untuk wartawan :
1. Ingat bahwa anda adalah mata, telinga, hidung pembaca anda.
2. Wawancara subyek itu (misalnya seorang tokoh) dalam keadaan sewajarnya.
3. Kumpulkanlah catatan sebanyak – banyaknya yang anda bisa pakai.
4. Dalam menulis laporan, sebarlah deskripsi se-panjang cerita. Jangan dihimpun di satu bagian, ini akan memperenak arus pembaca.
5. Ambilah jalan tengah antara terlalu sedikit deskripsinya. Bila cerita tidak berhasil membuat anda “melihat” si subyek, tambahkanlah deskripsi.
6. meskipun reporter menjadi telinga, mata dan hidung pembaca, ia tidak boleh meremehkan otak pembaca dengan menyisipkan kesimpulan dan menafsirkannya sendiri.
7. Seorang reporter yang kurang hati-hati akan menggambarkan wanita dengan kata “cantik”. Banyak yang mungkin tidak setuju bila pembaca sendiri tidak melihat gambar wanita itu.Sebagai gantinya penulis mungkin bisa menghilangkan kata “cantik” dengan menggambarkan secara realistis bagaimana wanita itu. Misalnya, matanya yang besar menggambarkan pada wajah kuning langsat yang dihiasi rambut hitam memanjang. Dengan teknik ini, memberikan gambar konkret untuk membantu pembaca membayangkan wanita itu. Setelah menanamkan daya tarik wajah wanita itu (cantik) kepribadian wanita itu dengan kutipan yang efektif.


Tips Wartawan Mencatat

1. Persiapan secara matang. Jika kita memper-siapkan dengan benar, kita bisa mencatat de-ngan baik.
2. Gunakan singkatan dengan baik sehingga kita dapat mempergunakan didalam catatan kita. Ini akan banyak menyingkat waktu.
3. Loncatilah kata – kata kecil yang tidak ada artinya di dalam catatan kita.
4. Jika ada sesuatu didalam catatan kita yang kita anggap penting, berilah tanda. Juga berilah jarak dalam catatan kita pada pertanyaan yang belum terjawab sehingga kita tidak lupa bahwa kita ma-sih memerlukan informasi lagi.
5. Pada saat kita mencatat, cobalah untuk me-mikirkan bagian manakah yang penting. Ini akan mengarahkan pada kita informasi apalagi yang masih perlu kita gali.
6. Belajarlah untuk mendengarkan dan menulis ber-sama – sama. Jika kita mendengarkan sesuatu yang ingin kita tulis dan memperhatikan pem-bicara saat menulis, mungkin kita akan kehilangan suatu informasi yang lebih penting.
7. Jangan hanya mencatat sesuatu yang kita dengar saja. Gunakan mata kita juga. Bagaimanakah ek-spresi sumber ketika menjawab pertanyaan (ter-senyum atau cemberut) dapat diletakkan pada konteks yang berbeda.
8. Cobalah untuk tetap menulis pada saat kita me-lihat sesuatu (misalnya kepada sumber) jika kita ingin menulis, sementara masih tetap bisa me-nangkap ekspresi seseorang ini adalah keahlian yang tak ternilai.
9. Segeralah sesudah selesai wawancara, perik-salah lagi catatan kita dana yakinkanlah bahwa kita telah mengerti apa yang kita tulis. Sesuatu yang kita rasa sudah jelas, barang kali bisa menjadi kurang jelas seperempat jam kemudian. Jika kita mempunyai pertanyaan, cobaah untuk segera mencari penjelasan begitu selesai wawancara. Hal ini mungkin akan menemui kesulitan jika kita mengadakan wawancara lewat telepon.
10. Akhirnya, jika kita meliput peristiwa yang terjadi di luar ruangan, selalulah membawa pensil. Hujan akan merusak tulisan jika kita menggunakan pe-na.

Menulis Hasil Wawancara
Pada saat memulai hasil wawancara, reporter harus menguji kritis semua informasi yang telah diperolehnya, menentukan mana fakta yang paling baik dijadikan berita dan kemudian memusatkan perhatian pada masalah tersebut ( buanglah hal-hal yang klise ), kata yang terlalu sering dipakai, perulangan, masalah – masalah yang kurang relevan.
Biasanya ketika menulis laporan wartawan membu-kanya dengan alinea ringkasan dan kemudian melanjut-kan ceritanya dalam alinea selanjutnya. Semua informasi disajikan berdasarkan kepentingannya, bukan persis seperti apa yang diucapkan oleh sumber. Latar belakang masalah, diusahakan sedikit mungkin dan diletakkan dialinea paling akhir. Setiap reporter mempunyai gaya penulisan yang khas. Sehingga awal alinea tidak harus dimulai dengan menyebutkan nama sumber. Reporter untuk menghidupkan sumber dengan menyajikan kutipan – kutipan atau deskripsi. Pendek kata, hasil reportase yang baik ditulis secara lengkap, jelas dan akurat.

0 comments:

Post a Comment